Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Outlook harga komoditas dan aksi korporasi dapat memoles prospek kinerja serta menjadi penggerak harga saham emiten nikel. Sederet aksi korporasi gencar dilakukan oleh sejumlah emiten dalam beberapa waktu belakangan ini.
Tengok saja PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) yang akan menebar dividen senilai Rp 1,68 triliun atau 30% dari laba bersih tahun buku 2023. Para pemegang saham emiten yang juga dikenal sebagai Harita Nickel ini akan mendapatkan dividen Rp 26,71 per saham.
Aksi ini menjadi salah satu keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) NCKL pada Kamis (27/6). Dalam agenda tersebut, para pemegang saham juga menyetujui pembelian kembali saham (buyback) dengan alokasi hingga Rp 1 triliun dalam jangka waktu paling lama 12 bulan.
Sebelumnya, dalam RUPS Luar Biasa 15 Maret 2024, para pemegang saham NCKL juga sudah menyetujui rencana penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue. Melalui penawaran umum terbatas sebanyak-banyaknya 18,92 miliar saham.
Aksi serupa akan dilakukan oleh PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA). Para pemegang saham MBMA menyetujui penambahan modal melalui rights issue atau PMHMETD I dalam jumlah sebanyak-banyaknya 10,79 miliar saham.
Baca Juga: Cermati Rekomendasi Saham Sektor Industri dan Barang Konsumsi Usai PMI Melandai
Sedangkan induk MBMA, yakni PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) menambah modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu alias private placement. MDKA mengeluarkan sebanyak-banyaknya 2,44 miliar saham atau paling banyak 10% dari modal disetor.
Kemudian ada PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang telah merampungkan kewajiban divestasi. Pelepasan sebanyak 14% saham INCO kembali diserap oleh MIND ID. Sehingga kepemilikan holding pertambangan BUMN itu bertambah menjadi sekitar 34%, atau sebagai pemegang saham terbesar di INCO.
INCO juga baru merilis laporan keuangan kuartal I-2024. Hasilnya, top line dan bottom line INCO kompak anjlok, dengan mengantongi pendapatan senilai US$ 229,93 juta atau turun 36,68% dibanding periode yang sama tahun lalu (Year on Year/YoY).
INCO meraih laba bersih senilai US$ 6,19 juta pada kuartal I-2024 atau ambles 96,33% (YoY). Meski volume produksi dan penjualan nikel matte meningkat, namun harga realisasi rata-rata menyusut sekitar 42% (YoY) menjadi US$ 12.651 per ton.
Junior Equity Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas Arinda Izzaty Hafiya mengamati aksi korporasi berupa rights issue maupun private placement bisa memberikan katalis positif bagi emiten. Terutama dari sisi penguatan modal untuk meningkatkan kapasitas produksi dan mendukung operasional jangka panjang, serta meningkatkan kepercayaan investor.
"Secara fundamental, ini upaya untuk meningkatkan nilai perusahaan. Apalagi pemerintah juga sangat mendorong hilirisasi nikel, dimana Indonesia merupakan produsen nikel terbesar," kata Arinda kepada Kontan.co.id, Selasa (2/7).
Baca Juga: Sebentar Lagi Panen Raya, Begini Rekomendasi Saham Triputra Agro Persada (TAPG)
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer menambahkan, komoditas nikel dan produk turunannya masih menjadi salah satu sektor industri yang prospektif. Katalis pendorongnya datang dari hilirisasi industri dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik alias electric vehicle (EV).
Proyeksi Landai Harga Nikel
Hanya saja, Miftahul memberikan catatan bahwa realisasi dan prospek emiten nikel tidak akan jauh berbeda dari performa harga nikel global. Arinda sepakat, meski punya prospek yang menarik, tapi dinamika harga nikel global tetap menjadi katalis yang penting.
Arinda memperkirakan, kinerja emiten nikel pada kuartal II-2024 berpeluang tumbuh dibandingkan kuartal pertama, karena harga nikel sempat melambung ke level US$ 21.780 pada bulan Mei. Meski, hingga akhir tahun 2024 dia menaksir harga akan melandai pada kisaran US$ 16.650 - US$ 18.300 per ton.
Analis RHB Sekuritas Indonesia Fauzan Djamal dan Muhammad Wafi dalam risetnya pada 20 Juni 2024 juga mengamati sentimen untuk nikel masih belum cemerlang. Ketidakpastian relaksasi suku bunga menekan stabilitas harga komoditas, sementara prospek persediaan yang lebih baik dari pemulihan ekonomi regional untuk mendorong permintaan, belum sepenuhnya terwujud.
Lonjakan harga yang terlihat pada April hingga pertengahan Mei pun bersifat sementara. Harga London Metal Exchange (LME) nikel sempat naik 30%, namun turun 20% ke level US$ 17.000 per ton. RHB Sekuritas pun merevisi perkirakan LME pada tahun 2024 dari US$ 18.500 menjadi US$ 17.500 per ton.
Melihat prospek tersebut, Fauzan dan Wafi masih melirik saham INCO, namun dengan penurunan target harga dari sebelumnya Rp 4.810 menjadi Rp 4.500. Pemangkasan target harga ini mempertimbangkan revisi acuan harga nikel dan perkiraan margin yang lebih konservatif.
Sedangkan secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyarankan wait and see saham INCO dengan mencermati support Rp 3.980 dan resistance Rp 4.280. Kemudian, trading buy PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencermati resistance di Rp 1.340 dengan target harga Rp 1.360 - Rp 1.430.
Rekomendasi lainnya, buy on weakness MBMA dan MDKA. Untuk saham MBMA, amati support Rp 600 dan resistance Rp 685 untuk target harga di Rp 725 - Rp 755. Sementara untuk MDKA cermati resistance di Rp 2.510 untuk target harga Rp 2.530 - Rp 2.600.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo turut menyarankan buy on weakness MBMA (support Rp 540 dan resistance Rp 725). William merekomendasikan buy MDKA (support Rp 2.270 dan resistance Rp 2.650) serta cermati peluang buy on weakness PT Harum Energy Tbk (HRUM) dengan support Rp 1.050 dan resistance di Rp 1.285.
Sementara Arinda menyarankan trading buy saham MBMA target harga Rp 690, NCKL (target Rp 1.065) dan INCO (target Rp4.360). Sedangkan Miftahul menyarankan buy on breakout INCO (target harga Rp 4.600) dan trading buy NCKL target Rp 1.060 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News