kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dari 12 emiten yang IPO sepanjang 2019, emiten infrastruktur diprediksi akan tumbuh


Selasa, 28 Mei 2019 / 21:50 WIB
Dari 12 emiten yang IPO sepanjang 2019, emiten infrastruktur diprediksi akan tumbuh


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini, ada 12 perusahaan yang telah melaksanakan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Hingga perdagangan Selasa (28/5), ada saham-saham yang mencatatkan kenaikan harga di bawah 100%, lebih dari 100%, lebih dari 1.000%, hingga ada yang menunjukkan penurunan harga saham dibanding saat IPO.

Sebagai contoh, harga saham PT Sentra Food Indonesia Tbk (FOOD) hingga perdagangan Selasa (28/5) hanya naik 20% menjadi Rp 162 per saham, dari harga IPO Rp 135. Padahal, emiten sub-sektor makanan dan minuman yang IPO pada tanggal 8 Januari 2019 ini pernah mencatatkan harga per saham di level Rp 442.

Di samping itu, ada juga emiten yang menunjukkan kenaikan harga saham yang tinggi. Saham PT Citra Putra Realty Tbk (CLAY) misalnya, mencatatkan kenaikan 1.644% sejak IPO tanggal 18 Januari 2019 dengan harga Rp 180 per saham. Hingga perdagangan Selasa (28/5), harga saham emiten yang bergerak di sub-sektor perhotelan ini berada pada level Rp 3.140 per saham.

Meskipun begitu, ada juga emiten yang mencatatkan penurunan harga saham dibanding harga IPO-nya. Salah satunya adalah PT Estika Tata Tiara Tbk (BEEF) yang bergerak di sub-sektor peternakan. Per perdagangan Selasa (28/5), harga per lembar saham emiten ini turun 47% menjadi Rp 181. Padahal, saat IPO pada 10 Januari 2019, harganya adalah Rp 340 per saham.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, biasanya pergerakan harga saham emiten-emiten yang baru IPO memang belum normal. Pergerakan saham tersebut bergantung pada sentimen pasar dan juga prospek perusahaan tersebut menurut investor.

Wawan menjelaskan, biasanya perusahaan yang akan IPO melakukan road show ke para investor strategis yang akan membeli saham-saham tersebut dalam jumlah besar. “Kemudian, ketika sudah melantai di bursa harga sahamnya bakal tergantung pada pasar dan investor lain apakah tertarik pada saham tersebut atau tidak,” kata Wawan saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (28/5).

Sebagai contoh, ia menilai harga saham di sektor barang konsumer cenderung mengalami kenaikan harga yang tidak terlalu tinggi dibanding harga IPO. Alasannya, emiten sektor ini biasanya memiliki arus kas yang kuat dan mencatatkan penjualan yang konsisten dan stabil. Dengan begitu, harga saham yang ditawarkan akan relatif mahal.

Berbeda dengan sektor properti yang prospeknya disetir oleh proyek apa yang akan dijalankan ke depannya. Sektor ini juga tidak selalu menjanjikan penjualan yang stabil. Oleh karena itu, biasanya saham-saham sektor properti memang dijual dengan harga yang relatif murah untuk menarik minat investor.

Selain itu, menurut Wawan pergerakan harga saham pada waktu awal IPO lebih fokus ke sentimen-sentimen yang ada. “Kalau hari pertama positif itu bisa dipegang. Akan tetapi, kalau hari pertama sudah negatif, dalam sebulan ke depan itu masih akan rugi,” kata dia. Wawan menambahkan, pergerakan harga saham pasca IPO juga bisa dipengaruhi oleh laporan terbaru kinerja emiten. Biasanya investor akan merevisi pandangannya setelah melihat kinerja fundamental terbaru dari emiten tersebut.

Ke depannya, ia memprediksi emiten-emiten di sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang akan mencatatkan kenaikan harga saham paling tinggi. Alasannya, kondisi politik sudah menunjukkan kepastian atas kemenangan presiden petahana Joko Widodo. “Dengan begitu, investor bisa lihat pembangunan infrastruktur akan berlanjut dan saham-saham ini akan dapat porsi dari pembangunan tersebut,” ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×