Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tekanan terhadap industri minyak sawit atau crude palm oil (CPO) belum sepenuhnya reda. Beruntung bagi emiten yang memiliki lini bisnis hilir atau downstream masih mampu menjaga kinerja tetap positif.
Contoh, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), yang mampu mencetak kenaikan laba bersih 36% menjadi Rp 172,41 miliar per Juni 2016. Lalu, PT Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) yang laba bersihnya mencapai Rp 2,21 triliun.
"Produk dari lini bisnis downstream digunakan untuk hampir semua produk turunan, seperti minyak goreng dan kosmetik," jelas analis MNC Securities Yosua Zishoki.
Anomali cuaca El-Nino sempat mengerek harga CPO. Namun kurang memberi dampak maksimal pada produsen CPO. Sementara produk turunan CPO, harga ditentukan oleh para pemainnya sendiri. "Justru margin emiten yang memiliki bisnis downstream membaik," tambah Yosua.
Sedikit gambaran, SIMP mencatat penjualan sekitar Rp 1,61 triliun atas minyak dan lemak nabati. Sedangkan SMAR memiliki produk olein, yang jadi produk turunan dari minyak sawit.
Nasib berbeda dirasakan emiten perkebunan yang fokus pada bisnis hulu seperti PT London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), PT Sawit Sumber Mas Sarana Tbk (SSMS), PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).
Kinerja mereka tertekan. Tapi Analis Mandiri Sekuritas Yudha Gautama dalam riset 8 Agustus lalu memprediksi, harga CPO kembali rebound dalam jangka pendek. Pendukungnya adalah aktivitas re-stocking di China dan India dan fundamental minyak kedelai.
Dia memprediksi, harga CPO berada di kisaran MYR 2.500-MYR 2.600 perton. "Sehingga, kami masih tetap merekomendasi overweight sektor tersebut," ujar Yudha. Saham yang menjadi pilihannya adalah AALI dengan target Rp 16.500 dan LSIP dengan target Rp 1.700 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News