kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.461.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.130   40,00   0,26%
  • IDX 7.697   -47,60   -0,61%
  • KOMPAS100 1.196   -13,16   -1,09%
  • LQ45 960   -10,60   -1,09%
  • ISSI 231   -1,75   -0,75%
  • IDX30 493   -3,97   -0,80%
  • IDXHIDIV20 592   -5,69   -0,95%
  • IDX80 136   -1,30   -0,95%
  • IDXV30 143   0,32   0,23%
  • IDXQ30 164   -1,28   -0,77%

Cermati Rekomendasi Saham Emiten dengan Kapitalisasi Pasar di Atas Rp 100 Triliun


Minggu, 30 Juli 2023 / 17:12 WIB
Cermati Rekomendasi Saham Emiten dengan Kapitalisasi Pasar di Atas Rp 100 Triliun
ILUSTRASI. Cermati Rekomendasi Saham Emiten dengan Kapitalisasi Pasar di Atas Rp 100 Triliun


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Saham perbankan masih mendominasi jajaran emiten dengan kapitalisasi pasar alias market caps terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih menduduki puncak klasemen dengan market caps Rp 1.114 triliun.

Kemudian, di posisi kedua ada saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan market caps Rp 855 triliun. Lalu, ada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) di posisi keempat dengan nilai market caps Rp 527 triliun.

Memang, sejak awal tahun alias secara year-to-date (ytd), saham-saham perbankan big caps sudah menguat cukup tinggi. Namun, CEO Edvisor Praska Putrantyo menilai, pergerakan upside saham-saham perbankan Big Caps diproyeksi akan melambat. 

Baca Juga: Amman Mineral (AMMN) Masuk, Ini Peta Emiten Big Caps Terbaru

Perlambatan ini seiring dengan harga saham emiten bank besar, seperti BMRI dan BBRI yang sudah mencetak level tertinggi sepanjang masa alias all time high. Hal ini diiringi dengan rilis kinerja emiten-emiten tersebut masih mencatatkan pertumbuhan di kuartal kedua 2023.

Secara kinerja, Praska menilai kinerja emiten perbankan masih cukup solid. Ini tercermin dari rilis kinerja sejumlah bank besar seperti BBCA dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), yang tetap mampu bertumbuh di kuartal II/2023.

 

”(Pertumbuhan ini terjadi) di tengah era suku bunga tinggi dan tren penyaluran kredit nasional yang cenderung melambat ke level 7% per Juni 2023,” kata Praska kepada Kontan.co.id, Minggu (30/7).

Senada, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Muhammad Nafan Aji Gusta menilai, secara teknikal saham-saham perbankan besar sudah dalam fase overbought sehingga penguatan sahamnya akan relatif terbatas. Karena itu, sangat wajar apabila investor melakukan realisasi keuntungan di saham perbankan besar.

Baca Juga: Ini Rekomendasi Saham Legendaris yang Dinilai Cocok untuk Investasi Jangka Panjang

“Kalau misal investor sudah menikmati gain dari pengumuman kinerja kuartal kedua 2023 yang positif, maka maklum saja ada potensi koreksi wajar,” kata Nafan. Namun secara keseluruhan, Nafan melihat saham perbankan besar masih relatif uptrend.

Koreksi harga tersebut dapat dimanfaatkan oleh investor untuk buyback dan akumulasi untuk jangka panjang. “Karena pelaku pasar akan melirik kinerja perbankan di akhir tahun,” sambung Nafan.

Di sisi lain, Praska menilai tren penurunan harga batubara akan memengaruhi pergerakan saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN). 

Namun, sentimen pelemahan harga batubara ini tidak sesignifkan emiten batubara lainnya yang berorientasi ekspor, seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). 

Ini tercermin dari penurunan harga saham BYAN dalam 3 bulan terakhir yang hanya terkoreksi sekitar 7%, dan dalam sebulan perdagangan terakhir saham BYAN menguat lebih dari 25%. Selain itu, secara kinerja keuangan, BYAN tetap mampu mencetak pertumbuhan yang solid.

Berbeda dengan saham perbankan, kapitalisasi pasar saham  PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) cenderung menyusut. Per Jumat (28/7), UNVR berada di posisi ke-10 dengan market caps Rp 148 triliun. Pada kuartal pertama 2023, market caps emiten barang konsumsi ini mencapai Rp 165,9 triliun.

Baca Juga: Saham Bank Lapis Kedua Jadi Top Gainers, Simak Rekomendasi Analis

Meski demikian, Nafan menilai prospek UNVR masih cukup menarik. Prospek emiten consumer ini ditopang oleh ekspansinya ke pasar e-commerce yang diharapkan mampu menopang kinerja penjualan UNVR. 

 

“Inovasi produk juga dilakukan karena saya lihat persaingannya sangat ketat. Tetapi di situlah inovasi dan strategi bisnis akan muncul supaya bisa menciptakan kinerja yang sustainable,” kata Nafan.

Untuk saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), Praska menilai saat ini saham emiten teknologi ini masih cenderung bergerak konsolidasi jangka menengah di kisaran Rp 103-Rp 127. 

Tren indikator RSI saat ini masih cenderung bergerak naik. Dia menilai, investor masih tampak wait and see terhadap kinerja saham-saham teknologi e-commerce. Meski demikian, kinerja GOTO secara year-on-year tampak mulai membaik meskipun masih mencatat kerugian.

Baca Juga: Mengintip Peluang di Saham Emiten dengan Aset Jumbo

Di jajaran emiten big caps, Praska merekomendasikan buy saham PT Astra International Tbk (ASII) dengan target harga Rp 6.900, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan target Rp 4100, dan BBNI dengan target Rp 9.200.

Sementara Nafan merekomendasikan akumulasi saham BBRI dengan target harga pertama Rp 5.600, target harga kedua Rp 5.700, target harga ketiga Rp 5.900, dengan support terdekat Rp 5.350. 

Saham BBCA Juga direkomendasikan akumulasi dengan  target harga pertama Rp 9,325, target harga kedua Rp 9.400, target harga ketiga Rp 9.700, dengan support terdekat Rp 8.950.

Dia juga merekomendasikan akumulasi saham BBNI target harga pertama Rp 9.200, target harga kedua Rp 9.600, dengan support Rp 8.750.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×