Reporter: Dimas Andi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten pertambangan berencana melebarkan sayap bisnisnya dengan berekspansi mencari tambang baru di luar negeri.
Salah satunya adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang belum lama ini mengumumkan rencana untuk mengakuisisi tambang emas dan tembaga milik Wolfram Limited di Australia. Untuk mendanai sebagian akuisisi tersebut, BUMI menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I BUMI Tahap I Tahun 2025 dengan nilai emisi sebesar Rp 350 miliar.
PT United Tractors Tbk (UNTR) juga mengungkap rencana akuisisi tambang mineral baik berupa emas ataupun nikel di luar negeri, khususnya Australia. Salah satu alasan UNTR memilih ekspansi ke luar negeri adalah kondisi mayoritas tambang mineral skala besar di Indonesia yang sudah dimiliki oleh perusahaan lain dan statusnya tidak dijual.
Pihak UNTR telah memantau hampir seluruh tambang mineral di Australia, terutama di Australia Barat dan Queensland. Hanya saja, sejauh ini UNTR belum menemui kata sepakat dengan pemilik tambang yang diakuisisinya di Australia.
Baca Juga: Asuransi Asei Beberkan Sejumlah Tantangan yang Dirasakan pada Semester I-2025
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga pernah memaparkan penjajakan potensi akuisisi tambang emas di luar negeri. Ekspansi ini untuk meningkatkan nilai tambah bagi ANTM sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap tambang emas Pongkor atau pembelian emas dari perusahaan lain.
Di luar itu, ada PT BUMA Internasional Grup Tbk (DOID) yang kembali meneruskan kegiatan operasinya di Australia dengan memperpanjang kontrak selama dua tahun dengan BHP dan Mitsubishi Alliance (BMA) hingga 2027. Perpanjangan kontrak ini dilakukan oleh salah satu anak usaha DOID, yaitu BUMA Australia Pty Ltd.
Kontrak ini berupa penyediaan jasa pertambangan di Tambang Goonyella Riverside, sebuah tambang batubara metalurgi utama di Bowen Basin, Central Queensland, Australia.
Sebelumnya, DOID melalui PT Bukit Makmur Internasional mengakuisisi 51% saham di Dawson Complex senilai US$ 455 juta pada November 2024 silam. Dawson memiliki tambang batubara metalurgi terbesar di Australia.
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, wajar apabila banyak emiten Indonesia yang mengincar tambang di Australia. Sebab, negara tersebut dikenal sebagai pemilik cadangan mineral dan batubara terbesar di dunia dengan ekosistem pertambangan yang sudah sangat mapan, mulai dari infrastruktur, regulasi, hingga akses ke pembiayaan dan teknologi.
Menurutnya, emiten seperti BUMI, UNTR, ANTM, dan DOID, ekspansi ke Australia bukan semata soal melimpahnya cadangan, melainkan juga bagian dari strategi diversifikasi geografis. Ini mengingat, tantangan soal perizinan dan kepastian hukum di dalam negeri semakin kompleks. Belum lagi, cadangan baru di Tanah Air sudah mulai menipis.
“Selain itu, dengan tren global ke arah energi baru dan transisi energi, kepemilikan atas aset tambang mineral strategis seperti emas, tembaga, atau batubara metalurgi menjadi nilai tambah yang sangat besar,” ungkap dia, Senin (21/7).
Senada, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas Imam Gunadi mengatakan, Australia memiliki regulasi pertambangan yang relatif stabil dan terbuka terhadap investasi asing. Alhasil, emiten tambang Indonesia melihat iklim investasi di Australia tergolong kondusif.
Ekspansi ke luar negeri, khususnya Australia, dapat memberi peluang akses terhadap komoditas bernilai tinggi seperti emas, tembaga, batubara metalurgi, dan bahkan mineral untuk transisi energi yaitu lithium.
Tak hanya itu, bagi emiten Indonesia, ekspansi ke Australia tidak hanya dilakukan untuk mengincar cadangan sumber daya alam saja, melainkan juga potensi keuntungan dari sisi nilai tukar. Salah satu keuntungan strategis yang dapat diperoleh adalah jika emiten tersebut melakukan penjualan produk tambang dalam mata uang negara setempat, yaitu dollar Australia (AUD).
“Langkah ini berpotensi memberikan nilai tambah finansial, terutama ketika nilai tukar AUD terhadap rupiah atau mata uang lainnya menguat,” kata dia, Senin (21/7).
Walau begitu, Ekky menyebut, emiten tambang yang hendak ekspansi ke luar negeri harus berhadapan dengan risiko kebutuhan capital expenditure (capex) yang besar dan waktu yang relatif lama sebelum proyek tambang tersebut menghasilkan arus kas positif.
Risiko lainnya adalah sumber daya manusia di luar Indonesia relatif lebih mahal, sehingga membuat beban umum dan administrasi emiten membengkak. Ini belum termasuk risiko perbedaan regulasi tenaga kerja yang berbeda antara Indonesia dan negara lain seperti Australia.
“Namun, dalam jangka panjang, ekspansi ini tetap bernilai strategis jika dilakukan dengan disiplin finansial dan tata kelola usaha yang kuat,” imbuh dia.
Ekky menambahkan, tren ekspansi emiten tambang ke luar negeri diperkirakan akan berlanjut, terutama oleh emiten yang sudah mapan secara keuangan dan operasional. Emiten yang memiliki cadangan kas besar, struktur utang rendah, dan manajemen ekspansi yang prudent dinilai lebih siap untuk mengambil langkah ekspansi ini.
Tak hanya itu, ekspansi ke luar negeri juga bisa dilakukan oleh emiten yang ingin mengubah citra atau memperluas portofolio bisnisnya.
Lebih lanjut, Ekky menyebut saham BUMI cukup menarik secara teknikal dan memiliki potensi rebound dengan target harga jangka panjang di level Rp 150 per saham. Selain itu, ada saham UNTR yang sudah membentuk high baru sebagai indikasi bahwa kenaikan harga bisa berlanjut. Target harga saham UNTR terdekat ada di level Rp 23.500 per saham dan jika berlanjut bisa bergerak ke level Rp 25.000 per saham.
Sementara itu, Imam merekomendasikan buy on breakout saham BUMI jika berhasil breakout di area Rp 110—122 per saham. Dia menargetkan saham BUMI dapat bergerak ke level Rp 128 per saham kemudian ke level Rp 148 per saham.
Saham DOID dinilai Imam bergerak dalam tren sideways. Menurutnya, saham emiten ini akan menarik jika berhasil breakout level Rp 384 per saham dengan target harga terdekat di level Rp 400 per saham kemudian di level Rp 442 per saham.
Saham ANTM juga disebut baru mengalami breakout pola reversal double bottoms dan berpotensi menguat dengan target harga Rp 3.370 per saham, kemudian ke level Rp 3.600 per saham.
Baca Juga: Pefindo Kantongi Mandat Obligasi BUMN Sebesar Rp 11,15 Triliun di Sisa 2025
Selanjutnya: Pemerintah Buka Seleksi Calon Dewan Pengawas INA dari Profesional, Cek Persyaratannya
Menarik Dibaca: Sisa 11 Hari Lagi, Tiket Diskon Kereta Api Sudah Terjual 89%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News