Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) masih tertahan di bawah level psikologis US$ 105.000 sejak 10 Mei 2025. Kondisi ini memicu pertanyaan dari para pelaku pasar soal keberlanjutan tren bullish aset kripto tersebut.
Melansir laman Cointelegraph pada Jumat (16/5), meski sempat menyentuh kembali level US$ 104.000, permintaan untuk posisi long dengan leverage mulai menurun tajam.
Hal ini tercermin dari penurunan premi kontrak berjangka Bitcoin (futures premium) secara tahunan yang jatuh dari 7% menjadi 5% per 14 Mei lalu, mendekati batas netral-bearish.
Menariknya, level ini juga tercatat saat harga Bitcoin masih berada di kisaran US$ 84.500 sekitar empat pekan lalu.
Baca Juga: Eric Trump: Dunia Sedang Berlomba Menimbun Bitcoin
Ketidakpastian Makro Menekan Sentimen
Analis menilai penurunan minat terhadap posisi bullish leverage berkaitan erat dengan kondisi makroekonomi global yang masih penuh ketidakpastian. Harga Bitcoin kini menunjukkan korelasi erat dengan pergerakan pasar saham AS.
Pada 15 Mei, kontrak berjangka S&P 500 berbalik arah dari pelemahan awal, seiring rebound harga Bitcoin dari US$ 101.800 ke US$ 104.000.
Pasar tampaknya semakin yakin bahwa Bank Sentral AS (The Fed) akan terdorong untuk menambah likuiditas, usai pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang menyebut potensi supply shock bisa membuat suku bunga tinggi bertahan lebih lama dari perkiraan.
Baca Juga: Harga Bitcoin Cetak Rekor Baru, Terkerek Banyak Sentimen Positif
Sinyal perlambatan ekonomi juga mulai muncul. Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa Indeks Harga Produsen (PPI) untuk April turun 0,5% dari bulan sebelumnya, jauh di bawah ekspektasi konsensus yang memperkirakan kenaikan 0,2%.
Sementara itu, permintaan terhadap instrumen pendapatan tetap meningkat, dengan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun turun menjadi 4,45% dari 4,55% sehari sebelumnya.
Secara historis, Bitcoin justru cenderung menguat saat yield obligasi naik, karena mencerminkan penurunan kepercayaan investor terhadap kapasitas pemerintah mengelola utang.
ETF dan Opsi Tunjukkan Kepercayaan Investor
Untuk mengukur apakah pelaku pasar mulai pesimistis terhadap harga BTC atau hanya menghindari risiko leverage, indikator permintaan opsi Bitcoin menjadi penting. Biasanya, sentimen bearish akan mendorong delta skew opsi di atas 6%.
Baca Juga: Aset Robert Kiyosaki Ini Capai All-Time High! Bukan Bitcoin, Emas, atau Perak
Namun, saat ini justru terjadi diskon pada opsi put (jual) dibanding call (beli), mengindikasikan bahwa pasar masih percaya akan kekuatan dukungan di level US$ 100.000.
Meski optimisme pada 14 Mei sempat meningkat, kini indikator kembali ke posisi netral di -4%.
Selain itu, arus masuk bersih (net inflow) ke ETF spot Bitcoin AS tercatat sebesar US$ 320 juta pada 14 Mei. Ini menjadi sinyal kuat bahwa permintaan institusional masih terus berlangsung.
Investor perlahan mulai memandang Bitcoin bukan lagi sebagai aset spekulatif (risk-on), tetapi sebagai instrumen non-korelasi yang bisa menambah diversifikasi portofolio.
Arah Bitcoin Bergantung pada Sinyal The Fed
Ke depan, pergerakan harga Bitcoin diperkirakan tetap akan mengikuti dinamika makroekonomi global, terutama terkait arah kebijakan neraca keuangan The Fed dan potensi risiko resesi.
Baca Juga: Penguatan Harga Bitcoin Diprediksi Lambat Meski Dikelilingi Banyak Sentimen Positif
Namun perlu dicatat, korelasi tinggi antara Bitcoin dan indeks S&P 500 biasanya tidak bertahan lebih dari dua bulan.
Artinya, peluang breakout di atas US$ 105.000 masih terbuka, terutama jika sentimen likuiditas global kembali menguat.
Selanjutnya: Ciputra Life Raup Premi Asuransi Kumpulan Rp 126 Miliar pada Kuartal I-2025
Menarik Dibaca: Ini Destinasi Favorit Libur Sekolah, AirAsia MOVE Beri Panduan Perjalanan Efisien
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News