Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi ekonomi diekspektasikan membaik di tahun 2021. Seiring dengan itu, investor cenderung beralih ke saham sektor cyclical.
Dalam risetnya, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya dan Emma Fauni mengungkapkan, ketidakpastian karena pandemi Covid-19 secara bertahap akan menghilang seiring dengan perkembangan vaksin Covid-19 dan hasil dari pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). "Karena itu, kami mengekspektasikan investor beralih dari saham defensif ke saham cyclical dan value stocks," seperti yang tertulis dalam riset yang dirilis Rabu (9/12).
Ekspektasi ini terdorong oleh terpilihnya Presiden AS Joe Biden cenderung menjaga stabilitas geopilitik. Adapun sektor-sektor yang menjadi pilihan tahun depan seperti sektor perbankan, pertambangan nikel, pertambangan batubara, dan plantation seperti crude palm oil (CPO).
Senada dengan riset tersebut, Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar juga mengamati, berbagai sektor seperti pertambangan, konstruksi, dan properti mulai unjuk gigi di pengujung tahun 2020.
Baca Juga: Asing membuang saham defensif, kemana aliran dana selanjutnya?
Diprediksi, saham-saham sektor properti dan konstruksi masih dianggap prospektif hingga tahun depan. Anggaraksa menjelaskan, katalis yang mendorong di antaranya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang memudahkan perizinan lahan, peningkatan anggaran infrastruktur dalam APBN di tahun 2021, serta pembentukan pembentukan sovereign wealth fund. Mempertimbangkan hal tersebut, investor bisa mencermati saham-saham seperti WIKA, WSKT, PWON, dan CTRA tahun 2021.
Di sisi lain, Anggaraksa mengamati saham-saham yang memproduksi nikel seperti ANTM dan INCO juga masih memiliki peluang. Ini seiring dengan ekspektasi peningkatan permintaan pada komoditas tersebut.
Sekadar informasi, dalam riset Mirae Asset Sekuritas dijelaskan bahwa kenaikan harga nikel diramalkan masih berlanjut tahun depan. Peningkatan harga ini terdorong kenaikan permintaan untuk produksi baja, terutama dari China. Di sisi lain, kenaikan harga itu sebagai bentuk antisipasi naiknya permintaan nikel untuk produksi baterai kendaraan listrik.
Baca Juga: Ekonom proyeksikan investasi portolio tahun depan akan lebih baik
Tidak jauh berbeda, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, saham-saham sektor pertambangan khususnya emas dan nikel juga masih akan menarik tahun depan.
Di sisi lain, saham-saham perbankan, khususnya golongan buku empat, juga atraktif karena kinerjanya yang cukup kuat. Walau pandemi Covid-19 masih akan membayangi, Wawan menganggap perbaikan ekonomi akan mendorong kinerja emiten perbankan tahun depan karena mulai dibutuhkan oleh masyarakat.
Adapun untuk sektor infrastruktur, khususnya penyedia menara telekomunikasi dinilai akan menarik karena masih dibutuhkan oleh masyarakat selama pandemi. Ini tercermin dari kinerja di tahun 2020 yang cenderung membaik.
Wawan juga melihat, tahun depan akan menjadi kebangkitan bagi saham-saham yang sepanjang tahun 2020 ini sudah tertekan seperti ASII. Kendati penjualannya belum pulih sepenuhnya, Wawan mengamati kinerja ASII mulai menunjukkan pemulihan mendekat akhir tahun 2020.
Baca Juga: Menebak arah IHSG di hari terakhir perdagangan 2020
Mempertimbangkan peluang di atas, tahun depan Wawan cenderung menjagokan saham-saham seperti BBCA untuk sektor perbankan, INCO untuk sektor pertambangan, dan TOWR untuk sektor infrastruktur. Target harganya, Rp 36.000 hingga Rp 37.000 untuk BBCA, Rp 6.000 untuk INCO, dan Rp 1.200 untuk TOWR.
Selain ketiga saham itu, Wawan turut menjagokan ASII dan KLBF, dengan target harga masing-masing Rp 7.000 untuk ASII dan Rp 1.600 dan Rp 1.700 untuk KLBF.
Menurut dia, walau sektor farmasi seperti KLBF diprediksi tidak akan mencatatkan kenaikan harga yang signifikan ke depan, sahamnya masih menarik dan bisa menjadi alternatif mengingat pendemi Covid-19 masih belum usai.
Baca Juga: Menimbang pilihan saham untuk tahun depan
Bagi investor yang memiliki strategi jangka menengah dan panjang, tiga hingga lima tahun, mereka dapat masuk ke saham-saham itu saat ini. Akan tetapi bagi mereka yang memiliki strategi jangka pendek Wawan cenderung menyarankan menunggu momen koreksi.
Kendati kondisi ekonomi berpotensi membaik tahun depan, Wawan mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 masih membayangi. Oleh karenanya, investor masih perlu melakukan diversifikasi dengan mempertimbangkan saham-saham defensif ke dalam portofolionya.
Senada dengan Wawan, Anggaraksa menambahkan bahwa saham-saham defensif selalu baik untuk kondisi ekonomi apapun. "Meski dalam pemulihan ekonomi sektor cyclical terlihat lebih menarik, kami tetap menyarankan investor untuk memiliki saham-saham defensif sebagai jangkar pada portofolio," kata dia.
Baca Juga: IHSG berpotensi menyentuh level 6.820 pada tahun depan
Di tengah kondisi seperti saat ini yang cenderung lagging, lanjut Anggaraksa, investor bisa mencermati saham-saham seperti BMRI, KLBF, MYOR, dan TLKM. Investor pun perlu bersikap optimistis namun tetap berhati-hati atau cautiously optimistic tahun depan.
Wawan menambahkan, tahun depan investor perlu mewaspadai saham-saham yang bergerak di sektor jasa seperti perhotelan dan transportasi. Kedua sektor itu dipandang masih akan berat karena aktivitas masyarakat dimungkinkan terbatas karena pandemi belum sepenuhnya berakhir tahun depan.
Baca Juga: Mandiri Sekuritas: IHSG bisa menuju 6.850 di tahun depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News