Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah emiten properti dengan surat utang dolar Amerika Serikat (AS) bakal melambat di tahun 2024.
Rupiah spot berada di level Rp 16.175 per dolar AS pada perdagangan hari ini (16/4). Hal ini pun dinilai membuat kinerja sejumlah emiten properti dengan obligasi dolar AS menjadi terseok-seok.
Berdasarkan penelusuran Kontan, setidaknya ada empat emiten properti yang memiliki surat utang dolar AS yang tercatat dalam laporan keuangan. Keempat emiten itu adalah PT Modernland Realty Tbk (MDLN), PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE).
MDLN memiliki beban bunga dalam dolar AS yang setara Rp 24,98 miliar dan beban lain-lain sebesar Rp 5,07 miliar. Utang obligasi dalam dolar AS juga tercatat dalam rupiah sebesar Rp 5,75 triliun per akhir 2023.
Baca Juga: Kinerja ICBP Makin Gurih, Begini Rekomendasi Sahamnya
ASRI memiliki utang obligasi jangka panjang yang jika dirupiahkan sebesar Rp 3,49 triliun. APLN memiliki senior notes dengan jumlah pokok yang masih terutang sebesar US$ 131,96 juta.
BSDE punya senior notes Global Prime Capital (GPC) VI sebesar US$ 300 juta yang akan jatuh tempo pada tanggal 23 Januari 2025.
“Tahun lalu kami sudah melakukan tender offer atas outstanding obligasi dolar AS, sehingga saat ini tersisa US$ 88,91 juta. Dana ini sudah kami siapkan dalam bentuk dolar AS,” ujar Direktur BSDE Hermawan Wijaya, kepada Kontan, Selasa (16/4).
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menilai, kinerja saham emiten properti saat ini tengah mengalami fluktuasi.
“Mereka masih menghadapi dilema terkait suku bunga AS yang masih tinggi,” ujarnya kepada Kontan, Senin (15/4).
Kondisi itu pun diperparah ditambah juga dengan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sehingga adanya obligasi dolar AS akan semakin memberatkan kinerja emiten properti.
“Tetapi, para emiten seharusnya menerapkan hedging sebagai mitigasi risiko fluktuasi kurs,” paparnya.
Nafan melihat, kinerja emiten properti di tahun 2024 masih prospektif dengan adanya peluang pelonggaran kebijakan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia (BI) di tahun ini.
Baca Juga: Kinerja Emiten Rumah Sakit Diproyeksi Positif, Cermati Rekomendasi Analis
“Meskipun begitu, untuk menjaga agar arus kas tidak negatif akibat fluktuasi kurs rupiah, seharusnya bisa dengan melakukan penjualan aset,” ungkapnya.
Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat melihat, kinerja para emiten kurang bagus karena mereka harus menutup rugi kurs. Secara industri, kinerja emiten emiten properti juga masih berat di tahun ini.
“Kecuali jika insentif PPN DTP diperpanjang dan dimanfaatkan dengan baik di tahun ini,” ujarnya kepada Kontan, Senin (15/4).
Meskipun begitu, Teguh belum melihat potensi gagal bayar akan dialami para emiten properti di tahun ini akibat utang dalam dolar AS tersebut. Dengan kondisi saat ini, agar kondisi arus kas para emiten tetap baik, mereka pun bisa melakukan penjualan aset.
“Bisa juga konversi utang dari dolar ke rupiah atau bisa buyback obligasi. Lalu, melakukan refinancing dan mengambil utang baru di bank dalam negeri. Tetapi itu juga susah, karena bunga bank saat ini tinggi,” tuturnya.
Di sisi lain, emiten properti kemungkinan juga memiliki strategi hedging untuk mengantisipasi adanya fluktuasi selisih kurs rupiah dengan dolar AS. Namun, penurunan rupiah yang sudah sampai Rp 16.000 per dolar AS saat ini dinilai Teguh terlalu dalam, sehingga strategi hedging tersebut belum tentu dapat menyelamatkan kinerja para emiten dari fluktuasi kurs.
“Strategi hedging kemungkinan hanya bisa melindungi sampai di kisaran Rp 15.000 per dolar AS,” paparnya.
Melihat laporan keuangan emiten dan kondisi pasar saat ini, kinerja BSDE dilihat paling baik di antara keempat emiten properti tersebut.
“Ekuitas BSDE juga masih tinggi, sehingga masih lebih aman dibandingkan tiga emiten lainnya,” paparnya.
Teguh pun merekomendasikan hold untuk BSDE dengan target harga di kisaran Rp 1.000 - Rp 1.100 per saham.
“Untuk tiga emiten properti lainnya bisa sell dulu sebaiknya,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News