Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Halving Bitcoin (BTC) yang keempat akan terjadi dalam waktu dekat. Setiap empat tahun, kecepatan dalam perilisan Bitcoin baru yang beredar akan berkurang setengah.
Mekanisme tersebut berfungsi untuk mencegah efek inflasi yang disebabkan oleh perilisan total persediaan Bitcoin (yang dibatasi pada jumlah 21 juta Bitcoin) terlalu cepat.
Bagi para penambang yang melakukan validasi transaksi di blockchain, halving kali ini akan memotong imbalan yang bisa mereka dapatkan dari 6,25 menjadi 3,125 Bitcoin per blok. Semakin sedikit BTC baru yang dirilis, artinya semakin sedikit persediaan yang beredar.
Interim Country Manager Luno Indonesia Aditya Wirawan menjelaskan, mekanisme halving telah diatur dalam algoritma yang ada di jaringan BTC sebagai langkah untuk mengurangi inflasi. "Tidak ada jaminan dan tidak ada yang bisa memprediksi apakah harga Bitcoin akan turun, naik atau tetap sama setelah halving di bulan April ini," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (16/4).
Baca Juga: Bitcoin Diwarnai Sederet Peristiwa Penting Pekan Ini, Intip Strategi Investasinya
Halving BTC ketiga terjadi di bulan Mei 2020 dan dua halving sebelumnya menyebabkan kenaikan harga yang dramatis. Namun, rally Bitcoin ke harga tertinggi baru yang belum lama terjadi telah menunjukkan bahwa siklus halving kali ini berbeda dengan siklus-siklus sebelumnya, dan kemungkinan disebabkan karena meningkatnya ketertarikan investor institusional akibat persetujuan ETF Bitcoin di AS.
"Siklus kali ini sudah terlihat berbeda dengan siklus-siklus sebelumnya. Bitcoin untuk pertama kalinya dalam sejarah menguji harga tertinggi baru menjelang halving," ujarnya.
Banyak analis yang juga meyakini bahwa halving tidak banyak berdampak pada harga Bitcoin. “Bahkan jika meyakini bahwa halving merupakan faktor pendorong utama dari kenaikan harga Bitcoin, tidak ada jaminan bahwa hal ini akan terus terjadi di masa depan," sambungnya.
Baca Juga: Bitcoin Melemah 11,32% dalam Sepekan, Ini Penyebabnya
Situasi pasar
Beberapa bulan menjelang halving, exchange-traded fund (ETF) Bitcoin pertama di AS telah disetujui dan lebih dari US$ 6 miliar aliran dana telah masuk ke ETF Bitcoin. Harga tertinggi BTC senilai lebih dari Rp 1 miliar juga telah dicapai di bulan Maret di Luno.
Bitcoin masih tergolong aset yang relatif baru. "Dengan aliran dana masuk dari investasi institusional dan ETF, industri kripto saat ini sangat berbeda dengan situasi pada lima atau sepuluh tahun yang lalu," paparnya.
Ketika halving pertama terjadi di tahun 2012, Bitcoin dihargai senilai US$ 12. Setelah peristiwa halving pertama tersebut, harga BTC melonjak naik ke kisaran US$ 1.000 di akhir 2013. Halving kedua terjadi pada tanggal 9 Juli 2016 dan BTC dihargai di kisaran US$640. Kemudian, pada bulan Juli 2017 harganya naik ke level US$ 2.550.
Halving ketiga terjadi pada tanggal 11 Mei 2020 dengan Bitcoin dipertukarkan di level US$ 8.750. Satu tahun kemudian, harganya melonjak hingga mencapai US$ 62.000.
Baca Juga: Timur Tengah Memanas, Ini Instrumen Investasi yang Bisa Dilirik Investor
Dampak halving bagi pemilik Bitcoin
Selain fluktuasi harga, halving tidak berdampak apapun terhadap jumlah dan sifat Bitcoin yang telah dimiliki. Halving hanya berdampak pada imbalan yang akan diterima penambang Bitcoin.
Pada halving pertama di tahun 2012, hanya terdapat 43.000 alamat Bitcoin. Pada halving kedua di tahun 2016, terdapat tujuh juta alamat dan kini telah terdapat lebih dari 46 juta alamat Bitcoin yang berisi lebih dari US$ 1 di dalamnya.
Keseluruhan persediaan Bitcoin tidak akan turun karena halving. Total persediaan akan selalu bertambah dan akan terus bertambah hingga mencapai batas 21 juta pada sekitar tahun 2140. Halving hanya mengerem kecepatan rilis Bitcoin baru dengan memotong imbalan penambang, sebuah langkah agar Bitcoin dapat mempertahankan kelangkaannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News