Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Tendi Mahadi
Adapun beberapa sentimen yang bakal menopang kenaikan harga logam mulia ke depan yakni masih seputar persebaran virus Korona. Selain itu, ada juga isu ancaman pelambatan ekonomi global dan tren penurunan suku bunga acuan di bank sentral dunia yang bisa menjadi sentimen positif.
Asal tahu saja, sebaran virus Korona saat ini sudah semakin meluas bahkan di luar China. Hal ini tercatat dari tingginya jumlah kasus dan korban di Korea Selatan, Iran, bahkan AS sudah mencatatkan kasus kematian pertamanya.
Baca Juga: Dana asing Rp 3,84 triliun kabur dari pasar saham dalam sepekan
Untuk China sendiri, dampak Korona telah menekan kondisi perekonomiannya dimana pasca imlek hanya 40% pabrik yang beroperasi, asupan dari sektor pariwisata juga melorot baik di dalam maupun di luar China. Bahkan, dampaknya sudah terasa hingga ke rantai pasokan seiring turunnya harga minyak.
Berbagai kondisi tersebut berpotensi menekan prospek pertumbuhan ekonomi global. Bahkan, virus Korona juga turut mendorong bank-bank sentral di dunia untuk melonggarkan suku bunga acuannya, termasuk The Fed yang sudah menunjukkan sinyal pelonggaran. Di sisi lain proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE) masih menjadi tantangan.
"Harga emas diperkirakan masih akan bergerak konsolidasi di jangka pendek. Namun, untuk jangka panjang sentimennya masih mendukung emas untuk menguat dan kemungkinan akan diikuti logam mulia lainnya," ungkapnya.
Untuk itu, Alwi merekomendasikan buy on weakness untuk emas ketika harga berada di kisaran US$ 1.535 per ons troi dan US$ 1.550 per ons troi. Sedangkan untuk level resistance diperkirakan bisa menyentuh level US$ 1.657 per ons troi.
Baca Juga: Wabah Corona Menekan Harga Tembaga
Hal senada diungkapkan Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra yang juga merekomendasikan buy on weakness. Menurutnya, pergerakan harga komoditas logam mulia masih akan cukup volatil ke depannya.