Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Setelah menjalani proses panjang dan berliku, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akhirnya mengumumkan hasil pemeriksaan dugaan kasus short selling yang dilakukan oleh beberapa perusahaan efek. Hasilnya, dari kedua belas perusahaan efek yang diperiksa sejak tanggal 13 Oktober 2008 lalu, tidak satu pun yang terbukti melakukan praktik short selling.
Kedua belas perusahaan tersebut adalah JP Morgan Securities Indonesia, Merrill Lynch Indonesia, CLSA Indonesia, Credit Suisse Securities Indonesia, CIMB-GK Securities Indonesia, BNP Paribas Securities Indonesia, Kim Eng Securities, UOB Kay Hian Securities Indonesia, DBS Vickers Securities Indonesia, Deutsche Securities, UBS Securities Indonesia dan Ciptadana Securities.
Dalam press release yang dikeluarkan Bapepam-LK kemarin, tim pemeriksa Bapepam-LK memperoleh fakta dan dapat membuktikan bahwa, selain Kim Eng Securities, seluruh transaksi jual dilakukan dalam posisi perusahaan efek sudah memiliki efek yang dijual. Ini mengartikan bahwa transaksi yang mereka lakukan bukan short selling.
Khusus terhadap Kim Eng Securities, Ketua Bapepam-LK, Ahmad Fuad Rahmany mengatakan bahwa Bapepam-LK tidak bisa memperoleh data mengenai transaksi nasabah Kim Eng tersebut. Nasabah tersebut adalah nasabah asing dan Bapepam-LK terkendala dalam memperoleh data dari negara tersebut. "Kita kirim surat ke Singapura, tetap mereka tidak merespon," terang Fuad.
Walhasil, karena tidak bisa membuktikan bahwa itu adalah praktik short selling, Bapepam-LK tidak menuntut Kim Eng atas pelanggaran melakukan short selling.
Denda administratif
Namun tidak lantas kedua belas perusahaan efek tersebut adem ayem. Tim pemeriksa Bapepam-LK telah menemukan sejumlah pelanggaran administratif terhadap peraturan pasar modal. Peraturan yang dilanggar itu adalah V.D.3, V.D.6 dan V.D.10.
Pelanggaran terhadap peraturan nomor V.D.3 umumnya adalah tidak melakukan verifikasi atas order nasabah. Sementara itu, pelanggaran terhadap ketentuan V.D.6 adalah tentang pembukaan rekening efek margin tanpa disertai dengan pembukaan rekening efek reguler. Pelanggaran peraturan V.D.10 karena perusahaan efek dinilai tidak menerapkan prinsip mengenal nasabah (know your client).
Hasil pemeriksaan, menunjukkan pelanggaran yang banyak dilakukan adalah peraturan V.D.3 dengan sanksi denda sebesar Rp 50 juta. Namun OUB Kay Hian Securities Indonesia, tercatat melakukan dua pelanggaran, yaitu V.D3 dan V.D.10 dan diganjar dengan denda sebesar Rp 100 juta. Sedangkan Ciptadana Securities melakukan pelanggaran V.D.6 dengan sanksi denda sebesar Rp 50 juta.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur Merrill Lynch Indonesia, Lily Widjaja belum bisa berkomentar karena belum mendapat surat resmi dari Bapepam-LK. Namun sebagai Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), ia menegaskan pihaknya mungkin akan meminta klarifikasi dari Bapepam-LK setelah mendapat surat keputusan tersebut.
Menurut Lily, dalam peraturan mengenai verifikasi atas order nasabah (V.D.3), ia mengaku selama ini tidak ada keharusan untuk melakukan verifikasi itu. "Tidak tersedia prosedur dan fasilitas untuk verifikasi itu," bebernya.
Bila perusahaan efek mendapat order dari nasabah, sangat sulit mendapat informasi dari Bank Kustodian mengenai posisi efek yang dimiliki oleh si investor tersebut. Umumnya Bank Kustodian tidak akan memberikan keterangan itu. Itulah sebabnya kenapa banyak perusahaan efek yang tidak melakukan verifikasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News