Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah meneken dua kesepakatan ekonomi baru bersama Uni Eropa dan Kanada yang mencakup perdagangan barang dan jasa, investasi, hingga ekonomi berkelanjutan. Analis menilai, sentimen ini bisa memacu kinerja emiten eksportir secara jangka menengah hingga panjang.
Wakil Direktur Utama PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) Ang Andri Pribadi mengatakan, pihaknya menyambut positif kedua kesepakatan tersebut. Bagi SMSM, perjanjian ini berpotensi membuka akses pasar yang lebih luas dengan skema tarif yang lebih kompetitif, sekaligus memberikan kepastian regulasi di pasar Eropa dan Kanada.
“Hal ini selaras dengan strategi kami untuk terus memperkuat ekspor serta meningkatkan daya saing produk Indonesia dalam rantai pasok global otomotif,” ujar Ang kepada Kontan, Senin (29/9/2025).
Hingga Agustus 2025, total ekspor SMSM mencapai Rp 1,65 triliun, berkontribusi 65% terhadap total penjualan konsolidasi perseroan. Negara tujuan utamanya yakni Amerika Serikat, Australia, Malaysia, Thailand, Perancis, Jepang, Singapura, Belgia, Jerman.
Khusus untuk negara-negara Eropa, total penjualan SMSM mencapai Rp 280 miliar atau sekitar 11% dari total penjualan.
“Dengan adanya IEU-CEPA dan ICA-CEPA, kami memperkirakan potensi peningkatan volume ekspor, khususnya pada produk filter dan radiator yang menjadi core business perseroan,” ucap Ang.
Ke depan, SMSM membidik peningkatan secara bertahap kontribusi pasar Eropa dan Kanada, sejalan dengan fokus SMSM dalam memperluas diversifikasi pasar serta upaya memperkuat posisinya sebagai produsen komponen otomotif global.
Baca Juga: Indonesia Perkuat Perdagangan Global Lewat CEPA dengan Kanada dan Uni Eropa
Chief of Economist Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, kedua perjanjian ini bisa menjadi katalis positif bagi iklim usaha Tanah Air karena membuka akses pasar yang lebih luas ke Uni Eropa dan Kanada di tengah melemahnya ekspor ke AS akibat pemberlakuan tarif impor Amerika Serikat.
Selain itu, perjanjian ini menurutnya membuka peluang lebih luas untuk meningkatkan investasi asing di sektor terkait.
Dia menilai, sektor yang akan paling diuntungkan terutama kelapa sawit, tekstil, alas kaki, furnitur, serta produk tambang dan hilirisasi, termasuk sebagian industri kimia. Anggaran militer negara-negara Eropa yang meningkat juga menurutnya turut berpeluang untuk meningkatkan kinerja emiten di sektor mineral dan energi.
Namun ia jugu mengingatkan emiten tetap akan menghadapi risiko dari kebijakan tarif AS yang sudah mulai berlaku. Pasalnya ekspor produk ke AS serupa dengan ke Uni Eropa dan Kanada.
Baca Juga: Emiten Sektor Otomotif Hadapi Tantangan Daya Beli, Simak Rekomendasinya
Secara khusus, Ekonom Panin Sekuritas Felix Darmawan melihat emiten otomotif seperti PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) bisa jadi pihak yang paling diuntungkan dari kesepakatan ini.
“Di sisi lain, sektor yang sensitif terhadap persaingan impor, seperti farmasi generik dan makanan minuman, perlu hati-hati karena tekanan kompetisi bisa meningkat,” ujarnya.
Namun, katalis ini menurut Felix hanya akan efektif bila emiten-emiten terkait mampu memenuhi standar Uni Eropa dan ASEAN, seperti ESG, traceability, dan kualitas produk tertentu. Tanpa itu, potensi ekspor bisa terhambat.
“Jadi efeknya bukan sekadar tarif turun, tapi juga compliance cost yang harus ditanggung perusahaan,” kata Felix.
Kalau rupiah lanjut melemah, prospek emiten ekspor menurut Felix masih solid. Sentimen positif yang bisa mendorong ialah pemulihan permintaan global dan penurunan suku bunga The Federal Reserve. Adapun, sentimen negatif bisa datang dari kebijakan proteksionisme baru di Eropa, gejolak geopolitik, atau pelemahan rupiah yang terlalu dalam yang bisa menekan input cost industri.
Untuk jangka panjang, saham sektor otomotif dan sawit menurut Felix lebih atraktif karena punya basis ekspor kuat dan tren permintaan masih panjang. Sektor consumer goods yang berorientasi ekspor juga kata dia bisa dilirik, namun pilih yang punya jaringan distribusi global.
“Strateginya, tunggu inflow asing ke saham-saham big caps ekspor, karena pergerakannya masih sangat seirama dengan dana asing,” sarannya.
Baca Juga: Selamat Sempurna (SMSM) Raih Dividen dari Entitas Anak Rp 9,93 Miliar
Asal tahu saja, pada Selasa, (23/9/2025), Indonesia bersama Uni Eropa telah menyepakati perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership (IEU-CEPA). Sehari setelahnya, RI juga turut menyepakati perjanjian Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA CEPA).
Dalam kesepakatan IEU-CEPA, sekitar 98% pos tarif untuk produk-produk ekspor Indonesia seperti sawit, tekstil, alas kaki, produk perikanan, dan bahan baku energi baru dan terbarukan (EBT) akan menikmati tarif 0% di hampir 90% pasar Uni Eropa, begitupun sebaliknya.
Sementara itu, lewat perjanjian ICA-CEPA, akan ada lebih dari 90% atau sekitar 6.573 pos tarif Indonesia mendapat preferensi di pasar Kanada, mencakup tekstil, alas kaki, furnitur, makanan olahan, elektronik ringan, elektronik otomotif, hingga sarang burung walet.
Beberapa produk seperti makanan olahan, hasil laut, produk kerajinan berbahan serat alam, peralatan rumah tangga, berikut granit dan marmer bahkan disebut akan diganjar tarif 0% saat perjanjian mulai berlaku (entry to force).
Sebaliknya, Indonesia membuka keran pasar sekitar 85,54% atau 9.764 pos tarif untuk produk prioritas Kanada seperti daging sapi beku, gandum, kentang, makanan hasil laut, dan makanan olahan.
Adapun, IEU CEPA bakal efektif pada 1 Januari 2027, sementara ICA CEPA disebut akan mulai berlaku pada tahun 2026.
Selanjutnya: Buana Finance (BBLD) Kantongi Fasilitas Kredit Rp 500 Miliar dari BCA
Menarik Dibaca: IHSG Rawan Terkoreksi, Cek Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (30/9)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News