Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu dan Kamis, 17-18 Februari 2021. Hasilnya, BI memangkas suku bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5%.
Asal tahu saja, suku bunga acuan ini berada di level terendah sepanjang sejarah, setelah pada bulan November 2020 BI menurunkannya menjadi 3,75%. Perbankan menjadi salah satu sektor yang terdampak pemangkasan suku bunga acuan.
Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Ike Widiawati menjelaskan, kondisi industri yang tertekan menyebabkan banyak perusahaan kekurangan modal sehingga membutuhkan pinjaman. Di situlah Bank Indonesia berperan dengan menurunkan suku bunga.
Dengan suku bunga rendah, pengusaha akan lebih berani mencari pendanaan, setidaknya untuk bertahan saja. Adapun perusahaan cenderung mengambil pinjaman dengan jatuh tempo medium term ataupun long term. Mempertimbangkan hal ini, Ike mengamati tingkat penyaluran kredit perbankan berpotensi tumbuh dan secara otomatis pendapatan bunganya meningkat.
Baca Juga: Penguatan rupiah di pekan ini terhenti akibat penurunan suku bunga BI
Dia menambahkan, dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam penyaluran kredit, perbankan akan melakukan pinjaman ke BI dengan suku bunga yang lebih murah. Sehingga, perbankan bisa mendapat keuntungan dari selisih bunga antara bunga dari BI dan bunga yang diberikan kepada debitur.
Dilihat dari segi non-performing loan (NPL), lanjut Ike, ketika suku bunga rendah rasio NPL seharusnya lebih bisa dikontrol oleh perbankan. Sehingga diharapkan, pencadangan perbankan akan lebih rendah dan perbankan dapat mengerek laba bersih.
"Jadi saya melihat keputusan yang diambil oleh Bank Indonesia sudah tepat dengan melakukan pemangkasan suku bunga acuan menjadi 3,5%," kata Ike kepada Kontan.co.id, Jumat (19/2). Kendati membawa beragam dampak positif, Ike tidak memungkiri minat investor untuk menyimpan dananya ke deposito berpeluang turun di tengah era suku bunga rendah.
Baca Juga: BI memperkirakan inflasi pada bulan Februari 2021 sebesar 0,07%
Sementara itu, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menanggapi, untuk saat ini perbankan akan kembali menyesuaikan dengan kebijakan baru yang ada. "Dalam jangka waktu dekat dana pihak ketiga (DPK) masih berpotensi naik. Namun secara keseluruhan kami melihat potensi kenaikan DPK di tahun 2021 ini lebih rendah dari tahun 2020," kata Okie kepada Kontan.co.id, Jumat (19/2).
Okie menambahkan, peningkatan DPK yang tidak sesignifikan tahun sebelumnya seiring dengan kondisi pemulihan ekonomi dalam negeri dan suku bunga pinjaman yang rendah.
Ia pun bilang, keputusan BI menurunkan suku bunga acuan dinilai cukup tepat. Sebab, hal ini sejalan dengan inflasi Januari dan Februari yang diproyeksikan melambat. Terlebih, saat ini pemerintah, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah berupaya meningkatkan daya beli dan juga kepercayaan konsumen lewat stimulus.
Baca Juga: Kebutuhan pembiayaan korporasi menurun pada Januari 2021
Saham perbankan BUKU IV dan BUKU III lebih atraktif
Kedua analis kompak menjelaskan, saham-saham perbankan buku IV dan buku III menjadi lebih atraktif dengan adanya pemangkasan suku bunga acuan. Sempat Ike jelaskan sebelumnya, emiten perbankan buku III dan IV memiliki ketahanan yang lebih baik, sehingga diharapkan lebih mampu memaksimalkan momentum suku bunga yang rendah.
Ia pun merekomendasikan beli saham-saham perbankan seperti BBCA dengan target harga Rp 37.750, BBRI dengan target harga Rp 5.100, BBNI dengan target harga Rp 7.200, BMRI dengan target harga Rp 7.950, dan BTPS dengan target harga Rp 4.250.
Lebih lanjut Ike mengungkapkan, BBCA dan BTPS memiliki price to book value (PBV) paling tinggi di antara lima saham yang direkomendasikan tadi. Adapun PBV BBCA tercatat 4,5 kali dan BTPS mencatatkan PBV di 5,2 kali.
Baca Juga: BI pangkas bunga, ini daftar terbaru bunga deposito di perbankan
PBV yang tinggi dianggap wajar mengingat kedua saham itu memiliki tingkat NPL yang paling sehat. Berdasar catatan Ike, BBCA membukukan NPL paling rendah 1,8. Sementara BTPS memiliki NPL di tingkat 1,9. Di samping itu, BTPS memiliki rasio net interest margin (NIM) yang profitable hingga 29,9% tertinggi dibanding lainnya.
Akan tetapi, jika investor ingin mencari saham yang masih undervalued maka disarankan untuk memperhatikan BMRI dan BBNI. "Karena potential upside-nya masih cukup besar," jelasnya lagi. Adapun BMRI dan BBNI memiliki potential upside sekitar 27% dan 21%. Sementara potential upside saham perbankan lainnya masih berada di bawah 20%.
Tidak jauh berbeda, Okie juga mengungkapkan saham-saham buku III dan IV menarik karena dinilai lebih optimal dalam pengelolaan kredit dan DPK.
Baca Juga: Mulai 1 Maret 2021, beli properti dengan KPR bisa pakai DP 0%
Okie pun merekomendasikan beli saham BBCA dengan target harga Rp 35.600, BBRI dengan target harga Rp 4.740, BMRI dengan target harga Rp 7.850, dan BBNI dengan target harga Rp 7.900, serta BBTN dengan target harga Rp 2.060.
Lebih lanjut diungkapkan, saat ini BI telah mengimbau perbankan agar lebih terbuka. Sehingga, transparansi diharapkan dapat mempercepat transmisi penurunan suku bunga kredit. Adapun untuk peluang penurunan kembali suku bunga acuan ke depan, Okie bilang masih perlu melihat dampak dari stimulus yang telah dikeluarkan saat ini terhadap perekonomian.
Baca Juga: Kurs rupiah tutup pada Rp 14.065 per dolar AS, melemah 0,66% dalam sepekan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News