kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Gojek Tokopedia (GOTO) Bersiap IPO, Ini Rekomendasi Para Analis


Selasa, 15 Maret 2022 / 19:39 WIB
Gojek Tokopedia (GOTO) Bersiap IPO, Ini Rekomendasi Para Analis
ILUSTRASI. GoTo, perusahaan hasil merger antara aplikasi ride hailing Gojek dan e-commerce Tokopedia.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) sedang menggelar penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan yang diklaim sebagai ekosistem digital terbesar di Indonesia ini mengincar dana setidaknya Rp 15,2 triliun (US$ 1,1 miliar), dengan tambahan Rp 2,3 triliun (US$ 160 juta) dari greenshoe.

Dalam IPO ini, GOTO menawarkan sebanyak 48 miliar saham baru Seri A dengan kemungkinan ditingkatkan sampai sebanyak-banyaknya 52 miliar saham baru dan mewakili hingga 4,35% dari modal ditempatkan dan disetor setelah selesainya IPO (tidak termasuk saham tambahan dari opsi penjatahan lebih).

Kisaran harga untuk IPO ditetapkan sebesar Rp 316 hingga Rp 346 per saham. Sehingga kapitalisasi pasar saat pencatatan saham di BEI diperkirakan mencapai antara Rp 376,6 triliun (US$ 26,2 miliar) dan Rp 413,7 triliun (US$ 28,8 miliar), salah satu yang tertinggi di BEI.

Menurut Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat, tidak bisa dihindarkan bahwa publik akan membanding-bandingkan IPO GOTO dengan perusahaan teknologi lain yang sudah melantai di BEI, yakni PT Bukalapak.com Tbk (BUKA). Meski kondisi GOTO dan BUKA berbeda, tapi ada sejumlah hal yang perlu dicermati.

Baca Juga: Ada Skema Greenshoe dan Hak Suara Multipel di IPO GoTo, Begini Penjelasannya

Melantai di BEI sejak 6 Agustus 2021, IPO Bukalapak sempat membuat euforia pelaku pasar. Mencatatkan saham perdana dengan harga IPO Rp 850, BUKA memegang rekor nilai IPO terbesar sejumlah Rp 21,9 triliun.

Namun, euforia BUKA tak berlangsung lama. Saham BUKA sudah anjlok dengan tajam ke level Rp 276 sampai dengan perdagangan Selasa (15/3).

Teguh menyoroti, harga penawaran IPO GOTO memang lebih murah di kisaran Rp 316 hingga Rp 346 per saham, meski dengan marketcap yang jumbo di atas Rp 400 triliun. Jika diestimasi marketcap BUKA saat IPO sebesar Rp 80-an triliun, maka marketcap GOTO empat kali lipat lebih besar dari BUKA.

Hal ini bisa dijustifikasi lantaran jika dibandingkan dalam bisnis e-commerce, Tokopedia lebih unggul dalam hal pangsa pasar dibandingkan Bukalapak. Belum lagi jika ditambahkan ekosistem Gojek sebagai pemimpin pasar di industri transportasi online.

Bahkan, marketcap GOTO juga sangat jumbo jika dibandingkan salah satu konglomerasi raksasa di Indonesia, yakni PT Astra Internasional Tbk (ASII). Marketcap Astra sekitar Rp 255 triliun, nyaris setengah dari marketcap GOTO. Padahal, dari sisi kinerja keuangan, GOTO senasib dengan BUKA, masih sama-sama menanggung kerugian.

Baca Juga: Mitra Driver, Merchant, Pelanggan Gojek-Tokopedia Dapat Jatah Saham IPO GoTo

"Perusahaan sama-sama rugi dan valuasinya jauh lebih tinggi, bagaimana pun orang akan membandingkan dengan Bukalapak. Kalau pada IPO Bukalapak saya menyarankan untuk tidak membeli sahamnya, sebenarnya untuk GoTo ini saya menyarankan hal yang sama," kata Teguh saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (15/3).

Dari sisi momentum, lanjut Teguh, ada perbedaan signifikan antara IPO BUKA dan GOTO. Saat BUKA menggelar IPO pertengahan tahun lalu, saham-saham teknologi seperti yang berada di Amerika Serikat sedang menjadi primadona.

Namun belakangan ini saham-saham teknologi semacam Amazon, Alibaba, Facebook, dan Netflix tengah merosot. Alhasil, Teguh melihat IPO GOTO tidak sedang berada di momentum yang tepat untuk perusahaan teknologi.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Teguh pun menyarankan pelaku pasar untuk wait and see terlebih dulu. "Kita lihat saja dulu. Bukalapak jadi contoh yang nyata, sahamnya turun. Tidak ada jaminan GoTo tidak bernasib sama. Mungkin di masa mendatang akan untung, tapi saat ini saya belum merekomendasikan sahamnya," tegas Teguh.

Sementara itu, Analis Fundamental B-Trade Raditya Krisna Pradana berharap skema greenshoe option dan hak suara multipel atau multiple voting shares (MVS) bisa efektif untuk ikut menjaga harga saham GOTO setelah melantai di BEI. Sehingga menawarkan rasa aman terhadap investor yang akan membeli saham GOTO, agar tidak jatuh di bawah harga penawaran perdana.

Raditya melihat sebagian investor masih trauma terhadap kejatuhan harga saham teknologi di lini e-commerce sebelumnya. Meski, sebagian lainnya sangat antusias terhadap IPO GOTO ini.

Baca Juga: Mitra Driver, Merchant, Pelanggan Gojek-Tokopedia Dapat Jatah Saham IPO GoTo

Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi alasan pelaku pasar untuk buy atau tidak berpartisipasi dalam IPO GOTO. Bagi yang memilih buy, mereka optimistis dengan prospek dan ekosistem GoTo yang kuat.

Selain itu, adanya skema greenshoe dan MVS yang akan menopang harga saham GOTO, serta tercatat sebagai calon emiten dengan big caps di jajaran 5 besar membawa euforia yang tinggi.

Sedangkan untuk yang tidak ingin membeli saham GOTO saat IPO, didasarkan pada dua pertimbangan ini. Pertama, GOTO belum mampu membukukan keuntungan bersih secara tahunan. GOTO juga masih berpotensi mencatatkan kerugian bersih dalam beberapa tahun ke depan.

Baca Juga: IPO GoTo, Ini Rincian Penggunaan Dananya

Kedua, IPO GOTO berada di momentum ketidakpastian pasar yang cukup tinggi. Dikelilingi sejumlah faktor seperti geopolitik konflik Rusia-Ukraina, rencana kenaikan suku bunga The Fed, hingga rencana lockdown di China.

Rencana kenaikan suku bunga oleh The Fed menjadi pemberat terutama untuk sektor teknologi. Sebab, hal ini berpotensi meningkatkan beban bunga emiten-emiten teknologi.

"Menurut analisis kami, wait and see merupakan suatu langkah yang bijak dalam kondisi ini. Kami prefer melihat pergerakan GoTo saat sudah melantai di bursa," ujar Raditya.

Dihubungi terpisah, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana melihat bahwa sebagai market leader di sektornya, potensi pertumbuhan GOTO memang menarik. Namun, secara fundamental GOTO masih merugi, dengan kerugian sekitar Rp 12 triliun per September 2021.

Oleh sebab itu, GOTO tidak bisa diharapkan meraih laba bersih dalam jangka pendek. Sehingga yang akan dilihat investor hanya dari sisi growth dan penguasaan pangsa pasar. "Dengan demikian harga GOTO akan volatile mengikuti persepsi investor terhadap dua hal tersebut," kata Wawan.

Dengan marketcap yang besar sekitar Rp 377 triliun - Rp 413 triliun, GOTO berarti setara dengan sekitar 5% dari total marketcap IHSG dan menempati posisi keempat di bawah BBCA, BBRI dan TLKM.

"Dari fund manager yang tracking index akan cenderung mengkoleksi GOTO," imbuh Wawan.

Di sisi lain, skema greenshoe memang memberikan keyakinan pada investor bahwa harga saham GOTO akan dijaga tidak lebih rendah dari harga IPO. Skema ini juga dinilai untuk menjaga harga saham GOTO agar menarik bagi investor global, mengingat rencana GOTO melakukan dual listing di bursa saham luar negeri.

Namun, opsi pada skema greensoe ini terbatas karena sekitar 15% dari lembar saham IPO. Jadi apabila setelah dilakukan pembelian hingga 7,8 miliar lembar saham harganya masih turun, maka harga saham GOTO bisa jebol.

Baca Juga: Pekan ini, KPPU Sampaikan Hasil Penilaian Merger Gojek dan Tokopedia

Wawan mengingatkan, meski dengan segala prospeknya, secara fundamental GOTO masih merugi. Wawan berpesan agar pelaku pasar tidak FOMO (Fear of Missing Out) alias hanya ikut-ikutan.

"Berkaca pada IPO jumbo sebelumnya BUKA dan MTEL harga bisa saja turun atau dalam kasus MTEL cenderung tidak bergerak. Investor bisa menunggu di pasar sekunder untuk melihat dulu perkembangannya," ujar Wawan.

Jika tertarik, investor bisa membeli dengan tetap mempertimbangkan faktor risiko. Seperti memiliki exit strategi yang disiplin. Misalnya, cutloss jika rugi 10% dan profit taking jika sudah 20%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×