kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.290.000   -15.000   -0,65%
  • USD/IDR 16.653   -5,00   -0,03%
  • IDX 8.164   -20,19   -0,25%
  • KOMPAS100 1.136   -7,73   -0,68%
  • LQ45 832   -5,41   -0,65%
  • ISSI 282   -1,61   -0,57%
  • IDX30 437   -3,69   -0,84%
  • IDXHIDIV20 503   -5,62   -1,10%
  • IDX80 128   -0,88   -0,68%
  • IDXV30 136   -1,98   -1,44%
  • IDXQ30 139   -1,42   -1,01%

Emiten BUMN Karya Masih Menderita, Begini Prospek Kinerjanya


Minggu, 02 November 2025 / 12:28 WIB
Emiten BUMN Karya Masih Menderita, Begini Prospek Kinerjanya
ILUSTRASI. Kinerja emiten BUMN karya masih tertekan dan menderita di sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten BUMN karya masih tertekan dan menderita di sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025. Kinerja keuangan mereka anjlok dan perolehan nilai kontrak pun lesu.

PT Waskita Karya Tbk (WSKT), semisal, mencetak rugi bersih Rp 3,17 triliun per September 2025, naik 5,74% dari rugi bersih sebesar Rp 3 triliun per September 2024. Pendapatan usaha WSKT juga turun 22,08% menjadi Rp 5,28 triliun per kuartal III 2025

Direktur Keuangan Waskita Karya Wiwi Suprihatno mengatakan, meskipun rugi dan pendapatan turun, ada pertumbuhan gross profit margin (GPM) WSKT dari sebelumnya 14,7% pada periode tahun sebelumnya menjadi 18,5% pada kuartal III tahun ini.

Adapun beban keuangan sebesar Rp 2,8 triliun turut menekan kinerja Waskita sepanjang tahun 2025 ini. 

“Meskipun demikian, upaya restrukturisasi utang yang tengah dilakukan berpotensi memperbaiki beban bunga di periode mendatang menuju pemulihan keuangan yang lebih berkelanjutan dengan diperkuat tata kelola manajemen risiko yang prudent,” ujar Wiwi kepada Kontan.

Baca Juga: WEGE Buka Suara Soal Merger BUMN Karya, Target Rampung Akhir 2026

Tak kalah sedihnya, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) menderita rugi bersih Rp 3,21 triliun per kuartal III 2025. Ini berbanding terbalik dari laba bersih Rp 741,43 miliar pada kuartal III tahun lalu.

Pendapatan bersih WIKA tercatat Rp 9,09 triliun per September 2025, turun 27,54% secara tahunan alias year on year (YoY) dari Rp 12,54 triliun pada periode sama tahun 2024.

Sejumlah beban WIKA memang terpantau naik di periode ini. Beban umum dan administrasi naik dari Rp 795,27 juta menjadi Rp 865.78 juta per kuartal III 2025.

Pos bagian rugi pengendalian bersama juga naik dari Rp 669,64 miliar menjadi Rp 1,1 triliun per kuartal III 2025. Asal tahu saja, WIKA tergabung dalam joint venture dengan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Pada 30 September 2025, KSO WIKA-CRIC-CRDCCREC-CRSC mencatat saldo PDPK atas proyek High Speed Railway Jakarta Bandung milik KCIC sebesar Rp 5,01 miliar, yang merupakan klaim atas cost over run.

Di sisi lain, PT PP Tbk (PTPP) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) nasibnya masih sedikit lebih baik, walaupun kinerjanya tetap mengalami penurunan.

Laba bersih PTPP tercatat hanya Rp 5,55 miliar per kuartal III-2025, terjun 97,92% dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 267,28 miliar. Pendapatan usaha PTPP juga turun 23,33% YoY menjadi Rp 10,73 triliun per September 2025.

Sementara, laba ADHI anjlok 93,62% YoY ke Rp 4,42 miliar per kuartal III 2025, dari Rp 69,32 miliar di periode sama tahun lalu. Pendapatan usaha ADHI juga terkoreksi 38,28% YoY ke Rp 5,65 triliun di akhir September 2025.

Nilai Kontrak Lesu

Tak hanya neraca keuangannya, kinerja operasional emiten BUMN karya juga ikut terpuruk. Hal ini tercermin dari penurunan nilai kontrak mereka sepanjang Januari-September 2025.

PTPP mengantongi nilai kontrak baru Rp 16,88 triliun per kuartal III 2025. Perolehan itu turun dari Rp 20,64 triliun per September 2024. Nilai kontrak baru ADHI juga hanya Rp 6,5 triliun per kuartal III 2025, turun dari Rp 14,2 triliun pada periode sama tahun lalu.

Baca Juga: Prospek Emiten BUMN Karya Pasca Perubahan Status Kementerian BUMN

WIKA juga hanya mampu mengantongi kontrak baru senilai Rp 6,19 triliun hingga September 2025, anjlok 60,25% YoY dari Rp 15,58 triliun per September 2024.

Analis Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora melihat, sepanjang kuartal III 2025 ada efisiensi pemerintah penurunan perekonomian, sehingga banyak PHK dan pengganguran.

“Ini menjadi salah satu penyebab raihan pendapatan ADHI dan PTPP turun, karena investor menahan diri untuk ekspansi,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (31/10/2025).

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Arinda Izzaty mengatakan, penurunan kinerja kompak emiten BUMN Karya per kuartal III 2025 terutama disebabkan turunnya nilai kontrak baru dan perlambatan penyelesaian proyek yang menekan pendapatan dan margin.

Beban keuangan yang tinggi akibat struktur utang dan bunga juga memperburuk laba, sementara masalah penagihan piutang dan backlog membuat kas operasional tertekan.

Kondisi ini juga bervariasi antar emiten. PTPP misalnya, masih memiliki kontrak baru yang relatif besar sehingga arus kas operasionalnya lebih terjaga.

“Namun, arus kas WSKT sudah sangat tertekan dan mereka mengandalkan penjadwalan ulang atau restrukturisasi utang untuk menjaga kelangsungan operasi,” ujar Arinda kepada Kontan, Jumat (31/10/2025).

Restrukturisasi Utang

Wiwi bilang, Waskita Karya saat ini tengah menyelesaikan restrukturisasi atas satu seri obligasi yang tersisa, sebagai bagian dari upaya agar saham perusahaan dapat kembali diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Asal tahu saja, suspensi saham WSKT sudah lebih dari dua tahun, yang mana sudah bisa masuk kriteria untuk didelisting.

Menurut Wiwi, Waskita tetap berkomitmen mempertahankan status sebagai perusahaan terbuka (tbk). WSKT juga secara aktif berkoordinasi dengan BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan pembaruan terkait progres restrukturisasi.

Baca Juga: PTPP Tengah Bersiap Terkait Proses Merger BUMN Karya

Hingga saat ini, Waskita Karya telah menyelesaikan restrukturisasi utang perbankan dan tiga seri obligasi senilai sekitar Rp30 triliun, serta tengah menuntaskan satu seri obligasi senilai Rp1,3 triliun.

“Selain itu, Waskita juga memperoleh persetujuan perubahan financial covenant atas obligasi, sukuk penjaminan pemerintah, dan kredit modal kerja senilai sekitar Rp10 triliun,” kata Wiwi.

Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito (BW) bilang, perseroan tetap berupaya menjaga kinerja fundamental di tengah kondisi industri konstruksi yang menantang saat ini.

Upaya konsisten yang terus dilakukan WIKA juga meliputi 8 substream penyehatan. Seperti, peningkatan tata kelola dan perbaikan portofolio order book.

Serta 4 pilar utama perbaikan arus kas, seperti debt restructuring, non-core asset recycling pada penyertaan investasi jangka panjang, percepatan pencairan piutang dan penerapan operational excellence di seluruh lini bisnis.

Hasilnya, WIKA bisa menurunkan utang berbunga sebesar Rp2,20 triliun dan utang mitra kerja sebesar Rp924,58 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

WIKA juga berhasil menurunkan Account Receivable Days (efektivitas perputaran piutang) dan Account Payable Days (efektivitas pembayaran utang) menjadi 127 hari dan 158 hari, dari periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 142 hari dan 196 hari.

Dampak dari upaya tersebut membuat aktivitas operasi menjadi lebih efisien, tercermin pada kemampuan menjaga core operasi Perseroan tetap positif sebesar Rp287,83 miliar.

“Selain itu, kami juga aktif membangun komunikasi yang intensif dengan stakeholders kami. Sebab, diperlukan dukungan dari seluruh pihak agar langkah penguatan dan penyehatan ini dapat berjalan dengan baik,” kata Agung dalam keterangan resmi, Jumat (31/10/2025).

Baca Juga: Ini Kata Adhi Karya (ADHI) Soal Progres Merger BUMN Karya

Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas melihat,  arus kas mayoritas emiten BUMN karya sudah ketat. PTPP dan ADHI masih mampu menjaga likuiditas jangka pendek, sementara WSKT dan WIKA bergantung pada restrukturisasi utang untuk bertahan operasional.

Secara keseluruhan dari empat BUMN karya tersebut, rasio interest coverage ratio (ICR) mereka sudah di bawah 1x. PTPP sebesar 0,77x, ADHI 0,69x, WIKA 0,11x dan WSKT 0,02x. “Artinya, kemampuan perusahaan bayar beban bunga sangat buruk,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (31/10/2025).

Prospek dan Rekomendasi

Andhika melihat, kinerja emiten BUMN Karya masih punya potensi membaik hingga tahun 2026. Ini karena suku bunga Bank Indonesia (BI) yang berpotensi turun lagi, karena The Fed baru saja memangakas suku bunga.

Penurunan suku bunga itu berdampak baik, karena beban bunga emiten BUMN Karya akan turun sehingga kinerja bisa membaik,” katanya.

Selain itu adanya stimulus pemeritah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi juga menjadi angin segar untuk sektor konstruksi. Sebab, apabila ekonomi kembali bergairah, maka pembangungan konsturuksi akan berpeluang untuk meningkat.

“Jika merger PTPP dan ADHI jadi, prosesnya juga akan berjalan baik, karena akan berdampak lebih efektif dalam perolehan kontrak dan lebih efisien,” ujar Andhika.

Baca Juga: Laba PTPP Anjlok 97,9% pada Kuartal III 2025, Begini Prospek dan Rekomendasi Sahamnya

Secara harga saham, valuasi ADHI dan PTPP sudah cukup mahal lantaran kinerja yang memburuk, dengan price to earning ratio (PER) masing-masing 373,70x dan 319,52x.

Andhika pun merekomendasikan buy on weakness untuk PTPP dan ADHI dengan target harga masing-masing Rp 420 per saham dan Rp 300 per saham.

Arinda berpendapat, prospek BUMN Karya ke depan bersifat kondisional. Kinerja mereka bisa membaik jika ada peningkatan belanja infrastruktur pemerintah atau BUMN, percepatan penagihan piutang, dan penyelesaian restrukturisasi utang.

Sebaliknya, kinerja mereka bisa makin buruk jika tender tetap lesu, suku bunga tinggi menekan biaya finansial, atau restrukturisasi gagal.

Progres restrukturisasi saat ini membantu mengurangi tekanan, tetapi untuk beberapa emiten, terutama WSKT, belum sepenuhnya cukup. Merger/holding BUMN Karya sebenarnya berpotensi menjadi solusi jangka menengah karena bisa menghasilkan efisiensi, alokasi proyek yang lebih baik, dan mekanisme cross-support.

“Namun, integrasi aset bermasalah dan beban utang anggota holding dapat menghambat manfaat tersebut,” katanya.

Menurut Arinda, untuk emiten BUMN Karya yang disuspensi, pasar umumnya sudah mendiskon kinerja buruk, yang valuasinya tercermin dalam PER negatif atau sangat tertekan. Sedangkan untuk BUMN Karya yang tidak disuspensi, valuasinya terbilang sangat terdiskon dengan price to book value (PBV) rendah yang menandakan ekspektasi pemulihan yang lemah.

“Dengan kata lain, harga pasar saat ini relatif mencerminkan kondisi keuangan yang memburuk, meski bisa terjadi ketidaksesuaian jika ada perbaikan fundamental mendadak,” ungkapnya.

Baca Juga: Kinerja PTPP Turun, Bagaimana Proses Rencana Merger dengan ADHI?

Untuk WSKT, risiko delisting saham sudah di depan mata, karena rugi terakumulasi dan tekanan likuiditas. Namun, delisting saham tidak akan terjadi secara otomatis. Sebab, Bursa biasanya memberi waktu bila ada rencana pemulihan dan progres restrukturisasi yang nyata.

“Jadi kemungkinan delisting tinggi, namun belum pasti dan sangat bergantung pada kelanjutan keberhasilan restrukturisasi,” kata Arinda.

Diantara emiten BUMN Karya, Arinda merekomendasikan beli untuk saham PTPP dengan target harga Rp 550 per saham.

Sukarno melihat, prospek emiten BUMN Karya masih cenderung moderat-positif bila restrukturisasi berjalan efektif dan proyek pemerintah kembali bergulir. Restrukturisasi memang meringankan beban bunga, tapi belum cukup tanpa perbaikan kontrak dan efisiensi proyek.

Merger atau konsolidasi juga berpotensi menjadi katalis positif jangka menengah, meskipun implementasinya bisa tertunda akibat kondisi keuangan yang lemah.

“Sentimen positif datang dari percepatan proyek infrastruktur dan dukungan pemerintah, sementara risiko negatif mencakup keterlambatan tender, tekanan margin, dan potensi delisting khususnya WSKT,” ungkapnya.

Dari sisi valuasi, saham yang tidak disuspensi, seperti PTPP dan ADHI, relatif lebih murah jika dilhat PBV.

PTPP saat ini ada di level Rp 382 per saham dan diperdagangkan di PBV 0,20x yang artinya masih undevalued. Namun, jika melihat Forward PE yang sebesar 320x, saham PTPP sudah overvalued.

Senasib, ADHI saat ini ada di level Rp 262 per saham dan diperdagangkan di PBV 0,24x sehingga masih undevalued. Namun, Forward PE ADHI sebesar 373x yang menandakan sudah overvalued.

Baca Juga: Rilis Kinerja, Laba Bersih PTPP Terkoreksi pada Kuartal III 2025

Sementara, potensi delisting saham WSKT sepertinya belum dalam waktu dekat. “Ini mengingat upaya positif yang dilakukan, seperti retrukturisasi utang, bisa menjadi bahan pertimbangan untuk perbaikan kinerja ke depannya,” kata Sukarno.

Sukarno pun merekomendasikan hold atau buy untuk PTPP dengan target harga 12 bulan Rp 450 – Rp 500 per saham. Rekomendasi hold atau speculative buy disematkan untuk ADHI dengan target harga 12 bulan di Rp 350 – Rp 360 per saham jika merger dan kontrak baru berjalan lancar.

Selanjutnya: Magang Nasional Tahap 2 Resmi Dibuka, Pemerintah Siapkan 80.000 Kuota

Menarik Dibaca: Jadwal Hylo Open 2025 Babak Final, Tiga Wakil Indonesia Siap Rebut Podium Tertinggi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×