Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga saham PT Elnusa Tbk (ELSA) terus memanas. Harga ELSA kemarin ditutup di posisi Rp 436 per saham. Sejak awal tahun hingga kemarin (4/11) atau year-to-date (ytd), harga saham ELSA sudah melonjak 76,52%.
Laju kenaikan harga saham ELSA mengekor kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional. Sepanjang tahun ini, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di bursa New York sudah tumbuh 4,41% menjadi US$ 44,79 per barel.
Sejatinya, ELSA tidak hanya mengandalkan bisnisnya pada bisnis minyak. Anak usaha PT Pertamina tersebut juga serius melakukan diversifikasi bisnisnya demi mempertahankan kinerja positif. ELSA mulai menggarap bisnis pembangkit listrik.
ELSA masuk bisnis pembangkit setrum dengan memanfaatkan gas buang atau flare gas dari kilang liquefied petroleum gas (LPG) dan liquefied natural gas (LNG) yang dikelola oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas bumi.
Fajriyah Usman, Sekretaris Perusahaan ELSA, mengemukakan, proyek pembangkit listrik tenaga flare gas akan mulai berjalan bulan ini. Saat ini, proyek tersebut masih dalam tahap uji coba. "Proyeknya mau jalan pada November tahun ini," ujar Fajriyah kepada KONTAN, Jumat (4/11).
Menurut hitungan ELSA, potensi flare gas yang muncul dari sumur-sumur migas yang ada di Indonesia mencapai 200 mmscfd. Sebagai gambaran, flare gas sebesar 0,7 mmscfd sudah bisa menghasilkan pembangkit bertenaga 700 kilo volt ampere (kVA).
Dalam proyek ini, ELSA akan bekerjasama dengan perusahaan dari luar negeri, yang akan berperan sebagai operator dan pembangun konstruksi pembangkit. Tapi ELSA masih merahasiakan identitas mitranya. Manajemen ELSA juga belum memberikan perincian kebutuhan investasi pembangkit berbahan bakar flare gas ini.
Proyek batal
Meskipun sedang bersemangat menjajal bisnis pembangkit berbahan bakar flare gas, perusahaan jasa penunjang migas ini justru membatalkan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga gas. Semula Elnusa ingin membangun pembangkit listrik tenaga gas (PLTMG) berkapasitas 100 megawatt di wilayah Bali. Langkah pembatalan ini dilakukan lantaran mereka kesulitan mendapatkan infrastruktur gas untuk mendukung pembangkit tersebut.
Selain menggarap jasa penunjang migas dan menjajal bisnis pembangkit listrik, ELSA tengah memperkuat bisnis jasa survei seismik. Untuk itu, ELSA sudah membeli satu kapal seismik berukuran jumbo. Saat ini manajemen ELSA mengklaim sudah mendapatkan klien potensial yang akan memakai kapal tersebut dalam pencarian minyak dan gas di lepas pantai.
Asal tahu saja, pada 2011 silam, ELSA pernah berbisnis kapal seismik dengan membentuk usaha patungan bernama PT Elnusa CGGVeritas Seismic (ECS). Namun, pada 2013, ELSA menyatakan ingin melego 51% saham ECS yang dimiliki.
Sebelumnya, Fajriyah mengemukakan kepada KONTAN bahwa saat ini manajemen ELSA tengah mempersiapkan pengoperasian kapal seismik, yang juga memiliki kemampuan untuk melakukan survei geologi dan geofisika, survei lingkungan serta perikanan tersebut.
Pengoperasian kapal tersebut akan menggunakan 10 streamer yang ditarik pada buritan kapal seismik. Kapal itu diharapkan siap beroperasi pada akhir kuartal keempat tahun ini. Dengan beroperasinya kapal seismik tersebut, maka pendapatan ELSA pada tahun depan diproyeksikan akan meningkat 40% year-on-year (yoy).
Di bisnis migas, ELSA menargetkan pendapatan Rp 3,5 triliun, atau lebih rendah daripada periode sebelumnya. Sementara hingga November 2016, ELSA berhasil meraih kontrak baru US$ 60 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News