Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Teguh pun menyarankan pelaku pasar untuk wait and see terlebih dulu. "Kita lihat saja dulu. Bukalapak jadi contoh yang nyata, sahamnya turun. Tidak ada jaminan GoTo tidak bernasib sama. Mungkin di masa mendatang akan untung, tapi saat ini saya belum merekomendasikan sahamnya," tegas Teguh.
Sementara itu, Analis Fundamental B-Trade Raditya Krisna Pradana berharap skema greenshoe option dan hak suara multipel atau multiple voting shares (MVS) bisa efektif untuk ikut menjaga harga saham GOTO setelah melantai di BEI. Sehingga menawarkan rasa aman terhadap investor yang akan membeli saham GOTO, agar tidak jatuh di bawah harga penawaran perdana.
Raditya melihat sebagian investor masih trauma terhadap kejatuhan harga saham teknologi di lini e-commerce sebelumnya. Meski, sebagian lainnya sangat antusias terhadap IPO GOTO ini.
Baca Juga: Mitra Driver, Merchant, Pelanggan Gojek-Tokopedia Dapat Jatah Saham IPO GoTo
Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi alasan pelaku pasar untuk buy atau tidak berpartisipasi dalam IPO GOTO. Bagi yang memilih buy, mereka optimistis dengan prospek dan ekosistem GoTo yang kuat.
Selain itu, adanya skema greenshoe dan MVS yang akan menopang harga saham GOTO, serta tercatat sebagai calon emiten dengan big caps di jajaran 5 besar membawa euforia yang tinggi.
Sedangkan untuk yang tidak ingin membeli saham GOTO saat IPO, didasarkan pada dua pertimbangan ini. Pertama, GOTO belum mampu membukukan keuntungan bersih secara tahunan. GOTO juga masih berpotensi mencatatkan kerugian bersih dalam beberapa tahun ke depan.
Baca Juga: IPO GoTo, Ini Rincian Penggunaan Dananya
Kedua, IPO GOTO berada di momentum ketidakpastian pasar yang cukup tinggi. Dikelilingi sejumlah faktor seperti geopolitik konflik Rusia-Ukraina, rencana kenaikan suku bunga The Fed, hingga rencana lockdown di China.
Rencana kenaikan suku bunga oleh The Fed menjadi pemberat terutama untuk sektor teknologi. Sebab, hal ini berpotensi meningkatkan beban bunga emiten-emiten teknologi.
"Menurut analisis kami, wait and see merupakan suatu langkah yang bijak dalam kondisi ini. Kami prefer melihat pergerakan GoTo saat sudah melantai di bursa," ujar Raditya.
Dihubungi terpisah, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana melihat bahwa sebagai market leader di sektornya, potensi pertumbuhan GOTO memang menarik. Namun, secara fundamental GOTO masih merugi, dengan kerugian sekitar Rp 12 triliun per September 2021.