Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Aset berisiko seperti saham dan kripto kembali bersinar. Kondisi risk-on pasar didorong oleh data Producer Price Index (PPI) Amerika Serikat (AS) bulan September yang tidak mengalami peningkatan, mengindikasikan inflasi yang stabil.
Analis Reku Fahmi Almuttaqin mengatakan, tren positif yang terjadi di pasar kripto pada awal pekan ini meredakan kekhawatiran investor terkait perkembangan inflasi AS, pasca rilis data Inflasi Consumer Price Index (CPI) AS yang lebih tinggi 0,1% dari ekspektasi.
Selain itu, sempat meningkatnya klaim tunjangan pengangguran inisial mingguan AS juga turut meningkatkan kehati-hatian investor jelang pertemuan penentuan kebijakan suku bunga The Fed pada 6-7 November mendatang. Ini turut memberikan tekanan pada harga Bitcoin dan pasar kripto secara umum pekan lalu.
Namun, meskipun kekhawatiran investor mulai terlihat mereda, saat ini belum terlihat adanya sentimen positif jangka pendek yang cukup kuat baik dari faktor internal di pasar kripto sendiri maupun faktor eksternal. Dengan demikian, fluktuasi masih berpotensi terjadi.
Fahmi menyebutkan, data inflasi harga belanja personal (PCE) yang akan dirilis pada 31 Oktober nanti akan menjadi variabel penting yang dapat mempengaruhi sentimen pasar. Mengingat data tersebut merupakan data inflasi yang digunakan sebagai acuan oleh The Fed.
Apabila inflasi PCE secara bulanan pada September naik sesuai ekspektasi yakni sebesar 0,2%, The Fed mungkin akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Namun, jika kenaikan inflasi September secara bulanan menyentuh angka 0,3%, kemungkinan The Fed akan menahan suku bunga pada level saat ini dapat dikatakan akan cukup terbuka.
"Skenario terbaik bagi Bitcoin dan aset kripto lainnya adalah jika ternyata inflasi PCE naik lebih baik dari ekspektasi, seperti sebesar 0,1%, dan The Fed menurunkan suku bunga 50 basis poin,” jelas Fahmi dalam siaran pers, Rabu (16/10).
Fahmi menuturkan, satu bulan pasca The Fed menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan 17-18 September lalu, Indeks saham AS seperti Nasdaq (CCMP) dan S&P 500 (SPX) terlihat berada pada tren bullish yang cukup solid dengan kenaikan masing-masing di atas 3% sejak dipangkasnya suku bunga.
Begitu juga dengan aset kripto, melansir CoinMarketCap, Kamis (17/10) pukul 12.50 WIB, Bitcoin telah melesat lebih dari 15% dalam satu bulan terakhir dan 10,41% dalam tujuh hari terakhir ini di level US$ $67.305 atau setara di atas Rp 1 miliar.
Fahmi melihat, pulihnya iklim investasi di instrumen yang cenderung berisiko seperti aset kripto dan Saham AS menjadikan dua aset ini menjadi pilihan investasi yang semakin menarik.
Terlebih secara historis, dimulainya penurunan suku bunga cenderung menjadi awal dari tren kebijakan ekonomi yang lebih longgar untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan iklim investasi dalam jangka waktu yang lebih panjang.
"Situasi saat ini dapat berpotensi menjadi awal katalis meningkatnya aliran dana masuk di pasar saham AS dan kripto," sambungnya.
Katalis Positif
Selain regulasi ekonomi AS yang lebih longgar, pemilu AS juga turut menjadi katalis yang dapat berpotensi mendorong kinerja Bitcoin dan Saham AS. Secara historis, saham AS cenderung naik setelah pemilihan presiden.
Fahmi memaparkan, pada pemilihan Presiden Joe Biden pada November 2020 lalu, saham AS melonjak 12,74%. Kemudian pada pemilihan Presiden Donald Trump pada tahun 2016, saham AS melesat 6,01% dan naik 2,48% pada pemilihan presiden Barack Obama pada November 2012.
Begitu juga dengan Bitcoin. Secara historis, pasar kripto juga cenderung mengalami tren positif dengan reli yang cukup kuat pasca pemilihan presiden Amerika Serikat.
Pasca periode pemilihan presiden Amerika Serikat sebelumnya yang terjadi pada 3 November 2020, harga Bitcoin terapresiasi signifikan dari level US$ 13.000 hingga hampir mencapai US$ 30.000 pada akhir Desember 2020, sebelum melanjutkan reli hingga mendekati level US$ 70.000 pada 2021.
Guna mengoptimalkan potensi di pasar, Reku mengimbau masyarakat untuk tetap mengambil keputusan dengan bijak. Dalam memilih saham AS, investor perlu memperhatikan fundamental perusahaan seperti kapitalisasi pasar, kinerja keuangan, valuasi, naratif yang berkembang di kalangan investor, dan lain sebagainya, untuk mempertimbangkan kelayakan dan potensi suatu saham.
Saat ini, investor juga bisa memantau nilai perusahaan saham AS dengan mudah melalui fitur Insights di Reku, yang menyediakan scoring system untuk setiap aspek fundamental perusahaan, termasuk Buzz Score yang merangkum sentimen perusahaan berdasarkan berita di media sosial dan media massa.
Bagi investor pemula, menabung rutin atau yang banyak dikenal dengan istilah Dollar-Cost Averaging (DCA), menjadi salah satu strategi investasi yang menarik untuk diadopsi di tengah outlook positif yang ada saat ini. Melalui strategi DCA, investor bisa mendapatkan harga rata-rata dari fluktuasi harga yang cenderung tinggi pada instrumen seperti aset kripto dan saham.
"Saat ini investor juga bisa lebih mudah untuk melihat rangkuman investasinya dari waktu ke waktu melalui fitur Portfolio Analysis yang tersedia di Reku. Sehingga performa investasi secara periodik dan koin pun dapat dipantau secara real-time tanpa harus menghitung secara manual,” imbuh Fahmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News