Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perunggasan atau poultry masih cukup menantang di sisa tahun ini. Hal tersebut seiring masih melemahnya harga ayam jenis broiler maupun day old chicken (DOC).
Sebelumnya, pemerintah lewat kementerian pertanian memandatkan kepada 48 produsen unggas di Indonesia untuk melakukan program culling atau pemusnahan ayam broiler berusia di atas 68 minggu pada 26 Juni sampai 9 Juli lalu.
Baca Juga: Harganya terperosok di pekan lalu, ini performa saham, PER dan PBV emiten poultry
Analis Mirae Asset Sekuritas Mimi Halimin menyampaikan, pasca pelaksanaan program tersebut, harga rata-rata ayam hidup di bulan Juli sebenarnya mulai pulih. Namun, kenaikan tersebut tidak berlangsung lama.
Di sejumlah daerah, harga rata-rata ayam hidup kembali mengalami penurunan. Misalnya di Jawa Barat, harga rata-rata ayam hidup turun 10,9% (mom) di bulan Agustus.
Bahkan, posisi harga berada di bawah kisaran harga referensi pasar yakni di kisaran Rp 18.000—Rp 20.000 per kilogram.
Saat itu, pelemahan harga terjadi lantaran permintaan masyarakat terhadap ayam cenderung lambat. Keberadaan perayaan Idul Adha pun hanya mampu meningkatkan permintaan terhadap daging sapi dan kambing.
Baca Juga: Kemendag panggil asosiasi bahas anjloknya harga ayam
Pelemahan harga rata-rata ayam hidup kembali berlanjut hingga awal bulan September. “Kami berpikir bahwa harga yang lesu di bulan September adalah bagian dari siklus penurunan harga ayam akibat perayaan bulan Suro,” ungkap Mimi dalam riset 11 September lalu.
Menurutnya, jika harga ayam broiler dan DOC tak kunjung mengalami kenaikan secara signfikan di sisa bulan September, bukan tidak mungkin emiten-emiten poultry akan mencatatkan margin operasi negatif di kuartal III-2019.
Kementerian pertanian sebenarnya masih berusaha menyelamatkan harga ayam. Berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian No. 02003/PK.010/F/09/2019 yang dirilis 2 September 2019, sebanyak 44 perusahaan pembibitan unggas diminta untuk mengurangi produksi bibit ayam sebanyak 10 juta bibit per minggu.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia Fahressi Fahalmesta menyebut, program pengurangan pasokan ayam dalam bentuk apa pun baru akan berdampak secara efektif minimal dua bulan semenjak program tersebut dilaksanakan.
Baca Juga: Harga anjlok, Kemtan pangkas populasi ayam lagi
Maka dari itu, besar kemungkinan harga ayam broiler dan DOC masih akan mengalami penurunan dalam waktu dekat. Ia pun sudah berekspektasi sejak awal bahwa margin emiten-emiten poultry di tahun ini akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Fahressi menjelaskan, lemahnya harga ayam broiler dan DOC bukan hanya persoalan suplai yang terbatas saja. Peran distributor yang berada di tengah-tengah produsen dan konsumen juga patut disoroti.
“Ada indikasi distributor punya bargaining power yang cukup kuat untuk menekan harga ayam di level petani,” terang dia, Jumat (22/9).
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, emiten-emiten poultry sejatinya masih bisa memaksimalkan segmen pakan ternak untuk mendongkrak kinerja keuangan di sisa tahun ini.
Baca Juga: Kemendag: Persoalan sertifikasi halal jadi hambatan ekspor ke negara-negara OKI
Biasanya segmen ini memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan perusahaan kendati dari sisi pertumbuhan margin cenderung lebih rendah dibandingkan segmen penjualan ayam, baik broiler atau DOC.
Di tengah iklim industri yang belum menguntungkan di tahun ini, Fahressi menyarankan hold untuk saham-saham poultry seperti PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dan PT Mailindo Feedmill Tbk (MAIN).
Sementara itu, Mimi mempertahankan posisi netral untuk sektor poultry. Ia masih menjadikan JPFA sebagai pilihan utama dengan rekomendasi beli dengan target Rp 1.800 per saham.
Baca Juga: Harga Ayam Berpotensi Pulih, Saham Poultry Bisa Dilirik Lagi
Menurutnya, selama belum ada katalis positif yang bisa menaikkan harga ayam, maka program pengurangan pasokan masih perlu dilakukan di sisa tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News