Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek kinerja dan pergerakan harga saham emiten tambang, terutama batubara, sedang dibayangi oleh tiga sentimen. Dua sentimen berasal dari implementasi regulasi pemerintah, sisanya dari dinamika harga komoditas dunia.
Pertama, regulasi mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025.
Beleid ini antara lain mengatur persentase penempatan DHE, jangka waktu penempatan, serta perluasan penggunaan DHE SDA selama masa retensi dalam rekening khusus (reksus) valas.
Baca Juga: Anggaran Infrastruktur Dipangkas, Cek Rekomendasi Saham TOTL dan ACST
Regulasi ini mewajibkan retensi 100% selama 12 bulan untuk komoditas non-minyak dan gas (migas). Sedangkan untuk migas tetap merujuk pada peraturan sebelumnya, yakni 30% dalam tiga bulan retensi.
Kedua, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025. Kepmen ini menegaskan penjualan komoditas yang diproduksi oleh pemegang izin pertambangan wajib mengacu pada Harga Patokan Mineral (HPM) untuk komoditas mineral logam dan Harga Patokan Batubara (HPB) untuk komoditas batubara.
Beleid tersebut juga mengatur penetapan Harga Mineral Acuan (HMA) dan Harga Batubara Acuan (HBA) yang sebelumnya dilakukan setiap bulan, berubah menjadi dua kali per bulan, yakni setiap tanggal 1 dan tanggal 15 setiap bulan berjalan.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham ADRO, AKRA, LSIP dan PANI untuk Perdagangan Selasa (24/2)
Pemerintah mengklaim kebijakan tersebut sebagai upaya menjaga stabilitas harga penjualan komoditas mineral logam dan batubara di pasar global maupun dalam negeri. Adapun, aturan mengenai DHE SDA dan harga patokan untuk komoditas tambang itu berlaku mulai 1 Maret 2025.
Ketiga, sentimen harga komoditas. Pada pekan lalu, mayoritas harga komoditas tambang & energi sedang tertekan. Terutama batubara, yang sudah nyaris kembali menyentuh level psikologis US$ 100 per ton.
Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih mengamati kebijakan mengenai DHE SDA dan harga patokan untuk penjualan komoditas tambang bisa membawa katalis positif dalam mengoptimalkan penerimaan negara. Kebijakan DHE SDA bisa menjaga nilai tukar rupiah dan mengurangi dampak negatif transfer pricing.
Sedangkan harga patokan sebagai acuan penjualan komoditas tambang memberikan kemudahan bagi kontrol pemerintah terhadap tarif royalti dan pajak ekspor. Catatan Ratih, harga acuan yang diberlakukan oleh Kementerian ESDM perlu menyesuaikan dengan harga pasar global, sehingga perusahaan tambang bisa lebih kompetitif.
"Pemerintah juga perlu mempertimbangkan fleksibilitas cash flow perusahaan. Selain untuk operasional, juga ekspansi di tengah kondisi harga komoditas non-migas yang melandai termasuk harga batubara, nikel, dan timah. ," kata Ratih kepada Kontan.co.id, Minggu (2/3).
Baca Juga: Bullion Bank Memoles Kinerja Emiten Emas, Cek Rekomendasi Saham Berikut Ini
Team Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas menyoroti kebijakan DHE SDA 100% selama 12 bulan bisa berdampak terhadap pengelolaan arus kas emiten tambang, terutama yang bergantung pada ekspor.
Namun dampaknya masih bisa dikelola dengan fleksibilitas yang diberikan pemerintah seperti penggunaan DHE untuk operasional, pembayaran utang, pajak, dan dividen.
Pada awal kebijakan ini dirilis, pelaku pasar cenderung merespons negatif dan lebih berhati-hati, apalagi di tengah tren pelemahan harga komoditas. Tetapi setelah pemerintah menjelaskan lebih detail terkait implementasi dan pemberian fleksibilitas, kekhawatiran mulai mereda.
"Saham-saham batubara dan nikel tetap volatile, tetapi investor mulai lebih selektif, fokus pada emiten yang tetap memiliki likuiditas kuat dan strategi adaptasi yang jelas," ungkap Team Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menambahkan, emiten perlu mengelola likuditas dan arus kas dengan lebih bijak setelah implementasi kebijakan DHE SDA 100% selama 12 bulan.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham ANTM dan HRTA, Setelah Bullion Bank Resmi Hadir
Sementara itu, Ekky berharap penggunaan harga patokan sebagai acuan penjualan komoditas tambang dapat menciptakan standar harga yang lebih jelas dan transparan.
"Respons pasar atas kedua kebijakan ini kemungkinan cenderung negatif dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang jika kebijakan ini dapat memperkuat ekonomi domestik dan stabilitas rupiah, dampaknya bisa lebih positif," kata Ekky.
Rekomendasi Saham
Dalam kondisi pasar saat ini, Ekky menilai pelemahan harga komoditas juga menjadi sentimen penting yang memengaruhi pergerakan harga saham, terutama batubara. Ekky menaksir, harga batubara bisa tertekan ke level US$ 98 - US$ 100 per ton.
Sedangkan dalam skenario yang optimistis, harga batubara bisa berbalik naik ke level US$ 118 - US$ 120 per ton pada akhir kuartal I-2025. Ekky menyarankan agar pelaku pasar menunggu hingga ada stabilitas harga, sembari mengamati rilis kinerja keuangan emiten tahun 2024.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas melihat penurunan harga komoditas belakangan ini menjadi sentimen negatif yang menekan harga saham emiten tambang, terutama batubara. Sukarno menilai pelaku pasar pun masih cenderung wait and see mencermati harga komoditas global.
Baca Juga: IHSG Berpeluang Lanjut Melemah pada Jumat (28/2), Cek Rekomendasi Saham Berikut
Community Lead Indo Premier Sekuritas Angga Septianus turut menyarankan untuk wait and see terlebih dulu, apalagi harga batubara masih berpotensi mengalami koreksi lebih dalam. Di sisi lain, kondisi pasar saham juga sedang terguncang.
Tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah menukik ke level 6.270,59 usai terjun sedalam 3,31% pada Jumat (28/2). "Lebih baik wait and see dulu dengan kondisi pasar yang belum stabil," kata Angga.
Di tengah berbagai sentimen tersebut, Sukarno menilai saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) masih layak koleksi dengan rekomendasi hold untuk target harga Rp 3.050. Sedangkan Ekky menjagokan saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) sebagai pilihan jangka panjang.
Team Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas menyarankan agar pelaku pasar lebih selektif. Pilih saham tambang sebagai investasi jangka panjang dengan strategi long-term accumulation, memanfaatkan volatilitas harga saham untuk masuk di level valuasi menarik.
Baca Juga: Morgan Stanley Pangkas MSCI Indonesia, Indeks Ambruk, Cek Rekomendasi Saham Hari Ini
Team Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas melirik saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN). Sementara itu, Ratih menyarankan trading plan dengan strategi buy on weakness pada saham PTBA dan PT United Tractors Tbk (UNTR),
Buy on weakness PTBA bisa dilakukan pada rentang harga Rp 2.590 - Rp 2.400 untuk target harga Rp 2.850. Sedangkan koleksi UNTR bisa dipertimbangkan pada area Rp 22.000 - Rp 21.200 dengan target harga Rp 23.900 per saham.
Selanjutnya: Rasio Utang RI Stagnan di 39%, Persempit Ruang Fiskal untuk Belanja Produktif
Menarik Dibaca: Jadwal Buka Puasa 2 Maret 2025 untuk Wilayah Jogja dan Sekitarnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News