Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan ini sejumlah emiten mencatatkan akhir dari periode pembelian kembali (buyback) saham tanpa memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).
Asal tahu saja, sejak Maret 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan emiten melakukan buyback tanpa RUPS terlebih dahulu. Ini salah satu upaya OJK untuk menstimulus perekonomian dan mengurangi dampak pasar yang fluktuatif karena pandemi Covid-19.
Hingga habisnya periode buyback itu, ada emiten yang belum merealisasikan rencananya seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Berdasar keterbukaan informasi, ANTM berencana buyback saham sebanyak-banyaknya hingga Rp 100 miliar. Akan tetapi hingga saat ini ANTM belum merealisasikannya sama sekali, padahal batas waktu buyback hingga 16 Juni 2020.
Baca Juga: Sentimen suku bunga acuan Bank Indonesia, tidak berpengaruh signifikan ke IHSG
Menanggapi hal ini, Analis Royal Investium Sekuritas Wijen Pontus menjelaskan bahwa emiten tidak memiliki kewajiban untuk melaksanakan buyback saham sebesar yang direncanakan. Sehingga ketika kondisi emiten tidak memungkinkan, maka buyback tidak dilakukan. "Emiten tidak perlu memaksakan diri untuk buyback jika kondisi keuangan sedang menurun," kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (15/6).
Adapun kondisi emiten yang tidak memungkinkan untuk buyback masih akan terjadi. Mengingat, efek pandemi Covid-19 baru akan terasa pada pecatatan kuartal dua tahun ini. Di sisi lain, adanya pembukaan perekonomian secara bertahap melalui penerapan kenormalan baru justru berisiko menimbulkan Covid-19 gelombang kedua.
Kondisi ini juga yang menurut Wijen Pontus masih berpotensi menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga pertengahan Juli 2020 mendatang.
Baca Juga: Wall Street tertekan infeksi baru di China dan AS
Tidak jauh berbeda, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengamati, dalam periode buyback ini emiten cenderung wait and see. "Emiten pun melihat pasar terlebih dahulu, mulai dari keadaan makro ekonomi dan kondisi global seperti apa," kata Nico kepada Kontan.co.id hari ini.
Nico menambahkan, jika buyback tanpa RUPS tetap diberlakukan ke depan, maka hasilnya tidak akan jauh berbeda dengan yang teralisasi sejauh ini. Walaupun begitu, dia menganggap buyback masih diperlukan. Hanya saja emiten memang perlu menunggu momentum yang tepat.
Asal tahu saja, berdasar catatan Kontan.co.id, per 27 Mei 2020, realisasi buyback masih mini. Tercatat, total nilai yang direalisasikan mencapai Rp 1,56 triliun atau setara 8,1% dari total rencana keseluruhan yang sebesar Rp 19,5 triliun.
Baca Juga: Masuki era new normal, perlukah perdagangan di bursa secepatnya dinormalkan?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News