kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.546.000   5.000   0,32%
  • USD/IDR 16.205   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.065   -15,76   -0,22%
  • KOMPAS100 1.047   -0,56   -0,05%
  • LQ45 821   -0,42   -0,05%
  • ISSI 210   -0,21   -0,10%
  • IDX30 422   -0,40   -0,10%
  • IDXHIDIV20 504   -0,41   -0,08%
  • IDX80 120   -0,22   -0,18%
  • IDXV30 123   -0,06   -0,04%
  • IDXQ30 140   -0,22   -0,16%

Efek Indonesia Gabung BRICS, Begini Prospek Rupiah Selanjutnya


Kamis, 09 Januari 2025 / 19:13 WIB
Efek Indonesia Gabung BRICS, Begini Prospek Rupiah Selanjutnya
ILUSTRASI. Ekonomi memberikan prospek pergerakan nilai tukar rupiah usai Indonesia bergabung dengan BRICS


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah mengurangi ketergantungan terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) sejalan dengan bergabungnya Indonesia ke BRICS. Transaksi non dolar AS diharapkan meminimalisasi tekanan dari the greenback.

Untuk diketahui, Indonesia resmi bergabung menjadi anggota penuh aliansi ekonomi bentukan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS). Penetapan Indonesia sebagai anggota BRICS ini disampaikan oleh pemerintah Brasil sebagai Ketua BRICS 2025, pada 6 Januari 2025.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, rupiah dapat memperoleh manfaat dari transaksi mata uang lokal atau local currency transactions (LCT) dengan negara-negara anggota BRICS, terutama jika transaksi perdagangan Indonesia dengan negara-negara seperti China dan India lebih banyak dilakukan tanpa menggunakan dolar AS.

Josua menyebutkan, manfaat pertama Indonesia bergabung BRICS yakni dapat memperluas pasar bagi komoditas unggulan seperti batu bara dan Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah. Hal itu mengingat China dan India merupakan pasar utama untuk komoditas ini.

Baca Juga: Menanti Data Ketenagakerjaan AS, Rupiah Masih Berpotensi Melemah Besok Jumat (10/1)

Kedua, BRICS melalui New Development Bank (NDB) dapat memberikan pendanaan infrastruktur tanpa syarat berat yang biasanya diterapkan oleh lembaga-lembaga Barat. Pendanaan ini dapat membantu mengurangi beban fiskal pemerintah dan meningkatkan investasi.

Ketiga, dengan fokus BRICS pada perdagangan intra-regional, peluang peningkatan volume perdagangan antar anggota dapat memberikan stabilitas pada nilai tukar regional, termasuk rupiah.

‘’Strategi ini berpotensi mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah karena dapat mengurangi kebutuhan terhadap dolar AS dalam transaksi perdagangan internasional,’’ ucap Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (9/1).

Di lain sisi, Josua melihat bahwa adanya tantangan baru yakni timbulnya ketergantungan terhadap China yang mendominasi perdagangan intra-BRICS. Ketergantungan ini dapat menciptakan ketidakseimbangan perdagangan bagi Indonesia.

Selain itu, bergabung dengan BRICS dapat dilihat sebagai keberpihakan terhadap blok tertentu dalam persaingan antara AS dan China, yang berpotensi memengaruhi hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat. Meskipun juga, penggunaan mata uang lokal dapat mengurangi tekanan dolar AS, fluktuasi dalam nilai tukar mata uang anggota BRICS lainnya dapat memengaruhi stabilitas rupiah.

‘’Jadi, jika transaksi mata uang lokal berhasil mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, rupiah dapat menguat dalam jangka menengah hingga panjang. Tetapi penting bagi pemerintah untuk mengelola risiko geopolitik dan memastikan implementasi kebijakan yang mendukung stabilitas ekonomi domestik,’’ jelas Josua.

Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.217 Per Dolar AS Hari Ini, Sejalan Mata Uang Asia

Menurut Josua, keberadaan negara-negara besar seperti China dan India dalam BRICS memberikan legitimasi pada upaya dedolarisasi ini, meskipun dominasi perdagangan intra-BRICS masih terkonsentrasi pada China.

Namun demikian, perlu diketahui bahwa dolar AS masih merupakan mata uang yang paling likuid dan stabil di pasar global, digunakan dalam sekitar 88% dari total transaksi valas dunia. Mata uang alternatif seperti Renminbi belum sepenuhnya dapat menyaingi dollar AS karena kurangnya konvertibilitas penuh dan kepercayaan global.

‘’Proses dedolarisasi membutuhkan waktu panjang dan koordinasi yang kuat di antara negara-negara BRICS dan negara berkembang lainnya,’’ tutur Josua.

Dolar AS pun diperkirakan masih berpotensi menguat terhadap mata uang dunia. Hal itu mengingat kebijakan inward looking policy yang berpotensi akan diterapkan oleh Trump, sehingga mendorong tingkat inflasi Amerika tetap tinggi dan membatasi ruang penurunan suku bunga.

Josua berujar, meskipun dedolarisasi melalui BRICS menunjukkan perkembangan yang menarik, dolar AS masih sangat kuat karena likuiditas, stabilitas, dan dominasinya dalam perdagangan internasional.

Proses dedolarisasi memerlukan waktu yang panjang, terutama dalam menghadapi tantangan seperti kurangnya alternatif mata uang yang likuid dan kepercayaan global pada sistem moneter lainnya. Sementara itu, kebijakan suku bunga tinggi AS tetap menjadi faktor pendukung kekuatan dolar AS dalam jangka pendek hingga menengah.

Baca Juga: Didukung Harga dan Peningkatan Produksi, Intip Rekomendasi Saham BRMS

Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (9/1), rupiah dalam tren melemah tipis yakni tertekan 0,04% secara harian ke level Rp 16.217 per dolar AS. Di sepanjang tahun lalu, kurs rupiah melemah 4,76% yang ditutup pada level Rp 16.132 per dolar AS, per 31 Desember 2024.

Selanjutnya: Kembali Gelar MMB 2025, Maybank Indonesia Turut Incar Akuisisi Nasabah Baru

Menarik Dibaca: Cara Membersihkan Kuas Makeup yang Benar Menurut Dokter Kulit, Sudah Tahu?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×