Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
Di sisi lain, inflasi global masih tinggi akibat dampak perang. Akibatnya, perusahaan masih berhati-hati dalam menerbitkan surat utang.
Minimnya jumlah penerbitan MTN juga dipengaruhi peraturan baru untuk menerbitkan obligasi korporasi dan MTN. Persyaratan untuk menerbitkan obligasi sudah hampir sama dengan MTN yang bisa dilakukan tanpa penawaran umum.
Ramdhan menambahkan, obligasi juga bisa diterbitkan dengan jangka waktu pendek, menengah atau panjang. Dengan demikian, obligasi lebih banyak dipilih oleh investor.
“Sehingga perusahaan cenderung menerbitkan obligasi dengan pangsa pasar yang lebih luas,” jelas Ramdhan kepada Kontan.co.id, Selasa (25/7).
Darto mengamini, penerbitan jumlah MTN yang relatif lebih menurun dan relatif sedikit peminatnya dibandingkan dengan obligasi konvensional setelah adanya pengetatan aturan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebagaimana diketahui, sebagian besar MTN diserap oleh manajer investasi untuk dibungkus reksadana. Namun, OJK memperketat persyaratan MTN sebagai underlying reksadana dan hanya memperbolehkan mereka yang berperingkat AA atau di atasnya.
Kendati demikian, perusahaan masih menerbitkan MTN karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan obligasi konvensional. Penerbitan MTN lebih mudah dibandingkan dengan obligasi dengan tidak memerlukan pernyataan efektif dari OJK dan tidak wajib didaftarkan di KSEI maupun dicatatkan di BEI. Selain itu, MTN juga tidak wajib diperingkat.
“Karena kemudahan tersebut, MTN menjadi salah satu jalan pintas bagi korporasi yang membutuhkan dana dalam waktu cepat,” imbuh Darto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News