Reporter: Hasbi Maulana | Editor: Hasbi Maulana
Rentang rupiah berubah
Kenaikan sukubunga acuan Bank Indonesia (7DRRR) sebanyak 25 bps pada tanggal 17 Mei 2018 ditangkap pasar finansial sebagai sinyal kuat bahwa bank sentral tak ragu menaikkan 7DRRR bahkan sampai 50 bps untuk mempertebal jarak antara sukubunga riil dolar versus rupiah.
Naiknya sukubunga acuan pada saat inflasi masih di bawah target kebijakan moneter ditambah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2018, direspon pasar obligasi dengan aksi jual. Pada gilirannya hal ini mengaksentuasi tekanan depresiasi rupiah. Akibatnya, beberapa hari yang lalu, menurut Adrian, rupiah sempat melewati angka Rp 14.200 per dollar AS.
Berdasarkan beberapa faktor itu, CIMB Niaga merevisi valuasi rupiah dari rentang tahunan Rp 13.550 per dolar AS menjadi Rp 13.850. Kisaran pergerakan rupiah pun dia perkirakan akan bergeser ke koridor Rp 13.800–Rp 14.100 per dolar AS.
Selain pertimbangan faktor-faktor global dan lokal tadi, revisi ini juga memperhitungkan prospek total net-inflow di pasar obligasi yang saat ini diperkirakan akan mencapai USD 2-3 miliar di sepanjang 2018.
Secara makro, Adrian melihat tekanan inflasi di sisa tahun 2018 masih akan sama. Bahkan, bila pemerintah menaikkan harga BBM dalam negeri setinggi 5%, rerata inflasi 2018 hanya bergerak dari 3,5% menjadi 3,6%.
Permintaan agregat masih akan lemah. Naiknya sukubunga acuan pada saat perekonomian Indonesia masih berada di bawah potential output-nya akan mempengaruhi dinamika permintaan agregat di sisa tahun 2018. Oleh karena itu CIMB NIaga juga merevisi target pertumbuhan kredit dari 9% menjadi 8,5%.
Naiknya sukubunga juga dia perkirakan berpengaruh pada aktivitas penghimpunan dana di pasar modal. Angka pertumbuhan produksi industri yang pada kuartal I 2018 masih di kisaran 5%, nampaknya akan masih berada di kisaran yang sama semester kedua 2018.
Kesemuanya, tulis Adrian, pada gilirannya akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan investasi dalam PDB. Rerata bergerak-enam-bulan (6-month moving average) dari retail sales index Indonesia nampaknya sulit mencapai angka 6% bahkan sampai penghujung tahun 2018.
Sebagiannya dijelaskan oleh prospek melemahnya tingkat keyakinan konsumen sebagai dampak langsung dari pelemahan rupiah. Akibatnya konsumsi agregat di sisa tahun ini dia perkirakan masih akan berada di angka yang kurang-lebih sama dengan kuartal pertama 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News