Reporter: Michelle Clysia Sabandar | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Muncul kabar baik dari Bank Indonesia (BI) bagi sektor properti, akhir pekan lalu. Bank Indonesia secara resmi mengumumkan pelonggaran aturan loan to value (LTV) pembelian rumah.
Mulai 1 Agustus nanti, BI akan membebaskan aturan pembayaran uang muka pembelian rumah pertama. Dengan demikian, besaran uang muka diserahkan ke masing-masing bank. Harapannya, hal ini kembali bisa menggenjot sektor properti yang lesu.
Tapi pada saat yang sama, bank sentral juga kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (BI 7-DRR). Biasanya, kenaikan suku bunga juga bakal diikuti kenaikan bunga perbankan. Salah satunya, bunga kredit kepemilikan rumah (KPR). Padahal, kebanyakan orang Indonesia masih mengandalkan KPR saat membeli rumah.
Meski begitu, para analis masih yakin kenaikan suku bunga tidak akan menekan sektor properti dalam jangka pendek. "Pengaruhnya tidak akan terlalu signifikan," kata William Siregar, Analis Paramitra Alfa Sekuritas, akhir pekan lalu (29/6).
Apalagi, dampak kenaikan suku bunga acuan terhadap sektor properti tidak akan langsung terlihat. Analis NH Korindo Sekuritas Michael Tjahjadi menyebut, perbankan biasanya tidak akan langsung menaikkan suku bunga kredit pasca kenaikan suku bunga.
Dalam jangka panjang, kenaikan BI 7-DRR memang akan berpengaruh terhadap penjualan sektor properti. Tapi, bukan berarti prospek sektor properti lantas menjadi buruk.
Masih suram
Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan, properti termasuk kebutuhan primer manusia. Oleh karena itu, permintaan properti, terutama rumah, akan tetap ada. Prospek sektor properti ke depan akan kembali positif bila pemerintah bisa mendorong daya beli masyarakat kembali naik.
Selain itu, properti masih merupakan salah satu instrumen investasi favorit di Indonesia. Karena itu, permintaan properti sebagai instrumen investasi juga masih bakal tinggi.
Cuma memang, analis masih melihat kondisi bisnis properti tahun ini masih belum akan benar-benar pulih. Pada dasarnya, prospek sektor properti masih tertekan rendahnya daya beli masyarakat belakangan ini.
Oleh karena itu, para analis juga menilai kebijakan Bank Indonesia melonggarkan ketentuan terkait uang muka pembelian rumah tidak lantas membuat penjualan properti kembali bergairah. Pertumbuhan harga properti juga masih pelan.
Meski begitu, perusahaan pengembang properti masih bisa mendorong penjualan dengan mengintensifkan strategi pemasaran.
Analis menilai ada beberapa saham properti yang secara fundamental menarik untuk diperhatikan. Meski saat ini kinerja emiten tersebut masih tertekan, namun saat sektor properti kembali pulih, emiten-emiten tersebut akan mendapat sentimen positif.
Nafan dan William sama-sama merekomendasikan investor untuk memperhatikan saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI). Kedua analis tersebut menilai prospek saham-saham properti tersebut masih oke.
BSDE antara lain memiliki keunggulan dari sisi penjualan. Marketing sales pengembang kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) di Banten ini tetap tinggi di kala sektor properti sedang tertekan.
Selain itu, BSDE juga memiliki land bank yang cukup besar. Di akhir tahun lalu, land bank BSDE mencapai 38.900 hektare (ha).
BSDE juga menjual langsung lahan ke pihak ketiga. Langkah ini membantu mendongkrak marketing sales. Tahun lalu, BSDE menjaring Rp 1,4 triliun dari penjualan lahan ke investor Tiongkok dan Rp 1,6 triliun dengan menjual lahan ke sebuah perusahaan lokal.
Michael juga merekomendasikan saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Perusahaan properti milik Grup Ciputra ini mampu mencetak pendapatan pra penjualan atawa marketing sales positif di kuartal satu lalu, yakni mencapai Rp 1,6 triliun. Pencapaian tersebut sudah sekitar 20,78% dari target marketing sales tahun ini.
Jadi, masih ada peluang dari saham properti, meski investor harus cermat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News