kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.159   41,00   0,25%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

Efek pelemahan rupiah ke emiten properti masih minim


Senin, 02 Juli 2018 / 19:31 WIB
Efek pelemahan rupiah ke emiten properti masih minim
ILUSTRASI. Bisnis Properti


Reporter: Yoliawan H | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah masih tertekan. Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan hari ini, Senin (2/7), rupiah menyentuh level Rp 14.390 per dollar Amerika Serikat.

Di balik kondisi ini, industri properti mulai mencari peluang dari tren fluktuasi rupiah. Salah satunya dari peluang pasar asing yang berpotensi untuk masuk ke properti dalam negeri. Potensi muncul dari sisi harga properti dalam negeri yang cenderung murah bagi ekspatriat asing karena pelemahan rupiah.

Pun, sebenarnya pemerintah telah merelaksasi kepemilikan properti oleh asing di dalam negeri. Ini tertuang pada Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 13 Tahun 2016 tentang tata cara pemberian, pelepasan, atau pengalihan hak atas pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia dengan status hak pakai.

Lukman Purnomosidi, Direktur Utama PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) berpendapat, rupiah yang merosot ini dapat dimanfaatkan dengan digalakkannya properti untuk orang asing. “Ada opportunity di sini, wilayah yang potensial untuk asing ini ada di Jabodetabek, Bali, Batam, dan Bangka Belitung,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id akhir pekan lalu.

Menurut Lukman, kebutuhan dan skema yang bisa dimanfaatkan seperti orang asing yang tinggal untuk berbisnis dan berpariwisata. Akan lebih baik jika kepemilikan hak pakai ini lebih disosialisasikan karena dapat menjadi peluang bagi pelaku industri properti.

Pihaknya membandingkan harga properti dalam negeri dengan Singapura yang cenderung lebih murah dalam negeri sebesar satu banding lima untuk pasar apartemen. “Seharusnya bisa lebih dipromosikan lagi, secara tidak langsung pariwisata akan terdorong dengan asing yang memiliki properti di Indonesia,” ujar Lukman.

Berbeda, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) justru masih akan fokus pada potensi pasar yang cukup besar. Memang, jika melihat data yang disebut Bank BTN selaku bank pemain properti, backlog perumahan di Indonesia mencapai 11,3 juta rumah.

Harun Hajadi, Managing Director Grup Ciputra atau PT Ciputra Development Tbk mengatakan, fluktuasi rupiah akan mengakibatkan penurunan confidence terhadap pasar, sehingga pasar properti terganggu. “Properti itu kan big ticket items, tidak seperti beli baju yang nominalnya kecil, jadi kestabilan ekonomi dan politik sering berpengaruh terhadap pasar properti,” ujar Harun kepada Kontan.co.id, Senin (2/7).

Di sisi lain, untuk menggaet pasar asing ke dalam negeri cenderung kurang menarik. Karena memang untuk asing dan siapapun yang membeli properti, kepastian kepemilikan sangat berpengaruh, apalagi untuk orang asing yang tidak tinggal di sini. “Sosialisasi pemerintah mengenai hak pakai itu sangat rendah, notaris saja banyak yang tidak seberapa menguasai mengenai hukum hak pakai. Makanya sulit untuk terbang,” ujar Harun.

CTRA masih akan fokus dalam pengembangan properti secara menyebar di seluruh kawasan potensial di Indonesia yang bertujuan untuk menggarap potensi pasar lokal. “Diversifikasi itu membuat CTRA lebih stabil marketing sales-nya. Tahun ini target marketing sales kami Rp 7,6 triliun atau sama dengan pencapaian tahun 2017,” ujar Harun.

Senada, Intiland Development Tbk (DILD) melihat porsi pasar ekspatriat di dalam negeri yang masih terbilang sangat kecil membuat peluang dari pasar tersebut cenderung kecil pula.

Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk mengatakan, pada dasarnya memang ada potensi dari pelemahan rupiah, tapi dampaknya tidak akan besar. “Pasar ekspatriat sendiri belum besar di Indonesia. Karena aturannya juga belum efektif di lapangan,” ujar Theresia kepada Kontan.co.id, Senin (2/7).

Menurut Theresia, pasar asing di Indonesia hanya sekitar 1% sampai 2% dari total pasar yang ada di dalam negeri.

DILD menargetkan marketing sales atau penjualan pemasaran Rp 3,3 triliun sepanjang 2018. Target tersebut tumbuh 15% dibandingkan pencapaian penjualan pemasaran DILD pada tahun 2017 yang sebesar Rp 2,93 triliun dengan fokus pada tiga segmen yakni mixed-use dan high rise, landed residential, dan industrial estate.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×