Reporter: Yuliana Hema | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum lepas dari tekanan. Adapun IHSG menutup perdagangan Jumat (26/4) dengan melemah 1,67% ke posisi 7.036,07.
Dalam sepekan terakhir IHSG sudah terkoreksi 0,72%. Tekanan ini utamanya datang dari aksi jual beli alias net sell investor asing yang mencapai Rp 4,49 triliun dalam sepekan terakhir.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, tekanan ini datang dari keputusan Bank Indonesia (BI) yang menaikan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Blue Chip Pilihan Analis Saat Kinerja LQ45 Masih Tertinggal
Nico bilang kenaikkan tingkat suku bunga sudah pasti akan mengurangi nilai investasi di aset yang memiliki risiko tinggi dan saham adalah satunya. Di sisi lain, pelaku pasar akan beralih pada safe haven.
"Sehingga tentu saja hal tersebut akan memberikan tekanan kepada saham- saham yang memiliki korelasi positif terhadap tingkat suku bunga dan IHSG itu sendiri," jelas dia kepada Kontan.co.id, Minggu (28/4).
Deputy Head of Research Ike Widiawati menambahkan, keputusan BI untuk menaikkan suku bunga sejatinya di luar ekspektasi. Namun kebijakan ini dilakukan demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"Pada saat BI menaikkan tingkat suku bunga harapannya nilai tukar aka menguat, maka sektor yang terdampak positif kesehatan dan konsumen, katanya.
Baca Juga: Intip Sentimen yang Bakal Mempengaruhi Pergerakan IHSG di Pekan Depan
Di sisi lain, Ike mencermati sektor yang akan terkena dampak negatif ialah sektor properti. Ketika suku bunga naik maka bunga KPR juga ikut akan meningkat. Ini tentunya bakal memberikan sektor properti.
Kemudian ada sektor konstruksi yang notabenenya memiliki porsi utang yang tinggi. Pasalnya, kenaikan suku bunga bakal meningkatkan cost of fund para emiten konstruksi tersebut.
Terakhir, sektor yang bakal terdampak adalah perbankan, khususnya bank-bank kecil. Ike bilang bank-bank besar yang masuk dalam KBMI IV akan cenderung kokoh di era suku bunga tinggi, tetapi membuat bank kecil semakin rapuh.
Baca Juga: Kekayaan Para Konglomerat Ini Bertambah Meski IHSG Merosot di Akhir Pekan
Di sisi lalin, Nico menilai saham-saham perbankan big caps yang sedang dirundung aksi jual bersih investor asing masih memiliki fundamental dan potensi valuasi yang cerah ke depannya.
"Semakin harganya mengalami koreksi, valuasi saham tersebut akan menjadi semakin menarik. Namun ingat, sesuaikan juga dengan durasi investasi dan profil masing-masing investor," katanya.
Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas mengatakan tekanan pada IHSG ini juga menjadi pertanda datangnya fenomena Sell in May and Go Away.
"Jadi selama Mei ini pelaku pasar bisa menerapkan strategi buy on weaknes atau accumulative buy. Sebab kalau harga sahamnya turun, maka valuasinya akan terdiskon dan membuat sahamnya lebih menarik," ucapnya.
Baca Juga: Asing Paling Banyak Menadah Saham Ini di Tengah Penurunan IHSG Selama Sepekan
Untuk jangka pendek, Nafan merekomendasikan accumulative buy pada BBCA, BMRI, ISAT dengan masing-masing target harga terdekat di Rp 10.000, Rp 6.950 dan Rp 11.350 per saham.
Dia juga merekomendasi accumulative buy pada UNTR dengan target harga terdekat di Rp 24.900. Kemudian accumulative buy TOWR, NCKL, dan MDKA dengan masing-masing target harga di Rp 14.900, Rp 1.020 dan Rp 2.720.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News