Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kinerja PT Bumi Resources Tbk (BUMI) masih merah. Emiten batubara milik Grup Bakrie itu masih menanggung rugi bersih sebesar US$ 609,01 juta sepanjang tahun 2013. Meski merugi, tapi kinerja ini sedikit lebih baik dari tahun 2012, yang merugi hingga US$ 666,2 juta.
BUMI merugi lantaran pendapatan emiten ini di tahun 2013 merosot 6,03% menjadi US$ 3,54 miliar dari sebelumnya US$ 3,77 miliar. Di sisi lain, beban pokok pendapatan juga naik 2,5% menjadi US$ 2,86 miliar. Akibatnya, laba usaha BUMI anjlok 46,78% menjadi US$ 230,04 juta dari sebelumnya US$ 432,28 juta.
Dalam laporan keuangan yang dirilis, Selasa (4/8), terlihat, kinerja BUMI kian tertekan lantaran juga menderita rugi selisih kurs sebesar US$ 136,8 juta. Tahun sebelumnya, posisi rugi kurs BUMI cuma US$ 47,89 juta. Rapor merah BUMI itu juga disebabkan kerugian neto penjualan entitas anak, senilai US$ 50,42 juta. Di tahun 2013, BUMI mencatatkan utang jangka panjang senilai total US$ 2 miliar. Sedangkan, total kewajibannya tak kurang dari US$ 7,3 miliar dengan ekuitas minus sekitar US$ 302,9 juta.
Lantaran kinerja yang mengecewakan itu, saham BUMI kemarin rontok 4,2% dari hari sebelumnya ke Rp 251 per saham. Bali Securities tercatat menjadi broker dengan penjualan bersih saham BUMI terbesar senilai Rp 8,04 miliar. Menyusul, Lautandhana Securindo, dengan perolehan penjualan bersih Rp 3,15 miliar.
Lantaran tekanan jual kemarin, harga saham emiten yang sempat menjadi primadona investor tersebut, terpuruk ke level terendah sejak satu dasawarsa terakhir. Harga terendah terakhir BUMI tercatat pada tanggal 2 Desember 2003, yakni sebesar Rp 235 per saham. Jika dihitung sejak akhir tahun lalu, harga saham BUMI sudah longsor 116,33%.
Beberapa tahun lalu, saham BUMI sempat menjadi favorit investor. Harga saham BUMI pun pernah melambung tinggi dan mencetak rekor harga tertinggi pada 12 Juni 2008 di level Rp 8.850 per saham. Sebenarnya, ada beberapa hal yang seharusnya menjadi sentimen positif bagi pergerakan saham BUMI, mulai dari keberhasilan Grup Bakrie membawa pulang 29,2% saham BUMI dari tangan Asia Resources Minerals Plc hingga lampu hijau pemegang saham atas rencana pengurangan utang senilai US$ 2 miliar.
"Tapi, sentimen (pengurangan utang) itu butuh waktu, karena semua baru ketuk palu. Belum ada pelaksanaannya," tandas Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner Investa Saran Mandiri, kemarin.
Memang, soal pelunasan utang BUMI baru memperoleh persetujuan pemegang saham belum lama ini. Lampu hijau tersebut pun baru menyala setelah BUMI beberapa kali gagal menggelar RUPS. Rencana pembayaran utang ini juga belum bisa dipastikan apakah akan menyehatkan keuangan perusahaan atau justru memberatkan kinerja BUMI di masa mendatang. "Aset perusahaan ini bagus. Tapi sayang, tata kelolanya aneh-aneh," kata Kiswoyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News