Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten tambang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah naungan holding Mind Id, berupaya memperbaiki kinerja pada paruh kedua tahun ini. Tiga anggota Mind ID telah memaparkan strategi tersebut dalam public expose live 2024 yang diselenggarakan pekan lalu.
Mereka adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Ketiganya ingin mengejar target produksi sembari menggenjot efisiensi, sehingga bisa meraih margin yang optimal di tengah fluktuasi harga komoditas.
Senior Vice President Project Management Office PTBA Setiadi Wicaksono mengatakan pihaknya terus mencari potensi pasar baru, dengan menambah bauran ekspor dan domestik. PTBA pun ingin menggenjot pasar ekspor dengan menyasar pasar potensial di wilayah Asia Tenggara dan Asia Selatan seperti India, Pakistan dan Bangladesh.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Vale (INCO) yang Garap 3 Proyek Strategis & Jual Bijih Nikel
Sebagai informasi, PTBA mencapai rekor penjualan tertinggi untuk periode semesteran pada enam bulan pertama tahun ini. Volume penjualan batubara PTBA mencapai 20,1 juta ton, naik 15,51% dibandingkan periode sama tahun lalu (Year on Year/YoY).
Pencapaian rekor penjualan pada semester I-2024 ditopang ekspor batubara sebesar 8,5 juta ton, meningkat sekitar 20% (YoY). PTBA menargetkan volume penjualan batubara sebanyak 43,1 juta ton sepanjang tahun ini.
Bergeser ke komoditas tambang mineral, Direktur Utama ANTM Nicolas D. Kanter menyampaikan pihaknya ingin menggenjot komoditas andalannya, yakni emas, nikel dan bauksit. Terutama mengoptimalkan momentum dari tren kenaikan harga emas serta meningkatnya permintaan logam mulai dari pasar domestik.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham PTBA, ANTM, TINS dan INCO
ANTM pun akan mencari tambahan sumber emas dari dalam negeri guna mendapatkan biaya yang lebih kompetitif. ANTM sedang menjajaki peluang untuk mendapatkan pasokan emas (offtake) dari Freeport, yang kini juga menjadi bagian dari Mind Id.
Secara bersamaan, ANTM mengejar target produksi setelah mengantongi persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada akhir kuartal I-2024.
"Dengan meningkatnya kebutuhan pasar bijih di Indonesia, ANTM akan terus meningkatkan pangsa pasar, terutama untuk bijih nikel dan bauskit melalui pertumbuhan volume produksi dan penjualan," ungkap Nico dalam paparan publik, pekan lalu.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Pilihan Emiten Mind ID
Selain mengejar target operasional, ANTM juga menggarap sejumlah proyek hilirisasi, termasuk pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik. Dalam strategi hilirisasi ini, Nico mengungkapkan rencana ANTM untuk menambah pabrik pengolahan nikel dengan mengakuisisi smelter dari Tsingshan Group.
Bergeser ke INCO, emiten nikel ini juga sedang menggarap proyek strategis yang berada di tiga wilayah, yakni Morowali, Pomalaa dan Sorowako. Di sisi lain, INCO bersiap untuk membuka keran pendapatan baru dengan menjual bijih nikel ke pasar domestik atau smelter di dalam negeri.
Penjualan bijih nikel ini juga telah disepakati INCO bersama pemegang saham terbesarnya saat ini, yakni Mind Id. Pada akhir Juni lalu, INCO telah menandatangani perjanjian kerangka kerja offtake bijih dengan MIND ID mulai tahun 2026.
Presiden Direktur & Chief Executive Officer Vale Indonesia Febriany Eddy menyampaikan, saat ini ada bijih yang dihasilkan dari proses produksi, yaitu dari bulk sampling test. Sehingga penjualan bijih sudah bisa dilakukan, meski masih dalam jumlah yang mini.
Namun, INCO perlu terlebih dulu mendapat persetujuan RKAB dari pemerintah. "Jika diizinkan, mulai tahun ini pun sebenarnya bisa dilakukan. Walau jumlahnya kecil, hanya beberapa ratus ribu ton saja. Ini juga upaya kami untuk menambah pendapatan kala harga nikel sedang turun," ungkap Febriany.
Baca Juga: Emiten Nikel Ramai Gelar Aksi Korporasi, Berikut Rekomendasi Saham Pilihan Analis
Secara kinerja, pendapatan INCO ditopang oleh nikel matte dengan target produksi tahun ini di level 70.800 ton. Hingga semester I-2024, produksi nikel matte INCO sudah mencapai 34.774 ton.
Direktur Independen & Chief Financial Officer Vale Indonesia Rizky Andhika Putra optimistis target produksi bakal tercapai. Namun, perolehan pendapatan dan laba INCO tetap akan dipengaruhi oleh pergerakan harga nikel yang saat ini masih cenderung landai.
Dus, INCO akan fokus menggenjot efisiensi agar bisa menjaga biaya tunai (cash cost) di bawah US$ 10.000 per ton. Salah satu yang akan dilakukan INCO adalah memperbarui proses bisnis dari sisi pengadaan energi.
INCO meninjau kembali kontrak, dan akan berkolaborasi dengan MIND ID untuk menjadi bagian dari kontrak global holding tambang BUMN tersebut. "Sehingga kami bisa mendapatkan harga komoditas yang lebih baik," tandas Rizky.
Baca Juga: Usai Pengumuman Dividen, Ini Prospek Kinerja dan Rekomendasi ANTM, PTBA & TINS
Anggota Mind Id lainnya, yakni PT Timah Tbk (TINS) juga menggelar strategi untuk mencapai kinerja operasional. Salah satunya dengan penambahan jumlah unit produksi darat maupun laut serta pembukaan lokasi baru.
Rekomendasi Saham
Dari sisi pergerakan saham, secara year to date (ytd), TINS unggul dibandingkan anggota Mind Id yang lain. TINS mengakumulasi kenaikan harga saham sebanyak 52,71% sejak awal tahun 2024.
Selain TINS, saham PTBA juga mengakumulasi kenaikan harga secara ytd, yakni sebesar 13,11%. Berbeda nasib dengan ANTM dan INCO yang kinerja sahamnya tertinggal, masing-masing merosot 21,11% dan 12,93%.
Pada perdagangan Rabu (4/9), keempatnya kompak merosot lebih dari 1%. TINS turun 1,99% ke posisi Rp 985, PTBA melemah 1,43% ke level Rp 2.760, ANTM anjlok 1,82% ke posisi Rp 1.345, dan INCO merosot 1,60% ke level Rp 3.690 per saham.
Baca Juga: Ini Prospek Kinerja dan Rekomendasi Saham Emiten Tambang BUMN Usai Bagikan Dividen
Analis RHB Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi mengingatkan bahwa prospek kinerja dan tren harga saham emiten tambang akan beriringan dengan laju harga komoditasnya. Dus, dia menyarankan trading plan untuk jangka pendek hingga menengah bagi keempat saham tambang BUMN ini.
Wafi melihat outlook harga komoditas nikel dan batubara bisa bergerak lebih tinggi pada paruh kedua tahun ini. Sedangkan untuk timah akan cenderung stabil usai melonjak pada semester pertama.
Kinerja ANTM berpotensi membaik dengan dorongan dari komoditas emas dan nikel. Wafi pun menjagokan saham ANTM dengan target harga Rp 1.500. Saham PTBA dan INCO pun masih layak koleksi untuk target harga Rp 2.900 dan Rp 4.300 per saham.
Pengamat Pasar Modal & Founder WH Project William Hartanto melihat saham TINS dan PTBA sejauh ini paling menarik secara teknikal, sehingga keduanya masih layak dibeli. Sementara untuk INCO, William merekomendasikan buy on weakness, dan wait and see untuk ANTM.
Baca Juga: Ini Untung Rugi MIND ID Jadi Pemegang Saham Mayoritas INCO
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyarakan buy on weaknes untuk saham PTBA. Cermati support di Rp 2.670 dan resistance pada Rp 2.850, dengan target harga Rp 2.910 - Rp 3.010.
Sedangkan untuk saham ANTM, TINS dan INCO, Herditya menyematkan rekomendasi speculative buy. Dengan target harga masing-masing di Rp 1.465 - Rp 1.525, Rp 1.060 - Rp 1.100, dan Rp 3.940 - Rp 4.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News