Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemilau harga emas bakal memoles bisnis PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di tahun ini. Apalagi, proyek pengembangan ekosistem bisnis nikel ANTM siap menjadi pertumbuhan berkelanjutan ANTM ke depannya.
Equity Analyst OCBC Sekuritas Olivia Laura Anggita memperkirakan harga emas akan tetap tinggi seiring permintaan domestik yang tinggi. Meskipun, produksi emas ANTM pada dasarnya akan datar di tahun ini karena pasca-penambangan di tambang Cibaliung.
Di sepanjang tahun lalu, ANTM berhasil mencetak total pendapatan tahun 2022 sebesar Rp 46 triliun atau tumbuh 19,5% YoY. Emas menjadi penopang pendapatan ANTM dengan penjualan mencapai Rp 31,62 triliun, naik dari tahun sebelumnya hanya Rp 25,94 triliun.
Feronikel menjadi kontributor kedua dengan capaian Rp 6,85 triliun, disusul penjualan bijih nikel senilai 5,17 triliun, penjualan alumina senilai Rp 1,31 triliun, bijih bauksit senilai Rp 618 miliar, dan pendapatan dari penjualan perak senilai Rp 120,34 miliar.
Baca Juga: Menilik Kinerja Emiten Properti di 2022, Ini Jawaranya
Olivia mengharapkan margin yang lebih tinggi bagi ANTM di tahun 2023. Selain ditopang harga emas, performa penjualan bijih nikel emiten pelat merah ini diharapkan mampu mencapai 8 metrik ton (mt) di tahun ini atau tumbuh 15,9% dari tahun lalu. Hal tersebut seiring dengan dimulainya penjualan bijih limonit dan pengoperasian penuh smelter di Halmahera Timur (Haltim). Sejalan pula dengan permintaan dari industri terhadap nikel yang lebih tinggi.
OCBC Sekuritas memproyeksikan Gross Profit Margin (GPM) Aneka Tambang bisa tumbuh 19,1% di 2023 dibandingkan 17,9% di 2022. Sementara, Net Profit Margin (NPM) diharapkan tumbuh 8,9% di 2023 dibandingkan 8,3% di tahun lalu. Proyeksi tersebut karena mempertimbangkan adanya perkiraan turunnya Cost of Goods Sold (COGS) dari biaya bahan bakar dan batubara yang akan turun secara signifikan sekitar 46,1% YoY di tahun 2023.
Analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo mengatakan bahwa pendapatan ANTM di tahun lalu sangat baik yang didukung peningkatan volume penjualan emas dan naiknya harga jual rata-rata harga jual alias Average Selling Price (ASP) feronikel. Ini mampu mengimbangi penurunan volume penjualan feronikel sebesar 6,9% menjadi 24.210 mton dan penurunan penjualan bijih nikel sebesar 9,0% menjadi 7,0 juta ton.
Thomas memandang emas telah bersinar lebih terang utamanya karena adanya ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memperlambat langkah kenaikan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang. Kekhawatiran atas Amerika Serikat (AS) yang mencapai batas pagu utangnya yang berpotensi turut menyebabkan gangguan signifikan di pasar keuangan. Lalu, pasar tengah ketakutan akan inflasi yang tidak terkendali.
Faktor-faktor tersebut telah melemahkan daya tarik dolar AS dan imbal hasil US Treasury yang meningkatkan daya tarik emas sebagai aset lindung nilai (safe haven). Karena itu, Ciptadana Sekuritas meningkatkan harga patokan emas pada tahun ini sebesar 5,6% menjadi US$ 1.900 per ons.
Kepala Riset Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya turut melihat prospek ANTM berpotensi tumbuh di tahun ini karena ditopang harga emas yang relatif tinggi.
“Investor akan menyukai instrumen safe haven seperti emas di tengah kekhawatiran resesi global,” kata Cheril kepada Kontan.co.id, Senin (10/4).
Selain itu, Cheril bilang, ANTM juga diuntungkan oleh perkembangan industri kendaraan listrik mengingat ANTM sebagai salah satu produsen berbagai bahan bakunya. Namun, tetap waspadai sentimen negatif dari fluktuasi harga komoditas emas dan nikel. Serta, perubahan kebijakan pemerintah yang bisa berdampak negatif bagi prospek bisnis ANTM.
Baca Juga: Sektor Properti Masih Berpotensi Tumbuh di 2023, Simak Rekomendasi Analis Berikut
Olivia berujar, ANTM telah menandatangani perjanjian bersyarat dengan Hong Kong CBL limited (HKCBL) atas kepemilikan saham ANTM di PT Sumberdaya Arindo. Transaksi tersebut adalah kelanjutan dari kesepakatan kerangka kerja antara ANTM, IBC, dan HKCBL pada April 2022 untuk mengembangkan sebuah ekosistem baterai Electric Vehicle (EV) terintegrasi senilai US$ 6 miliar atau setara Rp 90 triliun.
Konsorsium baterai kendaraan listrik Indonesia ANTM, CATL, Indonesia Battery Corporation (IBC), dan LG Energy Solution (LGES) diharapkan dapat segera memasuki pasar ekspor. Konsorsium ini diharapkan mampu membangun lini produksi baterai kendaraan listrik dengan kapasitas 230 gigawatt/jam (GWh).
“Kami percaya produksi tahun depan akan meningkat karena proyek-proyek baru mulai akhir tahun 2023,” tulis Olivia dalam riset tanggal 3 April 2023.
Thomas menilai partisipasi ANTM dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik tersebut adalah langkah maju menuju realisasi tujuan perusahaan untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik (EV) dan memastikan pengembangan smelter HPAL di Haltim.
Dalam riset tanggal 27 Maret 2023, Thomas mengungkapkan bahwa ANTM baru-baru ini juga memperbarui perjanjian pembeliannya dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menyediakan listrik yang sangat dibutuhkan untuk pabrik smelter feronikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Smelter tersebut akan menambah 13,5 ribu ton feronikel dan dijadwalkan mulai beroperasi pada kuartal kedua 2023.
Apalagi, proyek kilang Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) milik ANTM dengan kapasitas produksi 1 juta ton ditargetkan selesai pada Juli 2023. Beroperasinya proyek smelter di Kalimantan Barat tersebut akan bertepatan dengan keputusan pemerintah Indonesia baru-baru ini tentang pelarangan bijih bauksit yang bisa memastikan produksi bijih bauksit bagi konsumen.
Thomas mempertahankan rekomendasi buy untuk ANTM dengan target harga tidak berubah di Rp 3.000 per saham. Hal tersebut karena menilai kinerja ANTM yang telah sesuai proyeksi. Ciptadana Sekuritas memproyeksikan pendapatan ANTM untuk periode 2022 sebesar Rp 44,5 triliun.
Sementara untuk periode 2023 dan 2024 masing masing diperkirakan sebesar Rp 45,7 triliun dan Rp 52,6 triliun.
Olivia juga merekomendasikan buy saham ANTM pada target harga di Rp 2.500 per saham. Sedangkan, Cheril menyarankan buy untuk saham ANTM pada target harga lebih rendah di Rp 2.300 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News