Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten media dinilai masih menghadapi tantangan berat di tahun 2025, terutama dari ketatnya persaingan di antara perusahaan.
Pada tahun lalu, emiten media juga diselimuti aksi saling akuisisi. Sebut saja, PT MD Entertainment Tbk (FILM) yang mengakuisi 25.220.946.827 atau setara 60,98% saham PT MDTV Media Technologies Tbk (NETV) pada Oktober 2024 lalu.
Setelah pelaksanaan pengambilalihan, FILM pun menjadi pengendali NETV. Aksi tersebut dilakukan dalam rangka penambahan modal demi memperbaiki posisi keuangan NETV.
Selain itu, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) dikabarkan mau mengakuisisi anak usaha PT Intermedia Capital Tbk (MDIA), PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV). Namun, kabar ini tidak ditepis atau dikonfirmasi oleh kedua belah pihak.
Baca Juga: Optimis Industri Film Indonesia Cerah di 2025, Begini Strategi MD Entertainment
Sejumlah emiten televisi secara perlahan mulai kehilangan pendapatan iklan dari layanan free to air (FTA). Alhasil, para emiten media pun mulai memaksimalkan potensi dari pasar layanan over the top (OTT).
Misalnya saja, PT Surya Citra Media Tbk (SCMA). Direktur SCMA, Rusmiyati Djajaseputra mengatakan, saat ini pendapatan iklan di FTA masih mendominasi sekitar 80% dari total pendapatan perseroan.
“Namun, kami melihat prospek pertumbuhan dari pelanggan berbayar untuk OTT platform akan semakin bertambah,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (7/1).
Di tahun 2025, SCMA masih menargetkan pertumbuhan pendapatan di atas pertumbuhan pangsa pasar. Optimisme itu didukung dengan sejumlah produk unggulan perseroan, seperti SCTV, Indosiar, dan Vidio.
Strategi yang dipasang SCMA untuk menangkap peluang tersebut adalah menyajikan konten unggulan yang menarik serta melakukan sinergitas di dalam grup perseroan untuk menawarkan paket lengkap dengan nilai tambah kepada para pengiklan.
“Didukung dengan kondisi makro dan mikro ekonomi yang kondusif, diharapkan itu dapat menjadi pendorong utama bagi kami untuk dapat meraih target di tahun 2025,” ungkapnya.
Baca Juga: 4 Perusahaan Bakrie Group Ditetapkan PKPU, Ini Tanggapan Manajemen
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan, akuisisi yang terjadi di emiten media bertujuan untuk memperkecil kompetitor dan memperkuat posisi market share.
“Saat ini, kinerja emiten media juga masih belum membaik, sehingga strategi akuisisi ini diharapkan bisa meningkatkan kinerja,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (7/1).
Azis melihat, kinerja emiten media saat ini lebih didorong pada pembuatan konten digital. Hal itu menggambarkan bahwa memang ada peralihan permintaan pada konten digital pada OTT.
Di sisi lain, kinerja saham emiten media juga masih beragam. Beberapa di antaranya tercatat mengalami kenaikan dalam tiga bulan terakhir.
Misalnya, saham EMTK tercatat naik 25,6% dalam tiga bulan terakhir. Senasib, saham anak usaha EMTK, SCMA terkerek 38,33% dalam tiga bulan belakangan. Saham FILM juga naik 18,18% selama tiga bulan terakhir.
Namun, saham PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) malah turun 8,92% dalam tiga bulan terakhir. Saham NETV juga ambles 41,94% dalam tiga bulan terakhir. Bahkan, beberapa emiten media, seperti MDIA dan PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI), sahamnya kurang dari Rp 50 dan tidak ada tanda-tanda bakal bergerak.
Menurut Azis, pergerakan saham emiten akan bergantung dari bagaimana dari kinerja keuangan mereka.
“Jika sahamnya belum ada pergerakan, artinya belum ada kinerja keuangan yang performatif secara signifikan, terlebih pada saham-saham yang tidur,” paparnya.
Baca Juga: Elang Mahkota Teknologi (EMTK) Menambah Lagi Kepemilikan di SCMA
Tantangan berat juga menanti emiten media di tahun 2025, terutama dari upaya mempertahankan raihan pendapatan.
Secara kinerja, emiten media pendapatan terbesarnya berasal dari pendapatan iklan, termasuk di segmen televisi.
Sementara, pendapatan iklan pada segmen televisi saat ini cenderung turun dan membuat potensi raihan pendapatan di tahun 2025 bisa berkurang. Terlebih, saat ini momentum pemilu yang sudah berakhir.
“Oleh karena itu, emiten media bisa berfokus pada konten digital di platform OTT. Beberapa emiten media juga mengalami pertumbuhan pendapatan pada segmen digital, seperti SCMA,” ungkapnya.
Azis merekomendasikan trading buy untuk SCMA dengan support di Rp 162 – Rp 161 per saham dan target harga di Rp 173 – Rp 176 per saham.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat, aksi akuisisi yang dilakukan oleh emiten media merupakan langkah strategis untuk memperkuat posisi mereka di industri yang semakin kompetitif.
Penyebab utama dari aksi tersebut di antaranya diversifikasi konten untuk memperluas portofolio, penguatan ekosistem digital seiring dengan pergeseran konsumsi media ke platform digital, efisiensi operasional melalui sinergi, dan peningkatan pangsa pasar yang dapat meningkatkan pendapatan dari iklan.
“Dengan strategi tersebut, emiten media berusaha untuk tetap relevan dan kompetitif di era digital,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (7/1).
Kinerja keuangan emiten media saat ini menunjukkan variasi yang cukup signifikan.
Misalnya, SCMA berhasil mencatatkan peningkatan pendapatan dari segmen digital, yang memberikan dorongan positif pada performa keuangan perseroan per kuartal III 2024. Sebaliknya, emiten seperti NETV dan MDIA masih berjuang untuk membalikkan keadaan menjadi untung.
Sentimen positif yang mempengaruhi kinerja emiten media per hari ini adalah pertumbuhan konsumsi konten digital dan peningkatan belanja iklan digital. Namun, penurunan pendapatan dari iklan televisi tradisional dan persaingan ketat di sektor digital menjadi tantangan yang signifikan.
“SCMA dan EMTK menjadi jawara di tahun 2024 berkat strategi digital mereka yang kuat dan inovatif,” ungkapnya.
Menurut Hendra, kinerja saham EMTK dan SCMA didorong oleh penguatan di segmen digital dan ditambah sentimen positif dari rumor akuisisi.
Sementara itu, saham MDIA dan MARI masih stagnan karena kurangnya sentimen positif dan kinerja keuangan yang kurang menggembirakan.
“Harga saham yang ada saat ini pun sebagian besar mencerminkan ekspektasi pasar terhadap prospek keuangan masing-masing perusahaan,” tuturnya.
Prospek kinerja emiten media di tahun 2025 juga akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan digitalisasi dan pergeseran konsumsi konten ke platform OTT.
Baca Juga: Usai Diakuisisi, Net Visi Media Berubah Nama Jadi MDTV Media Technologies
Sentimen positif yang bisa mendukung kinerja emiten media adalah peningkatan penetrasi digital dan peluang dari belanja iklan digital yang terus meningkat.
Namun, sejumlah tantangan, seperti penurunan pendapatan dari televisi free to air (FTA) dan persaingan ketat di industri OTT tetap menjadi ancaman.
Pendapatan dari iklan digital diharapkan bisa menopang kinerja emiten media, meskipun pendapatan dari televisi tradisional mungkin akan terus menurun.
Menurut Hendra, emiten yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan tersebut akan menjadi pemimpin di tahun 2025. Alhasil, SCMA dan EMTK pun diprediksi bisa akan tetap unggul di tahun 2025.
“SCMA diperkirakan akan memimpin pasar tahun ini berkat strategi digitalnya yang solid dan dukungan dari induk usahanya, EMTK,” katanya.
Alhasil, Hendra pun merekomendasikan beli untuk SCMA dengan target harga di Rp 199 per saham. Ini mengingat EMTK masih agresif dalam mengakumulasi saham SCMA.
“Pergerakan harga saham emiten media di jangka pendek kemungkinan besar akan dipengaruhi oleh aksi korporasi mereka, mengingat likuiditas yang relatif rendah,” ungkapnya.
Selanjutnya: Wacana Pengurangan Sektor Penerima HGBT Muncul, Pelaku Usaha Terancam Merugi
Menarik Dibaca: Penumpang Rombongan Bisa Dapat Diskon Tiket Whoosh 20%, Begini Caranya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News