kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Batubara Diperkirakan Masih Solid, Ini Faktor pendorongnya


Rabu, 20 April 2022 / 15:33 WIB
Harga Batubara Diperkirakan Masih Solid, Ini Faktor pendorongnya
ILUSTRASI. Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara di Pelabuhan PT Karya Citra Nusantara (KCN), Marunda, Jakarta, Rabu (12/1/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara diperkirakan masih akan solid ke depan. Analis Trimegah Sekuritas Hasbie dan Willinoy Sitorus menaikkan asumsi harga batubara pada 2022–2024, dari semula US$105, US$ 90, dan US$ 80 per ton menjadi US$ 200, US$ 160, dan US$ 130 per ton.

Menurut Trimegah Sekuritas, terdapat sejumlah faktor yang mendukung harga batubara masih akan tinggi ke depan.  

Pertama, pengenaan sanksi perdagangan Rusia yang berkepanjangan. Perlu dicatat, Rusia merupakan eksportir batubara termal terbesar ketiga di dunia, dengan total ekspor 149 juta ton pada tahun 2021 atau menyumbang 16% dari ekspor batubara termal global. Perusahaan konsultan di bidang energi, Woodmac, sebelumnya memperkirakan bahwa ekspor batubara termal Rusia akan meningkat menjadi 151 juta ton pada 2022.

Di sisi lain, Woodmac memperkirakan bahwa impor termal global akan meningkat sebesar 9 juta ton menjadi 981 juta ton pada 2022.  Jika ekspor batubara Rusia dikurangi atau bahkan dihentikan seluruhnya, keseimbangan supply-demand batubara global akan mengalami gangguan.

Baca Juga: Bayan Resources (BYAN) Targetkan Produksi Batubara hingga 39 Juta Ton Tahun Ini

Hasbie dan Willinoy menyebut, isu ini tidak hanya terbatas pada sanksi Uni Eropa terhadap ekspor batubara Rusia, tetapi juga pada sistem perbankan. Perlu dicatat bahwa mayoritas transaksi batubara dilakukan melalui letter of credit (LC). Namun, beberapa bank telah menghentikan penerbitan LC untuk menutupi pembelian komoditas dari Rusia. Akibatnya, harga batubara naik, meskipun harga batubara seharusnya menurun setelah datangnya musim dingin.

Kedua, meningkatnya kesadaran terhadap aspek Environmental, social and corporate governance (ESG). Batubara bukanlah bisnis yang ramah ESG dan telah masuk daftar hitam selama beberapa tahun terakhir. Akibatnya, belanja modal kumulatif sektor tersebut menurun dari semula US$ 38 miliar-US$ 29 miliar pada 2012-2013 menjadi hanya sekitar US$ 19 miliar-US$20 miliar pada 2018-2021. Output dan kapasitas produksi yang dihasilkan cenderung stagnan, meskipun konsumsi tetap pada tingkat yang sama selama 10 tahun terakhir.

Di sisi lain, dukungan dari lembaga keuangan untuk investasi batubara termal tetap terbatas, terutama dari bank-bank Eropa.

Ketiga, batubara merupakan pilihan energi yang lebih murah dibandingkan dengan gas. Harga batubara termal telah meningkat hampir 3,8 kali lipat dibandingkan dengan harga historisnya selama 10 tahun dari semula US$ 80 per ton menjadi US$ 300 per ton. Namun, peningkatan tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan harga gas yang naik sekitar 5,3 kali sampai 6 kali lipat.

Hasbie dan Willinoy meyakini, setiap negara yang ingin mengendalikan tingkat inflasinya, terutama negara-negara Eropa, akan mempertimbangkan untuk menggunakan batubara sebagai sumber energi alternatif mereka karena lebih murah. Perlu dicatat bahwa Rusia menyumbang sekitar 40% dari impor gas alam Uni Eropa.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah Melambung, Industri TPT Hulu-Hilir Tertekan

Keempat, permintaan listrik akan naik dalam jangka panjang terutama dari pasar negara berkembang dan negara di Asia Pasifik. Ini akan mendorong harga batubara berada di atas rata-rata historisnya selama 10 tahun.

Populasi dunia diproyeksi akan meningkat dari 7,7 miliar orang pada tahun 2019 menjadi hampir 10 miliar orang pada tahun 2050. Sebanyak 3 dari 5 negara berpenduduk terpadat di dunia merupakan konsumen batubara terbesar, yakni Indonesia, India, dan China. Ketiga negara ini juga memiliki cadangan batubara yang sangat besar.

“Secara keseluruhan, pertumbuhan populasi akan merangsang permintaan listrik yang lebih tinggi, dan ini akan menjadi salah satu kunci pertumbuhan  produk domestik bruto (PDB),” tulis Hasbie dan Willinoy dalam riset, Selasa (19/4).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×