Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kemarin, pertama kalinya sejak Bursa Efek Indonesia (BEI) mencabut penutupan sementara perdagangan sahamnya atau suspend, harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) tak anjlok lagi. Setelah selama lebih dari dua pekan seperti pesakitan, para investor kembali mulai mengoleksi saham produsen batubara terbesar di Indonesia tersebut. Namun, pergerakan harganya masih sangat liar.
Sesaat setelah pembukaan perdagangan saham kemarin, harga Bumi langsung jatuh 9,86% ke level Rp 640 per saham. Alhasil, saham ini kena mekanisme auto rejection dan terus bertahan hingga perdagangan sesi kedua. Namun, sekitar satu jam menjelang perdagangan berakhir, saham ini menggeliat dan akhirnya berakhir pada harga Rp 710 per saham.
Jumlah permintaan saham Bumi mencapai 172.145 lot saham atau lebih banyak dari jumlah yang akan dijual yang sebanyak 100.727 lot saham. Total nilai transaksi saham BUMI pada perdagangan ini mencapai Rp 573,25 miliar.
Berdasar data Bloomberg, Deutsche Securities membukukan nilai beli bersih terbesar saham BUMI, yakni Rp 53 miliar. Disusul oleh Phillip Securities dan Trimegah Securities. Sedangkan broker asing lain seperti CLSA Indonesia, Merrill Lynch, dan Credit Suisse masih terus menjual saham BUMI.
Gina Novrina Nasution, Analis Reliance Securities menilai, saham BUMI bisa bangkit karena transaksi penjualan saham Bumi antara PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan Northstar Pacific Partners akan berakhir pekan ini. "Pasar menunggu masalah terpenting, apakah Northstar jadi membeli saham BUMI," imbuhnya. Jadi, hingga akhir pekan ini saham BUMI mungkin bakal bergerak liar hingga datang kepastian baru.
Darurat, RUPSLB mundur
Seperti kita ketahui, BNBR sebagai pemilik BUMI, sudah menandatangani kesepakatan penjualan maksimal 35% saham Bumi kepada Northstar, 31 Oktober 2008. Nilai transaksinya US$ 1,3 miliar atau Rp 2.068 per saham dengan kurs saat itu. Transaksi itu bakal rampung empat pekan usai kesepakatan.
Northstar membutuhkan waktu untuk meneliti isi Bumi atau due diligence. Perusahaan yang dikomandani Patrick Walujo ini juga perlu waktu untuk mengumpulkan duit. Salah satunya dengan membentuk konsorsium. Kini, baru PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) yang secara terbuka berminat bergabung dalam konsorsium ini.
BNBR sendiri memakai waktu empat pekan itu untuk mengumpulkan saham BUMI. Maklum, ia harus menyetor minimal 6,5 miliar saham Bumi.
Hingga kini tak ada kejelasan mengenai transaksi tersebut. Bahkan gelagatnya, BNBR dan Northstar belum akan mencapai kesepakatan dalam waktu dekat. Sinyal itu tampak dari niat BNBR memundurkan jadwal Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Sedianya, BNBR menggelar RUPSLB 2 Desember 2008, tapi kemudian mundur jadi 11 Desember 2008. Padahal, salah satu agendanya adalah persetujuan rasionalisasi kepemilikan saham di anak usahanya. "Penundaan ini karena ada business exigencies," kata Direktur BNBR Dileep Srivastava kepada KONTAN, kemarin. Dia tak menjelaskan apa maksud keadaan darurat itu.
Kejatuhan harga saham BUMI juga memicu Bukit Asam mempertimbangkan kembali rencana bergabung di Northstar. "Potensinya fifty-fifty," kata Direktur Utama Bukit Asam Sukrisno.
Dia menyatakan, PTBA punya tiga pertimbangan menentukan aksi korporasi ini. Yaitu, menguntungkan, bersih dari persoalan, dan transparan. Jika transaksi ini tidak memenuhi tiga hal itu, PTBA akan mundur. Tapi, dia belum bisa memastikannya sekarang dan masih menunggu hasil due diligence yang akan selesai satu-dua hari lagi.
Sukrisno bilang, PTBA mungkin akan menyodorkan revisi harga penawaran. Maklum, harga saham BUMI saat ini sudah jatuh 66% dari kesepakatan harga akuisisi. "Saham BUMI sudah Rp 600, bagaimana pertanggungjawaban kami (ke pemegang saham)," ujar Sukrisno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News