kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

CIMB Niaga merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,1%


Senin, 28 Mei 2018 / 05:29 WIB
CIMB Niaga merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,1%
ILUSTRASI. Ekonom, Adrian Panggabean


Reporter: Hasbi Maulana | Editor: Hasbi Maulana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergeseran harga-harga di tataran global, perubahan postur kebijakan moneter Bank Indonesia, dan efeknya terhadap proyeksi makroekonomi Indonesia telah mendorong Bank CIMB Niaga merevisi angka pertumbuhan ekonomi semula 5,2% menjadi 5,1%.

Adrian Panggabean, Chief Economist bank CIMB Niaga, melihat selama beberapa minggu terkahir telah terjadi pergeseran cukup tajam dalam asumsi dasar terhadap harga-harga aset di pasar global. Keluarnya Amerika Serikat dari kesepakatan nuklir Iran telah menyebabkan bergolaknya harga minyak dunia.

Di pasar finansial, dia melihat divergensi prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat versus Eurozone menyebabkan semakin lebarnya selisih imbal hasil obligasi Jerman (the Bund) dan obligasi Amerika Serikat (US Treasury). Per tanggal 18 Mei 2018, misalnya, spread keduanya telah mencapai 248 basis poin (bps) yang merupakan selisih terlebar dalam 30 tahun terakhir.

Prospek akan terjadinya tiga kali lagi kenaikan Fed Funds rate pada tahun 2018 memicu penguatan Index dollar (DXY) lebih lanjut. Dia menambahkan catatan, implied probability terhadap kenaikan Fed Funds rate yang keempat (diperkirakan di Desember 2018) pernah mencapai angka 58% minggu lalu. 

Probabilitasnya kemudian turun ke 47% pada tanggal 24 Mei 2018 oleh pernyataan The Fed bahwa inflasi AS akan dibiarkan lebih tinggi dari target 2%. Namun indeks dolar (DXY) tetap berada di angka 94 dalam intra-day trading sampai hari ini.

“Kami tetap percaya bahwa the Fed akan menaikkan sukubunga acuannya secara gradual  tahun 2018. Dan itu berarti, paling tidak dalam pandangan kami, bahwa US Treasury tenor 10-tahun di akhir tahun 2018 akan bergerak di rentang 3,00 – 3,25%,” tulis Adrian dan Mika Martumpal, Treasury Research Head, dalam CIMB NIaga Economic Notes, 24 Mei 2018.

Rentang rupiah berubah

Kenaikan sukubunga acuan Bank Indonesia (7DRRR) sebanyak 25 bps pada tanggal 17 Mei 2018 ditangkap pasar finansial sebagai sinyal kuat bahwa bank sentral tak ragu menaikkan 7DRRR bahkan sampai 50 bps untuk mempertebal jarak antara sukubunga riil dolar versus rupiah. 

Naiknya sukubunga acuan pada saat inflasi masih di bawah target kebijakan moneter ditambah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi kuartal pertama  2018, direspon pasar obligasi dengan aksi jual. Pada gilirannya hal ini mengaksentuasi tekanan depresiasi rupiah. Akibatnya, beberapa hari yang lalu, menurut Adrian, rupiah sempat melewati angka Rp 14.200 per dollar AS.

Berdasarkan beberapa faktor itu, CIMB Niaga merevisi valuasi rupiah dari rentang tahunan Rp 13.550  per dolar AS menjadi Rp 13.850. Kisaran pergerakan rupiah pun dia perkirakan akan bergeser ke koridor Rp 13.800–Rp 14.100 per dolar AS.

Selain pertimbangan faktor-faktor global dan lokal tadi, revisi ini juga memperhitungkan prospek total net-inflow di pasar obligasi yang saat ini diperkirakan akan mencapai USD 2-3 miliar di sepanjang 2018.

Secara makro, Adrian melihat tekanan inflasi di sisa tahun 2018 masih akan sama. Bahkan, bila pemerintah menaikkan harga BBM dalam negeri setinggi 5%, rerata inflasi 2018 hanya bergerak dari 3,5% menjadi 3,6%.

Permintaan agregat masih akan lemah. Naiknya sukubunga acuan pada saat perekonomian Indonesia masih berada di bawah potential output-nya akan mempengaruhi dinamika permintaan agregat di sisa tahun 2018. Oleh karena itu CIMB NIaga juga merevisi target pertumbuhan kredit dari 9% menjadi 8,5%.

Naiknya sukubunga juga dia perkirakan berpengaruh pada aktivitas penghimpunan dana di pasar modal. Angka pertumbuhan produksi industri yang pada kuartal I 2018 masih di kisaran 5%, nampaknya akan masih berada di kisaran yang sama semester kedua 2018. 

Kesemuanya, tulis Adrian, pada gilirannya akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan investasi dalam PDB. Rerata bergerak-enam-bulan (6-month moving average) dari retail sales index Indonesia nampaknya sulit mencapai angka 6% bahkan sampai penghujung tahun 2018.

Sebagiannya dijelaskan oleh prospek melemahnya tingkat keyakinan konsumen sebagai dampak langsung dari pelemahan rupiah. Akibatnya konsumsi agregat di sisa tahun ini dia perkirakan masih akan berada di angka yang kurang-lebih sama dengan kuartal pertama 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×