Reporter: Yuliana Hema | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah gelaran penawaran umum saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) oleh perusahaan berskala sedang dan atas, kini Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali kedatangan calon emiten skala kecil.
Perusahaan dengan total aset di bawah Rp 50 miliar atau total aset di antara Rp 50 miliar–Rp 250 miliar akan tercatat di papan akselerasi. Papan pencatatan itu memang diperuntukkan bagi perusahaan dengan aset skala kecil atau menengah.
Sejak 2020 hingga Selasa (24/6), ada 43 perusahaan yang tercatat di papan akselerasi ini. Nantinya penghuni papan akselerasi akan bertambah dengan kedatangan tiga perusahaan anyar.
Yakni, PT Merry Riana Edukasi Tbk (MERI), PT Diastika Biotekindo Tbk (CHEK) dan PT Asia Pramulia Tbk (ASPR). Ketiganya akan melakukan IPO dan dijadwalkan tercatat di BEI pada Juli 2025 mendatang.
Baca Juga: Genjatan Senjata di Timur Tengah, IHSG Bakal Mulus Ke 7.000?
Melansir prospektus masing-masing calon emiten, MERI tercatat memiliki total aset sebesar Rp 23,48 miliar per 31 Desember 2024. MERI berencana menawarkan 266,66 juta saham.
Jumlah itu termasuk program saham kepemilikan karyawan atau Employee Stock Allocation (ESA), sebesar 12,23 juta. Adapun jumlah itu setara dengan 5% dari jumlah saham yang ditawarkan dalam IPO.
Memang nilai emisi IPO MERI tergolong kecil. Ini lantaran ketentuan BEI yang mengatur bagi perusahaan dengan skala kecil maksimal bisa melakukan penghimpunan dana paling banyak Rp 50 miliar.
Pada masa penawaran awal atau bookbuilding, MERI memasang harga di kisaran Rp 110–Rp 150. Dengan demikian, MERI berpotensi meraup dana segar paling banyak Rp 39,99 miliar.
Kemudian total aset CHEK per 31 Desember mencapai Rp 242,33 miliar. Rencananya, CHEK akan menerbitkan maksimal 815 juta saham baru dengan harga penawaran awal dikisaran Rp 120–Rp 240 per saham.
Sementara total aset ASPR hingga tutup 2024 mencapai Rp 118,90 miliar. Dengan mematok harga book building di antara Rp 118–Rp 124 untuk 812 juta saham, ASPR berpotensi meraup dana segar Rp 100 miliar.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Emiten di Papan Akselerasi di Tengah Koreksi IHSG
Berdasarkan data yang dihimpun Kontan, dari 43 emiten yang tercatat di papan akselerasi hanya 12 emiten yang harga sahamnya berhasil melonjak dari harga pada saat IPO.
Kenaikan paling tinggi terjadi pada saham PT Abadi Nusantara Hijau Investama Tbk (PACK), yang harga sahamnya melesat 2.967,90% dari harga IPO di Rp 162 menjadi Rp 4.970 hingga akhir perdagangan Selasa (24/6).
Lonjakan juga terjadi pada saham PT Tourindo Guide Indonesia Tbk (PGJO). Dari harga IPO di Rp 80 per saham, kini saham PGJO bertengger di level Rp 926 per saham. Artinya ada lonjakan 1.043,75%.
Walaupun ada saham yang naik, tetapi jumlah saham yang harga sudah turun dari harga IPO lebih banyak. Penurunan harga saham paling signifikan terjadi atas saham PT Lavender Bina Cendikia Tbk (BMBL).
Harga saham perusahaan bimbingan belajar asal Depok tersisa Rp 16 per saham. Padahal pada saat IPO, BMBL mematok harga di Rp 188. Bagi investor yang memegang saham BMBL dari IPO sudah merugi 91,49%.
Meski begitu, indeks yang mengukur kinerja saham di papan akselerasi justru mengalami lonjakan paling tinggi ketimbang indeks papan pencatatan lainnya. Secara year to date, indeks papan akselerasi sudah melesat 35,15%.
Padahal indeks papan pengembangan hanya naik 26,78% per Selasa (24/6). Bahkan, indeks kumpulan saham dengan aset skala jumbo atau papan utama malah terkoreksi 6,84%.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory Ekky Topan mencermati, saham-saham di papan akselerasi pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding saham di papan pengembangan dan utama.
Emiten-emiten di papan akselerasi umumnya merupakan perusahaan skala kecil dengan kinerja keuangan yang belum stabil serta tingkat likuiditas yang relatif rendah.
“Kenaikan harga yang signifikan memang bisa saja terjadi, namun biasanya lebih didorong oleh aktivitas spekulatif jangka pendek dan menjadi incaran para trader, bukan investor jangka panjang,” kata Ekky kepada Kontan, Selasa (24/6).
Baca Juga: Saham Papan Akselerasi Melaju Kencang Saat IHSG Tumbang, Begini Rekomendasinya
Dia menilai kenaikan indeks papan akselerasi secara signifikan sepanjang tahun berjalan ini kemungkinan besar tidak mencerminkan perbaikan kualitas fundamental mayoritas saham di dalamnya.
Menurutnya lonjakan harga saham-saham di papan akselerasi lebih tepat jika dikaitkan dengan sentimen momentum jangka pendek dan rotasi spekulasi dari investor retail.
Memang kalau dicermati kenaikan signifikan pada saham PACK dan PGJO terjadi usai pengumuman adanya pergantian pemegang saham pengendali. Dimana pemegang saham lama PACK dan PGJO menjual sahamnya ke sosok baru.
“Oleh karena itu, papan ini dinilai kurang cocok bagi investor dengan horizon investasi jangka panjang atau yang mengedepankan pendekatan berbasis fundamental,” ucap Ekky.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menimpali, saham-saham di papan akselerasi ini umumnya memiliki kapitalisasi pasar yang rendah dan berisiko tinggi.
“Umumnya small cap yang berisiko tinggi sekaligus bisa memberikan imbal hasil yang tinggi juga. Saham-saham itu cocoknya untuk trading saat ada momentum karena volatilitas tinggi,” jelas dia.
Selanjutnya: Operasikan Dua Pabrik Baru, Raja Roti Cemerlang (BRRC) Bidik Pendapatan Rp 150 Miliar
Menarik Dibaca: Musim Liburan, Gangguan Perjalanan Whoosh Akibat Layang-Layang Meningkat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News