Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Di tengah volatilitas harga timah sepanjang tahun lalu, kinerja PT Timah (Persero) Tbk (TINS) masih cukup stabil. Pada tahun 2014, laba bersih TINS naik 9,8% year-on-year (yoy) menjadi Rp 637,98 miliar. Dengan begitu, laba bersih per saham dasar untuk operasi yang dilanjutkan naik dari Rp 82 per saham pada tahun 2013 menjadi Rp 91 per saham pada tahun 2014.
Laba bersih itu disokong dari pendapatan TINS yang masih berkibar. Sepanjang tahun lalu, pendapatan usaha TINS mencapai Rp 7,37 triliun atau naik 25,95% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 5,85 triliun. Beban pokok pendapatan TINS tercatat sebesar Rp 5,7 triliun di tahun 2014, sehingga laba kotornya masih bisa naik 10,7% menjadi Rp 1,5 trilun.
Sekretaris Perusahaan TINS Agung Nugroho mengatakan, peningkatan kinerja tercatat hampir di seluruh lini. Produksi bijih timah naik menjadi 32.319 ton dari tahun 2013 yang sebesar 26.204 ton. Begitupula produksi logam timah yang naik dari 23.718 ton menjadi 27.550 ton.
Penjualan logam timah juga naik 15,7% menjadi 26.907 ton. Sementara presentase ekspor TINS terhadap total ekspor timah Indonesia yang naik menjadi 40% dari sebelumnya 10%.
"Kenaikan laba bersih TINS tak lepas dari upaya efisiensi yang dilakukan untuk menekan biaya produksi," ujar Agung di Jakarta, Rabu (4/3). Efisiensi ini dilakukan di segala bidang misalnya mulai mengganti penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan gas yang diklaim lebih efisien.
Meski demikian, margin laba bersih TINS menurun dari 10,5% di tahun 2013, menjadi 8,6% di tahun 2014. Hal ini karena kenaikan beban keuangan TINS yang mencapai 221% yoy menjadi Rp 111,84 miliar.
Memang dari sisi liabilitas, utang bank jangka pendek TINS naik dua kali lipat pada tahun 2014 lalu menjadi Rp 2,3 triliun. Jika ditotal, jumlah liabilitas TINS mencapai Rp 4,1 triliun pada tahun lalu, naik 42% yoy. Di sisi lain jumlah ekuitasnya tercatat sebesar Rp 5,6 triliun.
Dalam jangka panjang, TINS bertumpu pada empat pilar bisnisnya. Pertama, mineral timah dan mineral ikutan lainnya dengan pembangunan pabrik miniplant monasit di Muntok, Bangka Barat. Kedua, penambangan nontimah dengan mergernya dua anak perusahaan. Hal ini akan membuat usaha TINS lebih fokus.
Ketiga adalah hilirisasi produk pertambangan betupa tin solder dan tin cemical yang dijalankan anak usahanya. Terakhir, TINS juga bertumpu pada bisnis berbasis kompetensi seperti menjajal bisnis properti. TINS bakal bekerjasama dengan dua perusahaan bisnis konstruksi lainnya milik negara. "Lahan 176 hektare merupakan proyek awal dari kerjasama ini," ujarnya.
Tahun ini, TINS menganggarkan belanja modal sebesar Rp 1,1 triliun untuk mendorong produksi. Perseroan ingin mempertahankan produksi tahun ini sebesar 25.000-30.000 ton.
Pada perdagangan Rabu (4/3), saham TINS ditutup naik 1,52% menjadi Rp 1.005 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News