Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham emiten tambang batubara masih punya prospek cerah, seiring harga komoditas energi ini yang masih solid.
Analis MNC Sekuritas Catherina Vincentia merevisi prospek sektor batubara dari semula netral menjadi overweight. Sebab, MNC Sekuritas meningkatkan estimasi harga rata-rata batubara untuk tahun ini dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, pemintaan batubara yang solid dari negara-negara yang sedang mengalami pemulihan. Kedua, sebagian besar negara di dunia masih dalam status pandemi, dan ketiga dengan mempertimbangkan permintaan menjelang datangnya musim dingin.
Catherina juga merevisi target harga PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dari semula Rp1.450 menjadi Rp1.830, dan mengerek target harga saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)dari semula Rp14.400 menjadi Rp 20.500.
Baca Juga: Ciptadana Sekuritas rekomendasikan beli saham LSIP, simak ulasannya
Keputusan ini didukung oleh peningkatan harga jual rerata atau average selling price (ASP) dan peningkatan produksi di kuartal kedua 2021 dan sisa tahun ini, seiring operasional di kuartal pertama yang terganggu oleh hujan lebat.
Saham ADRO dan saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menjadi pilihan utama (top picks) di sektor batubara. Sebab, ketika harga batubara turun di masa depan, kedua emiten ini dinilai tidak begitu terpengaruh banyak, tidak seperti ITMG.
“Keduanya (ADRO dan PTBA) sudah memiliki inisiatif lain selain segmen ekspor batubara,” terang Catherina.
MNC Sekuritas merekomendasikan beli saham ADRO dengan target harga Rp 1.830, beli saham PTBA dengan target harga Rp 3.000, dan beli saham ITMG dengan target harga Rp 20.500.
Baca Juga: Volume penjualan naik, simak rekomendasi saham Semen Indonesia (SMGR)
Senada, Analis RHB Sekuritas Fauzan Luthfi Djamal tetap menyematkan pandangan overweight terhadap sektor batubara. Utamanya didukung oleh harga jual yang sudah naik cukup banyak.
“Terlebih di kuartal ketiga, karena produksi akan membaik (didukung faktor cuaca) dan lagging harga jual masing-masing produsen ke harga acuan, yang biasanya terefleksi dari satu kuartal ke belakang,” ujar Fauzan.