Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
Menurut Fyqieh, ketidakpastian ekonomi seperti Inflasi yang masih tinggi dan suku bunga di level puncak akan membuat masyarakat dunia lebih memilih aset safe haven seperti emas dan dolar AS. Kondisi ekonomi AS yang masih belum optimal akan menjadi perhatian karena berkorelasi pada kebijakan suku bunga.
“Fokus ekonomi global saat ini yaitu masalah inflasi, serta harga komoditas yang terus melambung tinggi dan memicu inflasi berlebihan. Sehingga, Amerika belum berencana untuk menurunkan suku bunga tahun ini,” kata Fyqieh kepada Kontan.co.id, Senin (22/4).
Di samping itu, dampak potensi perang berkelanjutan di Timur Tengah terhadap harga Bitcoin wajib diwaspadai. Jika terjadi perang, investor cenderung mencari aset yang lebih stabil, yang dapat mengakibatkan penurunan harga Bitcoin dan altcoin.
Walaupun demikian, Fyqieh memasang target pribadi Bitcoin mampu menyentuh level US$ 100.000 di tahun 2024 ini. Optimisme itu mengingat sebenarnya harga Bitcoin sudah melalui 50% dari bullrun.
Baca Juga: Halving Tuntas, Harga Bitcoin (BTC) Diprediksi Bakal Terus Ngegas
Jika melihat kembali sejarah, halving pada tahun 2012 menandai awal dari kenaikan Bitcoin yang meroket, mendorong harganya sebesar 92 kali lipat pasca-halving. Peristiwa halving berikutnya pada tahun 2016 dan 2020 menunjukkan peningkatan yang signifikan masing-masing sebesar 30 kali dan 8 kali lipat.
“Kenaikan lebih lanjut bisa terjadi apabila sentimen tahun ini dalam kondisi positif. Harga US$100.000 tersebut merupakan harga psikologis Bitcoin,” ucap Fyqieh.
Mengutip Coinmarketcap, Senin (22/4) pukul 17.15 WIB, harga Bitcoin stabil di kisaran US$66.029 atau naik 1,75% dalam 24 jam terakhir. Total kapitalisasi pasar Bitcoin sekitar US$1,3 triliun dengan dominasi sekitar 53% dari total pasar.
Fyqieh melihat prospek Bitcoin tampak bullish dalam jangka panjang khususnya setelah fase Pre-Halving Retrace yaitu fase 28 hingga 14 hari sebelum peristiwa halving. Setelah fase itu, BTC akan memasuki fase akumulasi ulang yang mungkin berlangsung selama hampir 5 bulan.
Dia berpandangan bahwa akan banyak investor akan terguncang pada fase ini karena kebosanan, ketidaksabaran, dan kekecewaan terhadap kurangnya hasil besar dalam investasi BTC mereka setelah halving. Padahal, setelah Bitcoin keluar dari area akumulasi ulang, berpotensi bertumbuh menuju titik tertinggi baru alias new all time high (ATH).
“Rentang akumulasi ulang ini yang dapat meningkatkan harga Bitcoin mencapai harga tertinggi baru,” tutur Fyqieh.
Selanjutnya: Berdikari Pondasi (BDKR) Menganggarkan Capex Rp 110 Miliar di Tahun 2024
Menarik Dibaca: Susah Buang Angin, Ternyata Ini 5 Penyebab Susah Kentut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News