Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Imbal hasil atau yield Surat Utang Negara (SUN) maupun yield US Treasury masih berpotensi meningkat dalam jangka pendek, sehingga dapat mempengaruhi pergerakan spread atau selisih yield diantara keduanya.
Pasalnya, akhir September nanti berlangsung agenda Federal Open Market Committee (FOMC). Hampir dipastikan The Federal Reserves akan menaikan suku bunga acuan AS terlepas adanya kritik dari Presiden AS Donald Trump maupun kekhawatiran investor global terhadap dampak perang dagang.
Menurut Research Analyst Capital Asset Management, Desmon Silitonga, jika skenario kenaikan suku bunga acuan AS berjalan lancar, yield US Treasury mesti melakukan penyesuaian sehingga berpeluang besar ikut terkerek. “Mau tidak mau yield SUN juga akan naik agar spread-nya terjaga,” ucapnya, Rabu (12/9).
Dia pun memperkirakan, yield US Treasury 10 tahun bisa berpotensi menembus level 3% ketika kenaikan suku bunga acuan AS terwujud. Di sisi lain, yield SUN untuk tenor yang sama berpeluang mencapai level 9%.
Sementara itu, Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra menilai, stabilitas nilai tukar rupiah menjadi kunci untuk meredam pelebaran spread antara yield SUN dan US Treasury. Meski begitu, potensi penguatan rupiah secara berkelanjutan belum akan terjadi dalam waktu dekat mengingat masih banyaknya sentimen negatif yang berpengaruh pada pergerakan mata uang rupiah.
Ditambah lagi, kebijakan menekan defisit transaksi berjalan seperti kenaikan pajak penghasilan (PPh) impor baru diumumkan pekan lalu. “Efek kebijakan tersebut terhadap rupiah baru teruji beberapa bulan ke depan,” tandasnya.
Sebagai informasi, yield SUN tenor 10 tahun telah menembus level 8,59% pada perdagangan Rabu (12/9). Di saat yang sama, yield US Treasury tenor 10 tahun bertengger di level 2,96%. Ini berarti spread di antara keduanya sudah mencapai 5,63% atau 563 bps.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News