Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Jouska Financial Indonesia (Jouska) diduga melakukan aksi pencucian uang dalam menjalankan bisnis perencana keuangannya. Menanggapi hal ini, CEO Jouska Aakar Abyasa Fidzuno mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum mendapat panggilan dari pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Sampai detik ini kami belum menerima panggilan resmi atau undangan resmi apapun dari PPATK," kata Aakar dalam konferensi pers yang digelar Selasa (1/9).
Dia juga menekankan bahwa, secara badan perusahaan Jouska terdaftar di bawah PPATK dan setiap tahun rutin mengikuti kegiatan seminar Anti Money Laundring (AML). Untuk itu, ditekankan kembali bahwa hingga saat ini belum ada panggilan resmi dari PPATK yang ditujukan ke Jouska.
Baca Juga: CEO Jouska akui lalai dalam komunikasi dengan klien
Hingga awal September 2020, Aakar mengaku hanya memperoleh dua panggilan resmi pertama dari Satgas Waspada Investasi (SWI) pada 24 Juli 2020 dan hanya satu kali pertemuan. Selain itu, ada panggilan dari Bareskrim pada 19 Agustus 2020 yang ditujukan kepada CEO Jouska yakni Aakar Abyasa.
Sekedar mengingatkan, pada 24 Juli 2020 SWI mengumumkan penghentian kegiatan operasional Jouska sampai waktu yang belum ditentukan. Upaya tersebut dilakukan untuk mencegah tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi.
Adapun terkait pemanggilan Aakar ke Bareskrim dua pekan lalu, dijelaskan sebagai proses penyelidikan untuk dimintai keterangan. Panggilan pun baru dilakukan satu kali dan sebatas memberikan informasi umum kepada Bareskrim.
Baca Juga: Klub broker Mahesa milik CEO Jouska diduga menyalahi aturan, berpotensi kena sanksi
Sementara itu, Jouska juga pernah melakukan audiensi dengan DPM 3 OJK atau Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, perusahaan perencana keuangan tersebut mendapat tiga saran dari otoritas. Pertama, Jouska tidak memerlukan izin dari OJK selama tidak menjual produk-produk efek seperti saham ataupun surat utang.
Kedua, Jouska membutuhkan lisensi sebagai agen penjualan produk efek, aperd (perusahaan/institusi yang melakukan pemasaran reksadana), dan Perantara Pedagang Efek (PPE). Saran terakhir yakni, Jouska bisa penuhi izin komplit sebagai perusahaan penasehat investasi jika memang ingin melakukan semua kegiatan terkait dengan penasehat investasi.
"Sementara fokus kami ada dua, yakni menyelesaikan klien yang dispute, dan menyelesaikan tanggung jawab dengan klien yang tidak dispute," ungkap Aakar.
Sepanjang 2020, Jouska diketahui memiliki 1.700 klien aktif dimana kontraknya belum selesai tahun ini. Adapun dari jumlah tersebut, sebanyak 328 klien mengembangkan portofolio saham baik secara mandiri maupun lewat bantuan para broker saham di Mahesa, di mana terdapat 63 klien Jouska yang mengajukan keluhan dan meminta pertanggung jawaban baik lewat pengembalian dana tunai hingga buyback saham.
Baca Juga: Terima banyak keluhan klien, CEO Jouska tekankan Mahesa punya izin usaha
Terkait hal tersebut, Aakar mengaku ada beberapa pelaku industri yang menawarkan untuk membantu Jouska menemukan solusi. Kondisi tersebut tengah dikomunikasikan oleh manajemen Jouska dan belum mencapai keputusan final.
Aakar menambahkan, saat ini posisi Jouska dalam status diberhentikan sementara oleh Satgas Waspada Investasi dan belum mendapat panggilan resmi lanjutan dari regulator termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia juga mengingatkan bahwa area bisnis perencana keuangan saat ini belum diatur dan tidak terdaftar di bawah pengawasan OJK. Aakar juga menambahkan bahwa pihaknya sangat ingin diregulasi.
"Untuk ke depan Jouska mau jadi apa? Saya belum bisa berkomentar banyak. Target kami semua bisa selesai 1 September 2020, tapi proses perdamaian cukup dinamis," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News