Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Investor obligasi bisa tersenyum lebar. Pasalnya, investasi di obligasi sepanjang Januari 2015 lalu mampu membagikan return 6,6%.
Return tersebut dihitung berdasarkan perolehan kupon dan capital gain kenaikan harga obligasi. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan return investasi di saham yang mencapai 1,19%.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan moncernya pasar obligasi ditopang oleh masuknya dana asing sebesar Rp 50 triliun. Masuknya dana asing ditopang membanjirnya likuiditas seiring kebijakan quantitative easing Eropa.
"Porsi asing di surat utang pemerintah mencapai 40,2% merupakan angka tertinggi sepanjang masa, " ujar Handy, Selasa (3/1).
Dia memperkirakan pasar obligasi masih akan positif hingga Februari. Kendati demikian, menurut Handy, pasar obligasi jangka panjang masih akan dibayangi risiko pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Analisis dia, terdapat potensi keluarnya dana asing sekitar Rp 12 triliun dari pasar obligasi pemerintah apabila rupiah melemah ke level Rp 13.000 per dollar AS. Keluarnya dana asing akan memicu tekanan terhadap pasar obligasi.
"Sepanjang Desember saja terdapat outflow Rp 25 triliun dan pasar obligasi tertekan 5%. Sehingga, masih ada potensi tekanan di pasar obligasi, " ujar dia.
Perbesar porsi obligasi
Membaiknya pasar obligasi juga memicu manajer investasi memperbesar porsi obligasi. PT Eastpring Investments Indonesia, salah satunya yang menerapkan strategi tersebut sejak Desember 2014 lalu.
Chief Investment Officer Eastpring Investments Indonesia Ari Pitoyo mengatakan kebijakan tersebut akan dipertahankan hingga paruh pertama tahun ini. Menurut dia, pasar obligasi akan diuntungkan oleh kenaikan pajak dan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM).
"Kebijakan tersebut akan memicu membaiknya kemampuan membayar bunga dan pokok obligasi oleh pemerintah," tutur Ari.
Sementara itu, pihaknya memilih mengurangi porsi saham. Menurut dia, pihaknya menanti keluarnya laporan keuangan emiten pada Maret atau April nanti.
"Sehingga kami dapat menganalisis kenaikan laba perusahaan sebelum melakukan investasi, " tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News