Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Perdagangan saham pada Oktober mendatang bakal semakin ramai. PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia akan jadi pendatang baru setelah menggelar penawaran saham perdana (IPO). Anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) ini akan menerbitkan 10,89 miliar saham anyar.
Jumlah saham itu setara 30% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh. GMF mematok harga saham IPO di kisaran Rp 390 hingga Rp 510 per saham. Dengan begitu, mereka berpotensi mengantongi dana Rp 4,24 triliun-Rp 5,5 triliun.
Jika terserap maksimal, IPO GMF akan menjadi IPO dengan nilai emisi terbesar sepanjang tahun ini. Ada empat sekuritas ditunjuk menjadi penjamin pelaksana emisi efek, yakni PT Bahana Sekuritas, PT BNI Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, serta PT Mandiri Sekuritas.
Iwan Joeniarto, Direktur Utama GMF, bilang, 60% perolehan dana IPO akan digunakan untuk investasi dan ekspansi perusahaan, baik organik maupun anorganik. Lalu, 25% dana IPO dipakai buat modal kerja dan sisanya guna refinancing utang.
Melalui tambahan modal ini, GMF berambisi masuk dalam 10 besar perusahaan perawatan, perbaikan, dan overhaul (MRO) pesawat di dunia. "Target kami memperoleh pendapatan US$ 1 miliar di tahun 2021 mendatang," ujar Iwan, Senin (11/9).
Kelak, menurut Iwan, 20% saham IPO GMF akan ditawarkan kepada investor sektor keuangan. Sementara 10% saham dialokasikan untuk partner strategis. GMF tengah membidik beberapa investor potensial dari dalam dan luar negeri, terutama yang ada di Jakarta, Singapura, Hong Kong, Kuala Lumpur. "Untuk investor strategis, ada beberapa yang sudah minat, dari Asia dan Eropa. Tapi sekarang, kami fokus dulu ke IPO untuk publik," imbuh Iwan.
Laksono Widodo, Managing Director Mandiri Sekuritas, mengatakan, harga saham IPO GMF mencerminkan valuasi price to earning ratio (PER) 14,5 kali18,9 kali.
Prospek saham
Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai, saham perdana GMF Aero Asia layak jadi perhatian. Pasalnya, secara valuasi, harga saham IPO GMF cukup menarik, masih lebih rendah dari PER rata-rata Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Selain itu, GMF juga berhasil menorehkan kinerja positif. Sebagai informasi, hingga kuartal I 2017, GMF mencetak pendapatan US$ 106,08 juta, naik dibanding periode yang sama tahun lalu US$ 61,6 juta. Akhir 2016 lalu, pendapatan GMF naik 27,18% year on year (yoy) menjadi US$ 389 juta. Lalu, laba bersih tahun berjalannya US$ 57,74 juta, naik ketimbang raihan di 2015 sebesar US$ 36,18 juta.
Sayang, Alfred menyebutkan, kinerja biru yang ditorehkan GMF tak seiring dengan performa positif sang induk. Secara psikologis, rapor merah GIAA bakal turut membebani prospek saham GMF di masa yang akan datang.
"Dari sisi harga memang menarik. Tapi, dengan kondisi holding sekarang, seharusnya GMF bisa beri diskon harga yang lebih besar lagi," kata Alfred. Apalagi saat ini, cukup banyak perusahaan tercatat di bursa yang juga memiliki PER yang lebih rendah dari PER rata-rata IHSG.
Secara sektoral, daya tarik saham IPO GMF pun masih kalah dengan saham sektor komoditas yang tengah naik daun. Dengan kondisi tersebut, Alfred memandang, saham GMF nantinya lebih banyak diminati oleh investor strategis dibandingkan dengan pemodal keuangan. Soalnya, investor strategis punya orientasi jangka panjang.
Bagi yang berminat, masa penawaran umum saham IPO GMF berlangsung mulai 24 Oktober 2017 nanti. Sedangkan pencatatan saham di BEI, rencananya pada 10 September 2017 mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News