Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Selain mengubah ketentuan mengenai jumlah pelepasan saham, otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) juga melakukan revisi atas biaya pencatatan. Biaya pencatatan (listing fee), baik pencatatan awal, maupun pencatatan tahunan (annual listing fee) dinaikkan.
Ito Warsito, Direktur Utama BEI mengatakan, kenaikan listing fee ini disesuaikan dengan kondisi terkini. "Semua harga kan sudah naik, dari tahun 1990-an, listing fee belum pernah naik," ujarnya, Jumat (24/1).
Dalam Perubahan Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Besifat Ekuitas Selain Saham yang diterbtikan oleh Perusahaan Tercatat membedakan biaya pencatatan awal di papan utama dan papan pengembangan.
Untuk papan utama ditetapkan sebesar Rp 1 juta untuk setiap kelipatan Rp 1 miliar dari nilai kapitalisasi saham. Nilainya minimal Rp 25 juta dan maksimal Rp 250 juta. Sedangkan, emiten yang mencatatkan saham IPO di papan pengembangan ditetapkan sebesar Rp 1 juta untuk setiap kelipatan Rp 1 miliar dari nilai kapitalisasi saham dengan nilai minimal Rp 25 juta dan maksimal Rp 150 juta.
Pada peraturan sebelumnya, biaya pencatatan saham awal ditetapkan seragam. Yakni, sebesar Rp 1 juta untuk setiap kelipatan Rp 1 miliar dari nilai kapitalisasi saham, sekurang-kurangnya Rp 10 juta dan maksimal Rp 150 juta.
Biaya pencatatan tahunan pun naik. Sebelumnya, annual listing fee ditetapkan Rp 500.000 untuk setiap kelipatan Rp 1 miliar dari modal disetor terkini emiten. Adapun, nilainya minimal Rp 5 juta dan maksimal Rp 100 juta.
Dalam aturan yang baru, nilainya ditingkatkan menjadi minimal nilainya Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta. Sekedar informasi, biaya pencatatan awal harus dibayar calon emiten, paling lambat dua hari bursa sebelum tanggal pencatatan.
Sedangkan, biaya pencatatan tahunan wajib dibayar di muka oleh emiten. Dana ini harus sudah masuk rekning BEI paling lambat pada hari bursa terakhir di bulan Januari.
Baik calon emiten maupun perusahaan yang sudah tercatat telat membayar, maka mereka akan dikenakan sanksi. Sanksinya berupa denda sebesar 2% per bulan dihitung proporsional sesuai jumlah hari keterlambatan.
Ito bilang, jika ada yang terlambat membayar, maka pihaknya akan melakukan penagihan. Emiten kemudian diberikan waktu untuk melunasi kewajibannya. Jika dalam kurun waktu itu tidak juga dipenuhi, maka perusahaan bersangkutan bisa di delisting.
"Itu kan tandanya mereka tidak mampu menjadi perusahaan terbuka," tutur Ito.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News