kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga baja sulit mengerek prospek saham sektor ini


Selasa, 19 September 2017 / 19:50 WIB
Harga baja sulit mengerek prospek saham sektor ini


Reporter: Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Walau harga ekspor produk baja meningkat di tahun ini, analis masih belum merekomendasikan saham emiten sektor baja untuk instrumen investasi jangka panjang. Harga saham yang masih cenderung rendah di tengah sentimen positif, menyebabkan saham di sektor ini masih belum terlalu menarik untuk dimasukkan ke dalam portofolio.

Sejak awal tahun hingga Juli lalu, harga ekspor produk baja meningkat 43,3% menjadi US$ 686 per ton. Peningkatan ini jelas merupakan sentimen positif bagi saham emiten baja.

Pasalnya, dengan kenaikan ini harga jual produk emiten baja juga ikut meningkat sehingga memberikan dorongan positif terhadap kinerja keuangan emiten produsen baja seperti PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST), PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA), dan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS).

Meski begitu, analis First Asia Capital David Sutyanto belum merekomendasikan pelaku pasar untuk berinvestasi di saham emiten baja. "Saya belum melihat sesuatu yang mengesankan dari saham baja karena harganya masih rendah walaupun ada sentimen positif seperti ini," ujar David kepada KONTAN, Senin (18/9).

David pun memandang sektor ini sebagai sektor yang unik. Seringkali sentimen positif yang menerpa sektor baja tak selalu membuat saham-saham di sektor ini jadi meningkat. David justru melihat saham-saham seperti GDST, BAJA, dan KRAS justru tertekan sejak awal tahun lalu.

Saham BAJA misalnya. Meski sejak awal tahun harga ekspor baja terus bergerak naik, saham ini justru terus tertekan. Hingga Selasa (19/9), saham ini sudah tertekan 38,53% year to date (ytd).

Nasib KRAS dan GDST pun tak beda jauh. Kedua saham ini terus meluncur turun sejak awal tahun. Bahkan, KRAS sempat menyentuh level terendah sebesar Rp 500 per saham di tahun ini.

Selain itu, kondisi bisnis baja yang terus diserang produk impor pun tak menjadikan prospek saham emiten baja jadi lebih membaik. "Sekarang banyak konsumen baja lebih memilih membeli baja impor karena harganya yang lebih murah. Ini membuat pangsa pasar emiten baja agak tergerus," papar David.

Besarnya pangsa pasar domestik para emiten baja tersebut membuat mereka harus bekerja lebih keras untuk kembali menaikkan market share domestik. Untuk itu, emiten baja harus menurunkan harga jualnya supaya bisa merebut kembali pasar yang telah beralih ke baja impor tersebut. "Namun, hal itu agak sulit karena masih banyak bahan baku emiten baja yang masih harus diimpor," tutup David.

Ia merekomendasikan buy on weakness untuk saham GDST, BAJA, dan KRAS. Target harga yang dipasang David untuk saham GDST ialah Rp 115 per saham. Sementara untuk saham BAJA, ia menargetkan harga di level Rp 230 per saham dan saham KRAS di target harga Rp 600 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×