kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Emiten perlu siasati utang dollar AS


Rabu, 22 Maret 2017 / 10:30 WIB
Emiten perlu siasati utang dollar AS


Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Langkah bank sentral AS (The Fed) mengerek suku bunga sejauh ini berdampak positif ke pasar global, termasuk Indonesia. Meski demikian, pelaku pasar perlu mewaspadai efek domino kenaikan bunga The Fed. Pasar perlu mencermati emiten yang memiliki utang dollar AS cukup besar. Kenaikan suku bunga AS bisa membuat beban utang emiten ini meningkat.

Sejumlah emiten sektor telekomunikasi memiliki utang dollar cukup besar. Misalnya, PT Indosat Tbk (ISAT) yang mencatatkan utang berbentuk dollar AS senilai Rp 1,04 triliun dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) memiliki utang dollar AS sebesar Rp 2,1 triliun.

Analis NH Korindo Securities, Bima Setiaji menyebut, emiten bisa menyiasati potensi kenaikan beban dengan mengonversi utang luar negeri dengan utang dalam negeri. Strategi ini bisa mendatangkan laba kurs bagi emiten. Emiten juga bisa melakukan strategi lindung nilai (hedging) dan mengurangi transaksi valas.

Bima mencontohkan, strategi tersebut membuat ISAT menghasilkan laba kurs. Per 31 Desember 2016, ISAT mencatatkan laba kurs Rp 268 miliar. "Mengurangi utang dollar AS artinya mengurangi risiko," ungkap dia kepada KONTAN, Senin (20/3).

Tapi, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee berpendapat, utang luar negeri lebih dipengaruhi dua faktor. Pertama, fluktuasi kurs. Menurut dia, saat ini kurs rupiah lebih stabil lantaran Presiden AS Donald Trump berencana melemahkan kurs dollar AS agar bisa bersaing.

Kedua, risiko investasi di Indonesia masih tergolong rendah. Apalagi, lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) berpotensi mengerek peringkat utang Indonesia ke level investment grade. "Kami juga melihat pelaku pasar sudah mengantisipasi bunga The Fed," tutur Hans.

Pasar obligasi valas juga bisa terdampak kenaikan bunga The Fed. "Obligasi dalam dollar AS seharusnya ikut terpengaruh fluktuasi kurs akibat kenaikan bunga The Fed," ungkap Bima. Dia menyebut, tiga emiten dengan eksposur utang tinggi adalah ASRI, GJTL dan JPFA.

Memang, sejumlah emiten menganggap bunga utang luar negeri lebih rendah dibandingkan bunga utang dalam negeri. Tapi, manajemen juga mesti memikirkan risiko yang mungkin terjadi bila kurs valuta asing bergerak fluktuatif.

Dengan potensi bunga The Fed naik sebanyak dua hingga tiga kali lagi pada tahun ini, emiten bisa menempuh opsi rebalancing. "Bisa juga menerbitkan obligasi dalam bentuk rupiah. Pasar obligasi saat ini cukup ramai," tutur Bima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×