Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Ciputra Development Tbk (CTRA) bersama Credit Suisse cabang Singapura wajib menyiapkan dana setidaknya Rp 710,84 miliar untuk buyback saham. Dana ini digunakan untuk membeli kembali saham jika ternyata ada pemegang saham yang tidak menyetujui merger PT Ciputra Property Tbk (CTRP) dan PT Ciputra Surya Tbk (CTRS) ke dalam induk usahanya itu.
Tapi, buyback dibatasi paling banyak 2,5% dari jumlah saham yang telah dikeluarkan dan disetor penuh. "Maksimal 2,5% untuk masing-masing entitas," ujar Tulus kepada KONTAN akhir pekan lalu, Jumat (2/12).
CTRA akan menjadi pembeli siaga atau standby buyer pemegang saham CTRA yang tidak setuju, maksimal 2,5%. Sementara, Credit Suisse akan menjadi standby buyer pemegang saham CTRP dan CTRS yang tidak setuju dengan merger, masing-masing maksimal 2,5%.
Sebagai informasi, aksi korporasi ini menggunakan acuan laporan keuangan periode Juni 2016. Pada semester pertama lalu, jumlah modal ditempatkan dan disetor CTRA sekitar 15,33 miliar saham. Andai skenario terburuknya ada pemegang saham yang tidak setuju merger, CTRA wajib buyback maksimal 383,27 juta saham dengan harga Rp 1.350 per saham.
Harga ini merupakan harga wajar yang sebelumnya telah ditentukan. Dus, CTRA setidaknya perlu menyiapkan sekitar Rp 517,41 miliar untuk buyback.
Hal serupa juga berlaku untuk CTRP. Jumlah modal ditempatkan dan disetor CTRP sekitar 6,26 miliar saham. Jadi, Credit Suisse perlu menyiapkan minimal Rp 83,68 miliar untuk buyback 156,41 juta dengan harga Rp 535 per saham.
Demikian pula dengan CTRS yang memiliki jumlah modal ditempatkan dan disetor sekitar 2 miliar saham. Credit Suisse harus menyiapkan Rp 109,75 miliar untuk buyback 50,11 juta saham di harga Rp 2.190 per saham.
Karena tidak ada perubahan kontrol, buyback akan dilakukan selayaknya jual beli saham di pasar reguler, bukan melalui skema tender offer. "Dana buyback kami siapkan dari kas internal," tambah Tulus.
Merger ini diharapkan rampung pada akhir 2016. Merger ini memiliki rasio penggabungan sebesar 2,13 kali untuk CTRS dan 0,54 kali untuk CTRP. Setiap pemegang satu saham CTRS pada saat merger efektif, akan menerima 2,13 saham CTRA. Setiap pemegang satu saham CTRP, akan menerima 0,54 saham CTRA.
Adapun alasan dibalik merger ini adalah rendahnya likuiditas saham CTRP dan CTRS. Rata-rata nilai perdagangan harian kedua saham dalam 12 bulan terakhir masing-masing Rp 6,4 miliar dan Rp 3 miliar.
Rata-rata nilai perdagangan harian CTRA Rp 24,1 miliar pada periode yang sama. Setelah merger, CTRA sebagai perusahaan hasil penggabungan, akan memiliki kapitalisasi pasar yang lebih besar.
Hal ini bisa meningkatkan kemungkinan masuk ke dalam indeks MSCI Indonesia. "Sehingga, penggabungan ini akan menjadi wadah bagi para pemegang saham CTRS dan CTRP untuk menukar sahamnya dengan saham-saham dalam CTRA yang lebih likuid," jelas Tulus.
Langkah Grup Ciputra melakukan merger ini akan berdampak positif bagi fundamental perseroan tersebut. Analis Mandiri Sekuritas Liliana Bambang menyebutkan, merger ini antara lain akan membuka valuasi CTRS yang sebenarnya.
Selama ini, Liliana menilai CTRS ditransaksikan dalam valuasi yang terlampau rendah. Saham CTRS sebelum ini ditransaksikan dengan diskon net asset value (NAV) sebesar 77% dan PER 12,3 kali.
Posisi ini jauh di bawah saham CTRA yang memiliki diskon NAV sebesar 49%. "Jadi, merger ini akan membantu pemegang saham CTRS membuka nilai sahamnya yang sebenarnya terdiskon besar karena likuiditasnya," tulis Liliana dalam risetnya.
Selain itu, merger ini akan memunculkan potensi kenaikan 12% terhadap NAV saham CTRA, menuju level Rp 3.453 per saham. Net gearing CTRA juga akan membaik, jadi 24% dari 33% seiring dengan meningkatnya ekuitas menjadi Rp 11,7 triliun dari Rp 8,5 triliun. Kapitalisasi pasar CTRA juga akan naik dari Rp 24 triliun jadi Rp 29 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News