Reporter: Inggit Yulis Tarigan | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan perbankan investasi dan jasa keuangan, UBS Group AG menaikkan peringkat saham Indonesia menjadi overweight. Mengutip laporan Bloomberg pada Kamis (24/4), keputusan ini didorong oleh kualitas fundamental domestik serta karakter pasar yang relatif defensif.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi menguat didorong ekspektasi masuknya aliran dana asing. Namun, analis menilai, sentimen ini belum cukup untuk menghapus bayang-bayang volatilitas global.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai, langkah UBS menaikkan peringkat saham Indonesia mencerminkan optimisme investor terhadap pasar domestik. Namun dampaknya kemungkinan hanya bersifat jangka pendek.
“Dengan posisi kita sebagai emerging market, bukan berarti volatilitas akan berhenti. Ini hanya katalis jangka pendek,” terang Nico pada Kontan, (24/4).
Baca Juga: Begini Proyeksi IHSG Pada Esok Hari, Jumat (25/4)
Senada, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menekankan sentimen global dan diplomasi dagang akan terus mempengaruhi pergerakan IHSG.
“IHSG pasti dipengaruhi berbagai sentimen, baik dari global maupun domestik. Kita bicara makro dulu, baru ke mikro seperti kinerja keuangan emiten dan aksi korporasi,” jelasnya.
Strategi investor
Nico menyarankan investor menyesuaikan strategi dengan horizon investasi masing-masing. Bagi investor jangka panjang, penurunan harga saham dapat menjadi peluang akumulasi. Untuk jangka pendek, volatilitas justru bisa dimanfaatkan untuk trading cepat.
Senada, Nafan juga menambahkan bahwa strategi tiap investor bisa berbeda tergantung pendekatannya.
“Investor fundamental fokus pada saham yang kinerjanya bagus tapi harganya masih murah. Sementara investor teknikal melihat pola harga–kalau sahamnya mulai bergerak datar, itu bisa jadi sinyal akumulasi sebelum naik,” jelasnya.
Ia juga menilai, meski sentimen UBS positif, arah pasar tetap sangat tergantung pada perkembangan negosiasi dagang global.
“Misalnya saja efek dari Trump yang bisa saja berubah sikap tiba-tiba soal perang dagang (Trump temper tantrum effect). Karena itu, proses negosiasi dan diplomasi dagang akan sangat berperan dalam menentukan arah pasar ke depan,” imbuh Nafan.
Baca Juga: Peringkat Saham Indonesia Naik Kelas, IHSG Bisa Melaju ke 7.000?
Selanjutnya: Kebijakan Tarif Trump Jadi Momentum Bangkitkan Industri Hilir Karet Nasional
Menarik Dibaca: Apa Itu Money Parenting? Ini Pentingnya Money Parenting untuk Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News