Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Harga gas alam terlempar cukup dalam. Menipisnya permintaan akibat perlambatan ekonomi dan cuaca yang lebih hangat dari biasanya menggerus harga komoditas tersebut.
Mengutip Bloomberg, Jumat (23/10), harga gas alam kontrak pengiriman November 2015 di bursa New York Merchantile Exchange terkoreksi 4,19% ketimbang hari sebelumnya ke level US$ 2,286 per mmbtu. Sepekan, harga gas alam merosot 5,92%.
Pengamat Komoditas Ibrahim memaparkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan harga gas alam.
Pertama, adanya testimoni dari Bank Sentral Eropa alias European Central Bank (ECB) yang khawatir terhadap perlambatan ekonomi Uni Eropa sepanjang tahun 2015 dan 2016.
Kondisi tersebut mengindikasikan ECB bakal menggelontorkan stimulus guna menggairahkan pasar. Pesimisme juga berasal dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang beberapa saat lalu memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Eropa untuk tahun 2016 dari semula 1,7% menjadi 1,6%.
Kondisi tersebut membuat indeks dollar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (23/10) naik 0,78% ke level 97,127. Penguatan mata uang Negeri Paman Sam menggerus permintaan gas alam. Sebab, komoditas ini diperdagangkan dalam dollar AS yang kian mahal.
Kedua, pertumbuhan ekonomi China per kuartal III 2015 yang tercatat 6,9%, level terendah sejak tahun 2009. "Pada saat ekonomi global mengalami permasalahan, permintaan gas alam relatif rendah. Sebab, konsumen terbesar gas alam setelah AS itu adalah China dan Eropa," tukasnya.
Ketiga, mengacu data MDA Weather Services, cuaca lebih hangat dari biasanya pada hampir seluruh kawasan 48 negara bagian AS hingga tanggal 5 November 2015. Cuaca di kota Chicago misalnya, diprediksi menyentuh 63 derajat Fahrenheit pada tanggal 1 November 2015, 1,7 derajat lebih tinggi dari kondisi normal. Ini mengindikasikan permintaan gas alam akan menyusut.
Padahal, menurut Energy Information Administration, persediaan gas alam di AS naik 81 miliar kaki kubik menjadi 3.814 triliun kaki kubik per 16 Oktober 2016. Penambahan stok tersebut lebih rendah ketimbang ekspektasi pasar yang dipatok 84 miliar kaki kubik. Namun, katalis positif tersebut belum mampu mengangkat harga gas alam akibat belum pulihnya permintaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News