Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Krisis listrik yang melanda India turut mengangkat harga batubara. Ini tercermin dari harga batubara acuan (HBA) bulan Juni 2022 yang meningkat 17% per ton menjadi US$ 323,91 per ton.
Menurut Kementerian ESDM, Pemerintah India telah meningkatkan jumlah impor batubara seiring ketatnya suplai batubara dari produsen domestik untuk pembangkit listriknya. Selain itu, kenaikan HBA Juni juga dipengaruhi kondisi kebutuhan batubara Tiongkok.
Tak hanya HBA, harga batubara ICE Newcastle untuk kontrak perdagangan Juli 2022 masih berada di level yang cukup tinggi, yakni di level US$ 390,75 per ton.
Kenaikan ini turut membawa angin segar bagi emiten batubara, salah satunya PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Meskipun PTBA harus mensuplai batubara ke pasar domestik, yang mana harganya berada di bawah harga acuan global, PTBA dinilai tetap menikmati kenaikan harga batubara. Sebab, PTBA mengalami kenaikan mixed selling price yang lebih tinggi.
Baca Juga: Analis Panin Sekuritas Rekomendasikan Beli Saham MAPI, Ini Alasannya
Sebab, terdapat kenaikan porsi penjualan batubara ke pasar ekspor sepanjang kuartal pertama 2022. “Ada dukungan ke mixed selling price-nya yang cenderung lebih tinggi karena harga jual nya tidak di-cap“ terang Analis RHB Sekuritas Indonesia Fauzan Luthfi Djamal kepada Kontan.coi.id, Senin (6/6).
Fauzan menyebut, emiten pelat merah ini menangkap momentum kenaikan harga jual batubara dengan meningkatkan proporsi penjualan ekspornya menjadi 54%, dari sebelumnya hanya 31% di kuartal pertama 2021. Pada akhirnya, harga penjualan yang diraih PTBA menjadi lebih baik, yakni Rp 1,16 juta per ton atau naik 73% secara year-on-year (YoY).
Hal ini mengarah pada perluasan margin keuntungan atau net profit margin (NPM), yakni sebesar 28% dari sebelumnya hanya 13%.
Analis Sucor Sekuritas Andreas Yordan Tarigan menilai, kondisi krisis di India tentu bisa menjadi peluang bagi emiten batubara Indonesia. Peluang ini mengingat terbatasnya tambahan pasokan batubara dari Australia karena gangguan supply akibat hujan lebat dan banjir belakangan ini.
Hitungan Andreas, setidaknya sepanjang tahun ini pasokan batubara India akan dalam kondisi yang ketat. Salah satu penyebab utama dari supply shortage di India adalah suhu yang jauh lebih panas dari biasanya. Suhu naik dari 35 derajat menjadi 45 derajat celsius.
Baca Juga: Kinerja di Atas Ekspektasi, Simak Rekomendasi Saham Aneka Tambang (ANTM)
Adanya heat dome kemungkinan akan memperpanjang suhu yang panas di negara tersebut. Impor batubara yang sudah dilakukan sebelumnya juga belum bisa memenuhi kebutuhan.
Catatan dia, impor batubara India naik pesat menjadi sekitar 23 juta ton pada bulan Maret 2022, dari hanya sekitar 18 juta di Maret tahun lalu. Meski impor bertambah, nyatanya kekurangan pasokan masih tetap terjadi.
Di sisi lain, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan harus mencari batubara tambahan untuk pengganti supply batubara dari Eropa. Tahun lalu, negara-negara tersebut mengimpor 100 juta ton batubara dari Rusia.
Namun, Fauzan memasang perkiraan yang cukup konservatif terhadap harga batubara Newcastle tahun ini. RHB Sekuritas memasang target rata-rata harga batubara tahun ini di rentang US$ 250 per ton. Sebab, permintaan berpotensi melandai setelah musim panas usai.
Selain itu, pasokan batubara biasanya juga bertambah seiring dengan cuaca yang lebih kering di semester kedua.
Hanya saja, harga batubara yang diproyeksi konservatif ini masih tetap memberikan dukungan terhadap pertumbuhan laba bersih emiten. Sebab, proyeksi harga rata-rata tahun ini masih lebih tinggi daripada realisasi harga rata-rata tahun lalu di kisaran US$ 136 per ton.
“Jadi secara sektoral, net profit kemungkinan masih bisa naik sekitar 40% YoY ke atas, dengan catatan target produksinya masih sama dengan yang dipasang di awal tahun,” kata Fauzan.
Fauzan merekomendasikan trading buy saham PTBA dengan target harga Rp 5.050. Selain valuasi yang atraktif, prospek PTBA juga disokong dengan ekspektasi dividend yield yang solid.
Fauzan melihat, sentimen harga jua batubara PTBA di kuartal kedua akan tetap solid. Sebab, biasanya pergerakan ASP mengalami delay sekitar 1 bulan hingga 3 bulan dari pergerakan harga acuan batubara
“Operasional PTBA juga diharapkan bisa tetap stabil dari segi pencapaian output,” pungkas Fauzan.
Namun, risiko dari rekomendasi ini adalah adanya koreksi harga akibat faktor seasonal. Selain itu, rencana tambang PTBA juga dinilai fleksibel karena memiliki sumber daya batubara yang melimpah di Tanjung Enim.
Namun, risiko dari rekomendasi ini adalah adanya koreksi harga akibat faktor seasonal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News