Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Identik dengan saham blue chip dan berkapitalisasi pasar besar (big caps), kinerja indeks LQ45 tak selalu mentereng. Dalam beberapa waktu belakangan ini, kinerja indeks LQ45 tertinggal dari pasar secara umum, yang tercermin dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Sejak awal tahun 2024 hingga penutupan perdagangan pekan lalu, Jum'at (26/4), IHSG terjungkal dengan mengakumulasi pelemahan 3,25%. Namun LQ45 ambles lebih dalam dengan posisi minus 7,40% secara year to date (YtD).
Kondisinya tak jauh berbeda dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2022, performa IHSG menguat 4,09%, sedangkan LQ45 hanya melaju tipis 0,62%. Pada tahun 2023, LQ45 hanya menanjak 3,56% ketika IHSG melejit 6,16%.
Kinerja LQ45 juga sering tertinggal dari sejumlah indeks saham lain. Contohnya indeks dengan konstituen saham spesifik seperti IDX BUMN20, yang pelemahannya tidak sedalam LQ45. Secara YtD, IDX BUMN20 tercatat minus 5,57%.
Baca Juga: Kapitalisasi Pasar BBCA Masih Teratas Dibayang-bayangi BREN, Cek Rekomendasi Analis
Pada tahun 2022, performa IDX BUMN 20 unggul jauh dari LQ45. Dalam periode tersebut, indeks yang berisi 20 saham perusahaan plat merah itu mampu melonjak 10,42%. Sedangkan pada tahun lalu, LQ45 unggul tipis, dimana IDX BUMN mencetak penguatan 3,34%.
Asal tahu saja, saham-saham plat merah atau yang terafiliasi BUMN juga punya porsi yang cukup jumbo dalam konstituen indeks LQ45. Saat ini ada 13 saham terafiliasi plat merah yang menghuni LQ45.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menyoroti saham BUMN cukup punya keterkaitan dalam dinamika kinerja LQ45. Sebab, sejumlah saham plat merah merupakan big caps dengan bobot yang jumbo terhadap indeks.
Terutama tiga bank besar PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), serta PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM). Hingga kuartal I-2024, Arjun mengamati kinerja LQ45 cukup apik dan mampu unggul dibanding IHSG.
Namun memasuki kuartal II, gerak LQ45 merosot. Salah satunya terseret oleh pelemahan sederet saham big caps, termasuk BBRI dan TLKM. Hanya saja, mesti dicatat bahwa ini bukan menjadi satu-satunya faktor yang membuat kinerja LQ45 tertinggal dari IHSG.
Head of Equities Investment Berdikari Manajemen Investasi, Agung Ramadoni menilai, faktor utama yang membuat LQ45 tertinggal adalah banyaknya saham-saham baru yang meroket dalam beberapa waktu belakangan ini. Market caps saham-saham itu pun langsung melejit dan punya bobot besar.
Contohnya berasal dari Grup Barito milik taipan Prajogo Pangestu, yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN). Kemudian ada PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang baru bergabung ke dalam LQ45 dalam evaluasi kali ini.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih punya pandangan serupa. Performa IHSG lebih unggul terdorong akselerasi saham big caps yang bukan konstituen LQ45. Di samping itu, pergerakan indeks saham blue chip LQ45 sekalipun tetap dipengaruhi oleh efek geopolitik, depresiasi kurs rupiah, hingga sentimen dari kinerja tahunan dan kuartal I-2024.
Masih Menarik sebagai Acuan Investasi?
Meski kinerja LQ45 belakangan ini tertinggal dari IHSG, tapi CEO Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menilai indeks LQ45 masih menarik sebagai bagian dari tolok ukur (benchmark) bagi investor ritel maupun manajer investasi. "Tetap menjadi salah satu acuan investasi yang penting karena mencakup saham-saham unggulan di bursa Indonesia," turut Guntur.
Hanya saja, investor juga perlu jeli mencermati altermatif indeks lain sebagai rujukan investasi di pasar saham. Termasuk dari global index provider yang menyaring saham dengan metodologi yang ketat. Investment Analyst Syailendra Capital, Michael Tjandradjaja menambahkan, LQ45 menjadi favorit investor karena sering dinilai sebagai indeks saham-saham terbesar yang ada di Indonesia.
Baca Juga: Jadi Penghuni LQ45, Begini Rekomendasi Saham ISAT dan AMMN dari Analis
Namun Michael mengingatkan bahwa meski LQ45 merepresentasikan likuiditas saham, tapi indeks ini tidak mencerminkan prospek kinerja dari emiten tersebut. Lagi pula, secara historis tidak ada indeks equity yang memiliki kinerja terbaik secara konsisten.
"Ada siklus upp and downs. Sebagai investor hal yang lebih penting adalah melihat thesis investasi dan prospek perusahaan ke depannnya. Penting juga membuat rencana investasi dengan melihat komposisi seperti sektoral dan gaya investasinya," ungkap Michael.
Adapun, saat ini indeks LQ45 sudah memiliki komposisi baru untuk periode konstituen 2 Mei hingga 31 Juli 2024. Dalam evaluasi mayor kali ini, saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) dan PT Mitra Pack Tbk (PTMP) tergusur, digantikan oleh AMMN dan PT Indosat Tbk (ISAT).
Mempertimbangkan kondisi pasar saham yang sedang dalam tren turun, Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menyarankan pelaku pasar untuk mengambil posisi wait and see terlebih dulu. Termasuk untuk saham-saham blue chip di LQ45.
Para investor bisa melakukannya sambil mencermati peluang buy on weakness. "Wait and see dulu, market masih dalam tekanan jual. Jadi masih bisa ambil posisi untuk beli di harga lebih rendah," ungkap William.
Ratih punya saran yang sama di tengah kondisi pasar yang volatile dan aksi profit taking yang cukup masif. Jika nilai tukar rupiah sudah mulai terapresiasi, pelaku pasar bisa mulai mempertimbangkan buy on weakness pada saham blue chips yang sudah terdiskon.
Sebagai rekomendasi jangka pendek untuk sepekan ke depan, Ratih merekomendasikan TLKM, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Dengan trading plan buy on weakness TLKM di area Rp 2.900 - Rp 2.950 dengan target harga Rp 3.150 dan support di Rp 2.900.
Selanjutnya, buy ANTM di area harga Rp 1.595 dengan target harga di Rp 1.680 dan support pada level Rp 1.550. Kemudian, speculative buy saham MEDC pada area Rp 1.380 - Rp 1.400 dengan target harga di Rp 1.520 dan support di Rp 1.350.
Baca Juga: Indeks LQ45 Tertekan Lebih Dalam dari IHSG, Cek Saham Big Caps yang Masih Menarik
Sementara itu, Arjun menjagokan saham perbankan, telekomunikasi serta tambang dan energi. Saham pilihannya BBRI, BMRI, BBNI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), TLKM, PT XL Axiata Tbk (EXCL), MEDC, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Sedangkan Agung melirik peluang buy on weakness pada saham ANTM, EXCL, PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News